Kamis, 27 Mei 2010

MERENGKUH KEKOSONGAN KREATIF: SEKELUMIT KISAH RENZO NOVATORE

Renzo Novatore adalah nama pena dari Abele Rizieri Ferrari, seorang penyair individualis anarkis, ilegalis, dan anti-fasis Italia. Lelaki yang lahir pada 12 Mei 1890 ini adalah juga seorang filsuf sekaligus militan, yang sekarang terkenal karena publikasi bukunya Toward Creative Nothing serta hubungannya dengan futurisme sayap-kiri. Max Stirner, Nietzsche, George Palante, Wilde, Henrik Ibsen, Schopenhauer, dan Charles Baudelaire merupakan orang-orang yang turut memperkaya pemikiran lelaki yang meninggal pada tahun 1922 ini.

Pada masa kecilnya, Renzo Novatore tak mampu menyesuaikan diri dengan disiplin sekolah dan keluar pada tahun pertamanya. Ketika dia bekerja di peternakan ayahnya, dia belajar sendiri dengan penekanan pada puisi dan filsafat. Di sekitar tempat tinggalnya, peyair yang lahir di Arcola, Liguria, Italia ini, dikelilingi oleh scene para anarkis yang sedang bersemangat, di mana kemudian dia membangun relasi yang dekat dengan mereka.


Kemudian, dia menemukan Errico Malatesta, Peter Kropotkin, Hendrik Ibsen, dan juga Nietzsche yang sering dia kutip, terutama Max Stirner. Pada tahun 1908 dia merengkuh individualis anarkis. Di tahun 1910, dia menjadi tersangka atas pembakaran gereja lokal dan menghabiskan tiga bulan di penjara, tapi partisipasinya dalam pembakaran tersebut tak pernah terbuktikan. Setahun kemudian, dia melarikan diri untuk beberapa bulan karena polisi mencarinya atas tuduhan pencurian dan perampokan. 30 September 1911, polisi menangkapnya karena melakukan vandalisme. Penyair yang juga seorang filsuf sekaligus militan ini, membenarkan penolakan atas kerja. Dia berpikir, dalam filosofi personal kehidupannya, bahwa dia punya hak merampas apa-apa saja dari orang-orang kaya untuk kebutuhan hariannya, dan menggunakan cara-cara kekerasan bukanlah sebuah masalah baginya.

Di tahun 1914, dia mulai menulis untuk koran anarkis. Dia telah membuat draf pada tahun 1912 tapi tidak selesai untuk alasan yang tidak diketahui. Tahun-tahun itu juga adalah momen di mana Perang Besar (Great War) semakin mendekati. Dia desersi dari kesatuannya pada 26 April 1918 dan dihukum mati oleh pengadilan militer atas desersi serta pengkhianatannya pada tanggal 31 Oktober. Dia melarikan diri dan meninggalkan desanya, sambil melakukan propaganda untuk desersi dari tentara dan melakukan pemberontakan bersenjata melawan negara.

Novatore terlibat dalam kolektif anarko-futuris di La Spezia di mana dia terlibat aktif bersama Auro d'Arcola dalam kelompok anti-fasis militan, Arditi del Popolo. Di sana dia sangat dekat dengan Enzo Martucci dan Bruno Flippi. Ayah dari dua anak ini menulis banyak artikel di koran-koran anarkis (Cronaca Libertaria, Il Libertario, Iconoclastal, Gli Scamiciati, Nichilismo, Pagine Libere) di mana dia berdebat dengan para anarkis lainnya (di antaranya adalah Carnillo Berneri). Dia juga mempublikasikan sebuah majalah, Vertice, yang sayangnya menghilang setelah menerbitkan beberapa artikel saja.

Pada bulan Mei 1919, kota La Spezia berada di bawah kontrol dari kelompok yang mengklaim dirinya Komite Revolusioner dan dia berjuang bersamanya. Bulan Juni 1919, partner Bruno Filippi dalam jurnal anarkis individualis, Iconoclasta!, bersembunyi di dalam sebuah gubuk di negeri-negeri dekat kota Sarzana. Seorang petani mengatakan kepada polisi tentang keberadaannya dan Novatore dihukum penjara 10 tahun, tapi dilepaskan dalam sebuah amnesti besar-besaran beberapa bulan kemudian. Awal tahun 1920 Italia dikuasai oleh fasisme. Dia memutuskan untuk menjalankan kegiatannya di bawah tanah dan pada tahun 1922 dia bergabung dengan sebuah geng perampok terkenal yang menjadi inspirasi bagi banyak anarkis, Sante Pollastro.

Novatore terbunuh dalam sebuah penyergapan oleh carabinieri di Teglia, dekat Genoa, pada tanggal 29 November 1922 ketika dia sedang bersama Pollastro. Pollastro sendiri berhasil melarikan diri. Pada jasad Novatore detektif menemukan beberapa dokumen palsu, sebuah senapan dengan dua magasin terisi penuh, sebuah granat tangan dan sebuah cincin dengan tempat untuk mengisikan sesuatu yang berisi sianida berdosis mematikan.

Read More......

Sabtu, 22 Mei 2010

PENYELENGGARAAN OLIMPIADE VANCOUVER TELAH BERAKHIR, TAPI OBORNYA MASIH TETAP MENYALA

Royal Bank Canada adalah sponsor utama dari Olimpiade 2010 yang mencuri lahan masyarakat adat. Lahan ini tidak pernah secara benar-benar legal dilimpahkan ke pemerintah kolonial British Columbia. Hal ini tidak menghentikan pemerintah untuk menganggap kepemilikan penuh dari lahan dan sumberdaya tersebut untuk kepentingan petinggi korporasi dan untuk membuat kerugian bagi masyarakat adat, pekerja dan orang-orang miskin di propinsi ini. Olimpiade musim dingin 2010 meningkatkan krisis ketunawismaan di Vancouver, terutama di kawasan Downtown Eastside, kawasan urban termiskin di Kanada. Semenjak Olimpiade 2010 ditawarkan di Kanada, jumlah tunawisma di kota Vancouver meningkat tiga kali lipat sementara pembangunan kondominium di kawasan Downtown Eastside jumlahnya melampaui rumah sosial dengan perbandingan 3:1. Lebih jauh lagi kriminalisasi dan pengusiran terhadap mereka yang tinggal di kawasan yang luar biasa miskinnya berlanjut semakin cepat.

Pada brosurnya mereka menyatakan, “Royal Bank Canada adalah salah satu perusahaan paling ramah lingkungan di planet ini.” Coporate Kanada memandang tidaklah bermasalah untuk memasukkan RBC sebagai salah satu dari 50 perusahaan terbaik dalam sebuah kompetisi yang diberi nama “Canada’s Greenest Employers”, sebuah kompetisi yang ditujukan uintuk mencari tahu lembaga mana saja yang telah menciptakan, “budaya sadar lingkungan.” Padahal saat ini RBC adalah lembaga keuangan utama dari pertambangan pasir ter, di Alberta, sebuah proyek industri terbesar dalam sejarah manusia dan mungkin yang paling merusak. Pasir ter, yang sekarang menyebabkan tingkat penggundulan hutan terbesar kedua di planet ini, menunjukan peningkatan beberapa kali lipat dari tingkat produksinya sekarang

Pertandingan di Vancouver telah berakhir, tapi perlawanan tetap berlanjut. Cabang RBC bisa ditemukan di setiap sudut Kanada.

Pada tanggal 25 – 27 Juni 2010, para pemimpin G8/G20 dan para bankir akan bertemu di Huntsville dan Toronto untuk membuat keputusan yang akan melanjutkan kebijakan mereka tentang eksploitasi masyarakat dan lingkungan. Kami akan berada di sana.

Kami menyerahkan obor untuk siapa saja yang hendak melawan mereka yang menginjak hak-hak masyarakat adat, hak-hak kita semua, dan melawan kerusakan yang masih terus berlanjut di planet kita. Kami katakan: sekarang waktunya membakar.

FFFC - Ottawa
Ditullis di sebuah sudut Bank Street and First Avenue.

-------

Info terkait:
http://ottawa.indymedia.org/en/2010/05/11233.shtml
http://mostlywater.org/direct_action_ottawa_rbc_burned_down

Download video manifesto mereka di:
http://www.youtube.com/watch?v=fNGpulnkLvI

Read More......

Jumat, 21 Mei 2010

FIGHTING FOR OUR LIVES

Kamu Mungkin Seorang Anarkis

Benar. Jika idemu tentang hubungan manusia yang sehat adalah acara santap malam bersama sahabat-sahabatmu, di mana setiap orang menikmati suasana persahabatan, tanggung jawab dibagi-bagi secara sukarela dan tidak ada orang yang memberi perintah atau menjual sesuatu, maka kamu adalah seorang anarkis, mudah dan sederhana.

Ketika kamu bertindak tanpa menunggu perintah atau perizinan formal, kamu adalah anarkis. Ketika kamu melanggar peraturan yang konyol ketika tidak ada yang mengawasi, kamu adalah anarkis. Dan kamu adalah anarkis ketika kamu menggagas ide-ide, inisiatif-inisiatif dan solusi-solusi.


Seperti kamu lihat, anarkisme terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan membuatnya lebih menarik. Bayangkan jika kita selalu menggantungkan hidup pada otoritas, spesialis dan teknisi untuk mengurus berbagai hal—kita bukan saja akan menemui dunia yang sangat bermasalah—tapi juga dunia yang sangat membosankan. Saat ini kita hidup dalam dunia yang membosankan seperti itu, persis karena kita telah melepaskan banyak tanggung jawab dan kendali pada hidup kita sendiri, dan di saat yang bersamaan menyerahkannya pada orang lain, atau pun otoritas.

Akar dari anarkisme adalah impuls sederhana bertindak untuk diri kita sendiri: hal-hal lainnya menyusul.


Genealogi of force

Pada awalnya, keharmonisan: berbagai kelompok manusia hidup berdampingan—bersama-sama mengumpulkan dan meramu bahan pangan; makan, bermain, tidur, bernyanyi, bercinta dan bercerita. Kadang kala terjadi ketidak cocokan di antara mereka, pertentangan terjadi. Mereka yang berkonflik saling melontarkan kata-kata kasar, kemudian terjadilah pertarungan.

Ketika hal tersebut terjadi, orang-orang di dalam sebuah kelompok di mana konflik terjadi, bertemu untuk mencari solusi. Masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam suatu kelompok akan membawa perpecahan pada kelompok tersebut. Anggota-anggota kelompok mengalami kelaparan dan/atau menemui bencana: diserang binatang buas atau bergabung dengan kelompok lainnya yang lebih mampu menyelesaikan masalah. Konflik antar kelompok juga diselesaikan dengan cara yang sama. Cara hidup seperti itu bertahan selama ribuan tahun.


Namun pada suatu hari, terjadilah konflik yang tidak terselesaikan. Penyelesaian melalui dialog, dengan cara damai maupun dengan kekerasan tidak dapat menuntaskan masalah. Mungkin perubahan budaya dan nilai-nilai spiritual atau inovasi teknologi, mempertahankan antagonisme dan memicu mereka untuk terus-menerus bersaing setelah konflik mereda. Mereka tidak dapat lagi hidup berdampingan secara damai. Mereka menjadi mesin perang. Hubungan mereka dengan alam pun berubah: mereka mendisiplinkan tanah, agar mereka dapat menghasilkan pangan dalam jumlah berlebih sebagai persediaan—ketika mereka hidup dalam kondisi di mana perang dapat terjadi sewaktu-waktu. Hubungan antar manusia pun mengalami perubahan: mereka memandang orang lain sebagai orang yang berpotensi untuk menjadi kamerad seperjuangan atau sebagai musuh, menilai orang berdasarkan kekuatan di atas kualitas-kualitas manusia lainnya.


Kelompok-kelompok di wilayah sekitar pun tidak dapat terhindar dari konflik-konflik yang terjadi. Kelompok-kelompok tersebut pun akhirnya terlibat dalam konflik-konflik tersebut dan harus bersaing—suatu kondisi yang tidak pernah mereka alami sebelumnya. Banyak kelompok yang akhirnya musnah; yang lainnya yang mampu bertahan dengan beragam cara akhirnya menjadi mesin perang. Mereka juga menaklukan alam dan binatang, memperbudak musuh yang telah mereka kalahkan, bahkan orang-orang dari kelompok mereka sendiri; apapun yang terpikirkan akan dilakukan untuk bertahan dalam situasi yang penuh teror tersebut.


Perubahan-perubahan aneh terjadi pada bumi dan menular dari kelompok ke kelompok seperti kanker. Kelompok-kelompok kecil menggabungkan diri untuk menjadi kelompok besar dan pada akhirnya nasion; pemimpin-pemimpin militer temporer menjadi bangsawan-bangsawan yang mempertahankan posisi tersebut secara turun-temurun. Kelompok-kelompok ini tidak hanya mengalami perubahan dari segi kemiliteran. Wilayah diklaim dan ditandai dengan batas-batas yang kemudian menjadi sumber munculnya konflik-konflik baru. Ekonomi pasar diciptakan; orang-orang yang tidak lagi saling mempercayai bersikeras untuk menerapkan perdagangan, di mana dahulu orang saling berbagi. Mereka menyibukkan diri dengan persaingan dagang dan untuk menghasilkan keuntungan, bahkan dalam kondisi damai. Patriaki muncul: perang yang tidak pernah dideklarasikan antar seks, peran gender antara kaum ksatria dan kaum pelayan, dilembagakan dan diterapkan oleh satu generasi dan diwariskan ke generasi lainnya. Agama yang terorganisir diciptakan: sekarang manusia tidak lagi bersaing untuk lahan, pangan, hak milik, tapi juga untuk menguasai pikiran dan nurani orang lain.


Semua inovasi tersebut adalah bencana bagi manusia. Mereka mencoba mengimbangi akibat-akibat yang terjadi dengan inovasi-inovasi baru, yang sebenarnya merupakan bencana baru yang lebih dashyat. Pemerintah dibentuk untuk melindungi masyarakat, mengutip pajak dari mereka dan menikmati keringat dan kerja mereka; polisi memenuhi jalan-jalan untuk mencegah kejahatan tapi menjadi pihak yang melakukan kejahatan terburuk dengan leluasanya. Ketika mereka melindungi diri mereka dari kegananasan peradaban, keganasan dan monster-monster yang lebih dashyat muncul.

Nasion-nasion kecil yang berada dalam ancaman serangan dari nasion-nasion yang lebih besar mempersiapkan kekuatan bersenjata. Reaksi yang pada awalnya merupakan bentuk pertahanan diri berkembang secara berlebihan dan berlanjut—menjadi peperangan-peperangan untuk menaklukan bangsa-bangsa lainnya, sampai mereka menjadi imperium megah. Imperium Romawi bermula dari resistensi petani desa terhadap serangan Etruscan, dan ini menjadi awal persaingan di antara imperium-imperium Eropa, di mana perang berlangsung selama ratusan tahun. Di kemudian hari sejarawan akan melihat bahwa perang-perang berdarah sepanjang peradaban sebagai bukti dari “kegelapan nurani” barbarisme haus darah. Mungkin juga kaum barbar pecinta kedamaian yang mempertahankan diri mereka dari barbar haus darah. Mungkin juga kegelapan nurani sejatinya berada di tengah-tengah imperium-imperium tersebut, di pusaran badai, di mana kekerasan menjadi sesuatu yang mendarah daging dalam kehidupan manusia dan tidak terlihat lagi dengan mata telanjang: para budak yang berada di jalanan sepertinya bukan karena adanya paksaan tapi atas kehendak mereka sendiri, tidak berdaya untuk memberontak; gladiator yang saling membunuh pada sirkus-sirkus—sesuatu yang dianggap sebagai hiburan.

Kampanye militer yang berikutnya adalah gejala dari keganasan sosial, bukan didasari pada suatu tujuan yang diperjuangkan. Saat ini kekerasan ekonomi yang tidak kasat mata mengkomandokan kekerasan militeristik yang kasat mata. Tentara menaklukan wilayah-wilayah jajahan agar lebih banyak sumberdaya yang dapat dinikmati oleh para saudagar, dan masyarakat di daerah jajahan menjadi basis konsumen baru—perluasan pasar. Benua-benua ditaklukan dan penghuninya diperbudak dan kemelaratan mereka dianggap sebagai suatu bukti bahwa mereka berasal dari ras yang lebih rendah, oleh penjajah yang merampas dunia mereka. Misionaris merupakan garda depan dari penaklukan tersebut. Agama memaksakan kuasa tuhan pencemburu yang esa, sama seperti tentara memaksakan kuasanya yang brutal. Teror untuk suatu wilayah, darah untuk uang, uang untuk darah—tuhan memerintahkan semua itu seperti juga semua itu memerintahkan tuhan.


Para penerus misionaris yang sekarang eksis menyembah langsung pada pasar. Pendeta-pendeta ini bahkan lebih berhasil dibandingkan dengan para tentara dalam menerapkan kekuasaan: akan datang suatu hari ketika belenggu tidak lagi diperlukan untuk membuat para budak tunduk, ketika beragam jenis pemberhalaan dapat menundukkan dan mengadu domba mereka. Sekarang tidak seorang pun yang dapat mengingat bentuk kehidupan yang lain—anak berperang dengan bapak, bapak berperang dengan tetangga. Raja-raja, presiden-presiden, jendral-jendral berkuasa dan dijatuhkan oleh kekuasaan; namun sistem ini dan hirarki tetap berlangsung. Kompetisi adalah pemegang tahta, memilih dan menjungkalkan para pemenang tanpa ada rasa iba.


Setiap orang yang berada dalam hubungan yang penuh kekerasan ini masih (bahkan benar-benar ingin) melarikan diri dari hubungan tersebut. Tetapi mereka terlanjur membawa bibit-bibit kekerasan tersebut pada diri mereka, menghancurkan setiap suaka yang mereka masuki—seperti pengungsi yang melarikan diri menuju “Dunia Baru” dan kaum komunis yang menjatuhkan Czar. Bahkan mereka yang melarikan diri, seperti para seniman dengan komune-komune mereka yang menghiasi wilayah sekitar, dengan beragam inovasi provokatifnya, menjadi preseden untuk tren fotografi pada generasi berikutnya.


Kekerasan mencapai tingkatnya yang paling tinggi. Kekerasan menghantui kehidupan sehari-hari kita—tawuran antar pelajar, geng anak muda, tawuran kampung, pemerkosaan. Penjara-penjara dibanjiri. Jutaan nyawa hilang dalam pembasmian, genosida; mereka yang selamat selanjutnya memulai pembasmian-pembasmian berikutnya. Kita semua berada dalam daftar hukuman mati. Bahkan mereka yang tinggal di gedung-gedung yang diproteksi dengan perangkat keamanan paling canggih, mereka yang memegang polis asuransi jiwa paling lengkap—tidak lagi mempunyai rasa aman—pesawat udara kandas dan gedung bertingkat runtuh. Teror mengancam kita semua.


Malam ini, kaum muda Palestina sedang melakukan perhitungan: apakah musuh mereka telah memenuhi hidup mereka dengan cukup penderitaan hingga dia merasakan lebih banyak kebencian untuk mereka dari pada kecintaannya terhadap hidupnya sendiri? Dia berpikir tentang bapaknya yang cacat, rumahnya yang dibuldoser, teman-teman yang telah meninggalkannya—mereka melakukan perhitungan yang sama setiap harinya.


Di mana rasa cinta atas semua hal yang telah dilalui tersebut? Cinta masih ada dalam bentuknya yang masih sama seperti dulu: keluarga yang makan bersama, pertemanan, pemberian yang diberikan hanya karena memberi itu menyenangkan. Kita masih memaafkan, berbincang-bincang, merasakan jatuh cinta yang dashyat; kadang kelompok-kelompok manusia menyatukan diri untuk menghadapi musuh yang sama—bukan karena kebencian tapi demi kedamaian, mencoba menyelesaikan konflik seperti dulu, sebelum ada perang dan perdagangan. Momen-momen tersebut, bahkan ketika hanya terjadi di antara segelintir individu, masih merupakan sesuatu yang bernilai dan bermakna. Dan momen-momen tersebut masih mempunyai daya tular, sedashyat daya tular kebencian dan kekerasan.


Dunia saat ini sedang menunggu suatu perang melawan perang, cinta yang dipersenjatai, dan pertemanan yang dapat melindungi dirinya sendiri. Anarki adalah satu kata yang dipakai untuk mendeskripsikan momen-momen di mana kekuasaan dan kekuatan tidak dapat memaksa kita, dan ketika kehidupan tumbuh subur seperti memang seharusnya demikian. Anarkisme adalah sains yang menciptakan dan mempertahankan momen-momen tersebut. Ia adalah senjata yang mengaspirasikan ketidakbergunaan—satu-satunya senjata yang akan kita pakai dengan berharap melawan harapan, melalui alkemi baru, bahwa senjata kita itu tidak akan kemudian berbalik menghancurkan kita sendiri, nantinya. Kita mengetahui bahwa setelah revolusi, setelah setiap revolusi, perjuangan antara cinta dan kebencian akan terus berlanjut; namun saat ini dan selalu, pertanyaan yang penting adalah—pada sisi manakah engkau berada?


Anarki—apakah mungkin?

Orang-orang yang mempunyai sedikit pengetahuan sejarah aktual sering mengatakan bahwa anarki tidak dapat diterapkan—tanpa menyadari bahwa anarki bukan saja dapat diterapkan dalam banyak kesempatan selama sejarah manusia, tapi juga dapat diterapkan pada saat ini. Untuk sekarang marilah kita lupakan Komune Paris, Republik Spanyol, Woodstock, sistem rekayasa program komputer open source, dan semua yang merupakan simbol keberhasilan anarkisme revolusioner. Anarki adalah sesederhana—kerja sama berbagai pihak, di mana setiap pihak berdaulat atas dirinya sendiri. Anarki merupakan kehidupan sehari-hari—bukan sesuatu yang hanya akan terjadi “setelah terjadi revolusi”. Anarki diterapkan oleh lingkar-lingkar pertemanan di mana-mana—kemudian bagaimana kita dapat memperluas relasi ekonomi kita yang anarkis? Anarki terjadi ketika orang-orang berada dalam suatu perkemahan atau ketika sekelompok orang memberikan makanan gratis kepada orang-orang lapar—bagaimana kemudian kita dapat memperluas interaksi seperti itu dalam interaksi kita di sekolah, di tempat kerja, di lingkungan sekitar kita?

Anarki adalah kekacuan, kekacauan adalah suatu tatanan. Sistem yang tertata secara alami—hutan hujan merupakan salah satu contoh tatanan hasil kekacauan, suatu komunitas yang bersahabat—merupakan keharmonisan di mana keseimbangan sistem dijaga oleh kekacauan dan kesempatan. Di sisi lain, kekacauan sistematis—disiplin yang dijalankan di sekolah, deretan-deretan tanaman jagung yang steril hasil rekayasa genetika yang diproteksi dari gulma dan hama—hanya dapat dipertahankan dengan tindakan-tindakan pemaksaan yang selalu dieskalasikan. Sebagian orang berpikir bahwa tidak adanya tatanan adalah tidak adanya suatu sistem dan menyalah artikannya sebagai anarki. Namun ketidakteraturan adalah sistem yang paling kejam—ketidakteraturan dan konflik, yang tidak terselesaikan, dengan cepat akan berkembang secara sistematis, memunculkan hirarki berdasarkan kehendak-kehendak—ketiadaan nurani, nafsu untuk mendominasi. Ketidakteraturan dalam tahapnya yang paling berkembang adalah kapitalisme: perang antar berbagai pihak, menguasai atau dikuasai, menjual atau dijual, dari tanah sampai langit.


Kita hidup dalam zaman yang dipenuhi dengan kekerasan dan hirarki. Para maniak yang berpikir bahwa mereka diuntungkan oleh hirarki, mengatakan bahwa akan terjadi lebih banyak kekerasan tanpa adanya hirarki—tanpa memahami bahwa hirarki dalam bentuk ketimpangan ekonomi atau pun ketimpangan kekuasaan politik merupakan akibat dan ekspresi dari kekerasan tersebut. Bukan juga berarti bahwa mencabut otoritas secara paksa akan secara instan mengakhiri gelombang kekerasan; sampai kita semua belajar untuk hidup berdampingan demi kita sendiri, bukan karena perdamaian yang dipaksakan, sebab tidak akan ada kedamaian di antara kita karena sebuah pemaksaan.


Keadaan yang ada pada saat ini dipertahankan bukan hanya dengan senjata, hirarki atau mentalitas membunuh atau dibunuh: keadaan ini juga dipertahankan dengan diciptakannya mitos tentang kesuksesan. Sejarah resmi mencatat masa lalu kita sebagai sejarah para tokoh, dan bahwa hidup kita tidak lebih merupakan akibat-akibat dari pencapaian-pencapaian mereka; sejarah seperti itu mengatakan bahwa hanya ada sedikit orang yang merupakan subyek sejarah—dan selebihnya, kita, hanyalah objek sejarah. Mitos tentang kesuksesan ini berujung pada suatu kepercayaan bahwa hanya ada segelintir orang yang dapat meraih kesuksesan tersebut: raja-raja (presiden-presiden, bintang film, para eksekutif, dll). Dalam mitos ini juga kita menemukan suatu kepercayaan, bahwa hal-hal seperti itu merupakan sesuatu yang lazim, dan bahwa kita harus ‘berperang’ untuk menjadi sukses, atau setidaknya menerima secara lapang dada posisi di bawah orang-orang sukses ini, dan bersyukur pada orang-orang yang berada di bawah kita karena rela diinjak-injak untuk menjamin harga diri kita.

Bahkan orang-orang yang sudah meraih kesuksesan itu pun tidak akan pernah benar-benar bebas untuk berjalan-jalan di tempat-tempat yang diinginkannya. Mengapa kita harus puas hanya dengan kebebasan yang seperti itu? Ketika pemaksaan lenyap—pada ranjang-ranjang egaliter pecinta sejati, dalam suatu demokrasi dengan perkawanan yang erat, pada federasi-federasi teman bermain yang sedang menikmati pesta-pesta yang hebat dan tetangga yang asyik mengobrol—kita semua adalah ratu dan raja. Apakah mungkin anarki dapat memberikan semua itu? Yang jelas adalah, bahwa hirarki tidak dapat memberikannya. Lihatlah kota-kota yang dibangun oleh suatu keteraturan hirarkis—kau akan duduk pada kendaraan-kendaraan pribadi dalam suatu kemacetan lalu lintas, di antara orang-orang yang berkeringat dan mengumpat dalam keterasingan kolektif, sungai-sungai yang mengalami pencemaran berat di sisi kananmu dan perkampungan kumuh di sisi kirimu di mana genk-genk orang-orang berseragam dan tanpa seragam, berkonflik—demikianlah yang dinobatkan sebagai kemajuan. Jika ini adalah keteraturan, kenapa tidak mencoba kekacauan?

Anarki bukan anarkisme

Dengan mengatakan bahwa anarkis mempercayai anarkisme adalah sama dengan mengatakan bahwa seorang pemain piano mempercayai pianoisme. Tidak ada Anarkisme—yang ada adalah anarki, atau lebih tepatnya, beragam anarki.

Semenjak adanya kekuasaan, semangat anarki telah melekat pada diri kita, baik diberi cap atau tidak. Para budak dan barbar yang melawan kekuasaan imperium Roma untuk kemudian hidup dalam kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan, ibu-ibu yang membesarkan anak perempuan mereka untuk mencintai tubuh mereka dengan menentang iklan-iklan pelangsingan tubuh dan pihak-pihak lain yang berani menghadapi masalah-masalah dan menanganinya secara mandiri: mereka semua adalah anarkis. Sama halnya, kita semua adalah anarkis, ketika kita melakukan hal-hal seperti itu. Anarkis saat ini adalah para pelajar yang bolos sekolah, mereka yang menipu sistem perpajakan, perempuan yang belajar untuk memperbaiki sepeda, para pecinta yang menghasratkan sesuatu di luar batas-batas hubungan normal. Mereka tidak perlu untuk mencoblos partai anarkis atau menyetujui garis partai—hal itu akan mendiskualifikasi mereka sebagai anarkis. Anarki adalah suatu pola bagaimana kita merespon suatu situasi dan berinteraksi dengan sesama manusia, suatu kelas sikap manusia, bukan kelas ‘pekerja’.


Lupakanlah sejarah anarkisme sebagai suatu ide—lupakan orang-orang tua berjenggot. Adalah satu hal mengungkapkan anarki sebagai sesuatu dalam bahasa, tapi adalah hal yang lain untuk menjalani anarki dalam kehidupan. Tentunya kita tidak akan mebicarakan teori, rumus-rumus, atau pun biografi para pahlawan—yang kita bicarakan adalah tentang hidupmu. Satu-satunya yang pokok adalah anarki, kemunculannya di mana-mana, bukan teori anarkisme, yang dikaji para peneliti-peneliti spesialis kebebasan. Kita akan menemui orang yang mencap dirinya sendiri sebagai anarkis, tanpa pernah mengalami satu hari yang anarkis dalam hidupnya—kita harus menyadari seberapa jauh kita dapat mempercayai mereka.


Selanjutnya, bagaimanakah utopia anarkis akan berlangsung? Kami tidak akan terjebak lagi untuk menjawab pertanyaan itu. Apa yang kami bicarakan bukanlah visi utopis, bukanlah program atau ideal-ideal yang harus kita layani; anarki secara sederhana adalah bagaimana kita akan menghadapi dan menyikapi situasi dan masalah—karena pasti bahwa kita tidak akan selesai menghadapi masalah-masalah yang pasti akan terus menerus muncul. Menjadi anarkis bukanlah mempercayai anarki, apalagi anarkisme—tapi berarti bahwa kita bergantung pada diri kita sendiri dan mempunyai kendali dalam menjalani hidup dan bahwa suka atau tidak suka, hidup kita saling bergantung antara satu sama lain.


Apakah demokrasi seperti ini?

Anarkis menggunakan demokrasi—tapi kita tidak akan membiarkan demokrasi menggunakan kita. Kita mengutamakan kebutuhan-kebutuhan manusia yang terlibat—sistem apapun yang digunakan bersifat sementara. Kita tidak akan memaksakan diri kita dengan pembatasan-pembatasan prosedur yang mapan—kita akan menggunakan prosedur, sejauh prosedur itu melayani kepentingan manusia. Ada baiknya kita menjawab pertanyaan ini secara serius, “apakah yang harus diutamakan, kita atau sistem?”

Kita bekerja sama dan hidup berdampingan dengan sesama manusia termasuk bentuk-bentuk kehidupan lainnya, sejauh hal itu memungkinkan. Tapi kita tidak akan memberhalakan konsensus, apalagi Aturan Hukum. Ketika kita tidak dapat mencapai kesepakatan, kita akan menempuh jalan kita masing-masing, daripada saling membatasi. Dalam kasus-kasus ekstrim, ketika pihak-pihak lain menolak untuk mengakui kebutuhan-kebutuhan kita, atau terus menerus melakukan hal-hal yang membahayakan, kita akan bertindak dengan segala cara yang diperlukan—bukan demi keadilan, tapi sekedar mewakili kepentingan kita.


Kami melihat hukum sebagai sesuatu yang tidak lebih dari bayang-bayang aturan-aturan para pendahulu, yang diperpanjang seiring dengan waktu sehingga terkesan lebih bijak dari penilaian kita sendiri. Hukum-hukum ini bertahan hidup seperti mahluk yang tidak pernah mati, memaksakan keharusan-keharusan yang tidak dapat menghadirkan keadilan—bahkan mengasingkan kita dari keadilan—sepertinya kita tidak mampu menegakkan keadilan tanpa formalitas kuno dan jubah hakim. Hukum-hukum ini berkembang biak dan seiring dengan waktu menjadi sesuatu yang begitu asing bagi kebanyakan orang, sehingga diperlukan kelas pendeta baru, para pengacara yang mencari kehidupan dari kita. Mereka yang bersikeras bahwa keadilan hanya dapat ditegakan melalui hukum, adalah orang-orang sama yang berdiri sebagai tersangka dalam pengadilan kejahatan perang dan bersumpah bahwa mereka hanya menjalankan perintah. Tidak ada keadilan—yang ada hanya kita.


Ekonomi Anarkis berbeda secara radikal dengan bentuk-bentuk ekonomi lainnya. Anarkis bukan hanya melakukan transaksi secara berbeda, demikian juga dengan alat tukarnya—bukan sesuatu yang dapat diubah menjadi aset yang diperebutkan kapitalis dan yang ada dalam Perencanaan Lima Tahun pemerintah komunis. Kapitalis, sosialis dan komunis bertukar produk; anarkis saling bertukar bantuan, inspirasi dan loyalitas. Ekonomi kapitalis, sosialis dan komunis mengubah seluruh interaksi manusia menjadi komoditas: penjagaan keamanan, pelayanan medis, pendidikan, bahkan hubungan seksual merupakan jasa yang diperjual belikan. Ekonomi anarkis, memfokuskan pada kebutuhan dan hasrat individual, mengubah produk kembali menjadi relasi sosial. Interaksi ekonomi pada ekonomi kapitalis adalah penjualan; dalam ekonomi anarkis adalah pemberian.


Ekonomi anarkis bergantung pada modal sosial, yang berlawanan dengan properti pribadi. Modal pribadi berkurang ketika digunakan, seperti uang yang dibelanjakan oleh buruh-buruh harian untuk makanan—atau jika diperhitungkan untuk menumpuk kekayaan, bertambah dengan mengorbankan pihak lain, seperti dalam kasus korporasi yang mengeksploitasi buruh harian. Di sisi lainnya, modal sosial tersedia dalam jumlah yang besar—bahwa sebenarnya modal tersebut jika digunakan—akan menambah modal si pemberi dan juga yang lainnya: kebun kolektif di mana semakin banyak hasil yang didapat ketika semakin banyak orang yang terlibat di sana, gedung yang diduduki yang akan semakin bermanfaat ketika lebih banyak orang yang berkomitmen pada pengelolaannya. Anarkis mengembangkan suatu visi tentang dunia tanpa batas dalam berbagi.


Hedonisme sipil

Visi kami tentang relasi yang sehat adalah tentang penghapusan dikotomi—pribadi versus umum, kepentingan pribadi versus pengorbanan pribadi—yang seperti dikotomi-dikotomi lainnya hanyalah ilusi yang diciptakan. Mereka yang mengkotbahkan pengorbanan diri untuk kepentingan umum, masih memegang pemikiran dari model individual versus masyarakat; begitu juga dengan mereka yang beraspirasi menjadi individualis yang mandiri; bagi kami individual dan komunitas adalah seperti titik temu-titik temu dalam jaringan eksistensi—dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya. Kebebasan dan otonomi yang kita hargai hanya dimungkinkan dalam suatu konteks kultur yang kita bangun bersama, namun tiap-tiap dari kita harus membangun individual-individual tersendiri sebelum dapat berkontribusi pada penciptaan kultur bersama. Bahwa jika engkau dapat menyelamatkan dirimu, engkau dapat menyelamatkan dunia—tapi engkau juga harus menyelamatkan dunia untuk menyelamatkan dirimu sendiri.

Revolusi dan bukan perang

Berhati-hatilah dengan perjuangan. Tidak sedikit kaum radikal yang terlibat dalam politik karena mereka mengetahui semuanya tentang perlawanan, tapi sangat sedikit tentang hal lainnya. Mereka merubah semua bentuk interaksi menjadi konflik antara baik versus jahat, memapankan sikap dan membuat batasan-batasan, sampai akhirnya pertarungan adalah antara mereka versus dunia. Untuk mereka yang berprofesi sebagai agitator, sikap itu jelas cara yang baik untuk mempertahankan karir mereka—namun hal tersebut tidak menghasilkan apapun selain mengagitasi orang-orang. Kebanyakan orang akan berhenti memperhatikan para agitator—siapakah orang yang secara pribadi tidak mempunyai cukup antagonisme dan kejengkelan-kejengkelan dalam hidupnya?

Kita akan selalu menemui perang yang sedang menunggu keterlibatan orang-orang—lawan, lawan, lawan. Anarkis membuat perang menjadi sesuatu yang basi, dengan melampaui oposisi. Itu adalah revolusi.


Jangan bergabung dengan konflik yang sedang berlangsung dan melakukan pemihakan pada salah satu pihak; jangan menjadikan diri kita korban dari konflik yang terjadi: definisikan berulang-ulang proses terjadinya konflik, misalnya “orde baru versus reformasi” menjadi “demokrasi langsung versus kekuasaan elitis”.


Jika engkau ingin memprovokasi pemberontakan—jangan merumuskan program yang harus disetujui oleh semua pihak, jangan melakukan perekrutan, apalagi ‘mendidik massa’. Lupakanlah bahwa engkau harus merayu orang lain agar setuju dengan kau, berikanlah orang-orang dorongan agar mereka dapat mengembangkan ide mereka sendiri. Setiap orang yang mempunyai ide-idenya sendiri adalah lebih anarkis dibandingkan dengan setiap orang yang mempuyai “Ide Anarkis”. Organisasi sentralis ataupun otoritas yang diakui sebagai pemberontak hanya akan meredakan pemberontakan.


Untuk sebuah propaganda, jangan mengklaim kebenaran, bermain-mainlah dengan kebenaran—sisipkanlah pertanyaan-pertanyaan—tapi ingat bahwa tidak semua pertanyaan berakhir dengan tanda tanya. Bagi sebuah propaganda revolusioner, esensi dari pernyataannya bukanlah apakah ia benar secara obyektif—esensi dari propaganda adalah sejauh mana propaganda tersebut dapat memprovokasi respon dari mereka yang menerimanya, bukan sejauh mana propaganda tersebut adalah benar secara obyektif—pendekatan yang seperti ini membedakan revolusioner dengan para filsuf bajingan.

Read More......

MANIFESTO UNABOMBER

Oleh: Ted Kaczynski

INTRODUKSI

1

Revolusi Industri beserta segala konsekwensinya telah menjadi sebuah bencana bagi ras manusia. Ia telah meningkatkan dengan pesat harapan hidup mereka yang tinggal di negara-negara “maju”, tetapi juga telah mendestabilkan masyarakat, membuat hidup menjadi tak dapat terpenuhkan, menjadikan manusia sebagai subyek yang kehilangan harga diri, mendorong pada penderitaan psikologis yang meluas (termasuk penderitaan fisik di negara-negara Dunia Ketiga) dan telah memicu berbagai kerusakan pada lingkungan alam. Pengembangan teknologi yang berkesinambungan akan memperparah situasi. Ia dengan gamblang akan menjadikan manusia sebagai subyek terbesar penghilangan harga diri dan memicu kerusakan terbesar pada lingkungan alam, ia juga mungkin akan mengarah pada kekacauan sosial dan penderitaan psikologis yang jauh lebih besar lagi, dan juga bukan tak mungkin akan mengarah pada penderitaan fisik bahkan juga di negara-negara “maju”.


2

Sistem teknologi-industri dapat bertahan hidup ataupun juga dapat dihancurkan. Apabila ia bertahan hidup, ia DAPAT benar-benar mencapai sebuah level terendah dari penderitaan fisik dan psikologis, tetapi hanya setelah melalui sebuah periode penerapan yang panjang dan sangat menyakitkan dan hanya dengan penurunan hidup manusia beserta berbagai organisma hidup secara permanen, untuk membangun produk-produk dan sekedar roda penggerak dalam mesin sosial. Lebih jauh lagi, apabila sistem tersebut bertahan hidup, konsekwensinya tak dapat dihindari: tak ada cara lain dalam mereformasi atau memodifikasi sistem tersebut sebagaimana mencegahnya mengeringkan harga diri dan otonomi manusia.

3

Apabila sistem tersebut dihancurkan, konsekwensinya tetap akan sangat menyakitkan. Tetapi semakin besar sistem ini tumbuh maka semakin parah jugalah hasil dari penghancurannya, maka apabila ia harus dihancurkan maka yang terbaik adalah dengan menghancurkannya sesegera mungkin daripada ditunda-tunda.

4

Maka kami mengadvokasikan sebuah revolusi melawan sistem industrial. Revolusi ini mungkin atau malah tak mungkin menggunakan kekerasan: ia mungkin hadir mendadak atau mungkin juga melalui proses yang relatif gradual yang membutuhkan waktu beberapa dekade. Kami tak dapat memprediksikan itu semua. Tetapi kami menggaris bawahi dengan cara sangat general, memberikan antisipasi bagi mereka yang membenci sistem industri ini, apa langkah yang harus diambil untuk mempersiapkan jalan menuju sebuah revolusi melawan bentuk tatanan masyarakat ini. Ini bukanlah sebuah revolusi POLITIKAL. Sasarannya bukanlah pemerintah, melainkan ekonomi dan teknologi yang mendasari tatanan masyarakat saat ini.

5

Dalam artikel ini kami memberi perhatian hanya pada beberapa perkembangan negatif yang telah tumbuh dari sistem teknologi-industri. Beberapa perkembangan lain yang akan kami sebutkan juga, hanya akan dibahas sekedarnya atau malah diabaikan sama sekali. Hal ini bukan berarti kami menganggap perkembangan-perkembangan lain tersebut tidak penting. Untuk alasan-alasan praktis kami membatasi diskusi ini pada area-area yang sangat sedikit mendapatkan perhatian publik atau di mana kami memiliki hal baru untuk diungkapkan. Sebagai contohnya, sejak gerakan-gerakan lingkungan dan yang kembali ke alam liar telah berkembang dengan baik, kami hanya akan menulis sedikit saja mengenai degradasi lingkungan atau kehancuran alam liar, walaupun kami menganggap bahwa hal-hal tersebut adalah sesuatu yang sangat penting.



ASPEK PSIKOLOGIS IDEOLOGI KIRI MODERN


6

Nyaris setiap orang akan setuju bahwa kita hidup di tengah sebuah masyarakat yang sangat bermasalah. Salah satu manifestasinya yang paling luas menyebar dari kegilaan dunia kita ini adalah ideologi Kiri, maka sebuah diskusi tentang aspek psikologi dari ideologi Kiri akan dapat membantu sebagai sebuah pengantar pada diskusi tentang masalah-masalah masyarakat modern secara general.

7

Tetapi, apa itu ideologi Kiri? Selama setengah pertama abad ke 20, ideologi Kiri secara praktis dapat diidentifikasikan dengan sosialisme. Dewasa ini, gerakan tersebut telah terfragmentasikan dan hasilnya tidak jelas lagi siapa yang benar-benar dapat disebut sebagai orang Kiri. Saat kami berbicara mengenai orang-orang Kiri dalam artikel ini, yang kami maksudkan sebagian besar sosialis, kolektifis, berbagai tipe “politically correct”, feminis, homoseksual dan aktifis penyandang cacat, aktifis emansipasi hak-hak binatang dan sejenisnya. Tapi tidak semua orang yang diasosiasikan dengan salah satu dari gerakan-gerakan tersebut adalah orang Kiri. Apa yang kami coba sampaikan dalam diskusi soal ideologi Kiri ini bukanlah soal sebuah gerakan atau ideologi kemudian dirumuskan dalam tipe psikologisnya, melainkan sebuah kumpulan dari tipe-tipe yang saling berkaitan. Karenanya, apa yang kami maksudkan dengan “ideologi Kiri” akan berkembang lebih jelas dalam wacana diskusi kami soal aspek psikologis ideologi Kiri. (Lihat juga paragraf 227—230)

8

Walaupun demikian, konsepsi kami mengenai ideologi Kiri akan tetap menjadi sebuah hal yang tetap kurang jelas daripada yang kami harapkan, tetapi tampaknya memang tak ada lagi yang dapat mengobati ketidakjelasan ini. Segala yang kami usahakan untuk lakukan adalah mengindikasikan dalam sebuah jalan yang secara kasar kira-kira mengarah pada kecenderungan-kecenderungan psikologis yang kami yakini adalah kekuatan utama yang menggerakkan ideologi Kiri. Kami tidak bermaksud mengklaim telah mengatakan SELURUH kebenaran tentang aspek psikologis ideologi Kiri. Juga, diskusi kita ini tidak bermaksud untuk dapat diaplikasikan hanya pada ideologi Kiri modern. Kami membiarkannya tetap terbuka pada pertanyaan yang mungkin muncul di mana diskusi kita akan diaplikasikan terhadap para kaum Kiri abad 19 dan awal abad 20.

9

Dua kecenderungan psikologis yang menggarisbawahi ideologi Kiri modern, kami sebut sebagai “perasaan-perasaan inferior” dan “oversosialisasi”. Perasaan-perasaan inferior adalah karakteristik dari ideologi Kiri modern secara keseluruhan, saat oversosialisasi adalah di mana karakteristiknya hanya terletak pada segmen-segmen tertentu saja dari ideologi Kiri modern; tetapi segmen ini adalah sesuatu yang sangat berpengaruh.



PERASAAN-PERASAAN INFERIOR


10

Dengan frasa “perasaan-perasaan inferior” yang kami maksud tidak hanya perasaan-perasaan inferioritas dalam artian yang baku, melainkan sebuah spektrum yang menyeluruh dari ciri-ciri pembawaan berikut: rendahnya rasa percaya diri, perasaan-perasaan ketidakberdayaan, kecenderungan-kecenderungan depresif, keyakinan akan kekalahan, perasaan bersalah, rasa benci terhadap diri sendiri, dsb. Kami berargumen bahwa ideologi Kiri modern cenderung memiliki perasaan-perasaan tersebut (mungkin lebih atau malah kurang) dan bahwa perasaan-perasaan tersebut jelas menentukan arah yang ditempuh oleh ideologi Kiri modern.

11

Saat interpretasi terhadap seseorang dan nyaris segala yang dikatakan mengenai dirinya (atau mengenai grup-grup dimana ia mengidentifikasi diri) dianggap sebagai sebuah ungkapan yang merendahkan, kami menambahkan bahwa ia telah memiliki perasaan-perasaan inferior atau rendahnya rasa percaya-diri. Kecenderungan ini ditegaskan di antara mereka para aktifis yang mengadvokasi hak-hak kaum minoritas, entah mereka menjadi bagian dari kelompok-kelompok minoritasnya atau tidak. Ada sebuah sensitifitas yang berlebihan saat kata-kata digunakan untuk menggambarkan minoritas. Terminologi “negro”, “oriental”, “cacat” atau “chick” bagi orang Afrika, orang Asia, penyandang cacat dan seorang perempuan pada dasarnya tidak memiliki konotasi yang merendahkan. “Broad” dan “chick” pada dasarnya sama saja dengan terminologi “guy”, “dude” atau “fellow”, hanya dalam konteks feminin. Konotasi-konotasi negatif tersebut telah dilekatkan pada terminologi-terminologi tersebut justru oleh para aktifis sendiri. Bahkan beberapa advokasi yang diajukan oleh para pendukung emansipasi hak-hak binatang telah terlalu jauh seperti bagaimana mereka menolak kata “pet” (binatang piaraan—Ed.) dan bersikukuh menggantinya dengan kata “animal companion” (rekanan binatang—Ed.). Para antropolog Kiri melangkah sangat jauh untuk berusaha tidak mengatakan apapun tentang orang-orang primitif yang dapat diinterpretasikan sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif. Mereka ingin mengganti kata “primitif” dengan “non-literate”. Tampaknya mereka nyaris paranoid tentang apapun yang dapat diartikan bahwa kultur primitif adalah sesuatu yang interior bagi diri kita. (Kami tidak bermaksud mengatakan bahwa kultur-kultur primitif ADALAH interior bagi kami. Kami sekedar menunjukkan sensitifitas yang berlebihan pada diri para antropolog Kiri).

12

Mereka yang paling sensitif dengan terminologi “politically incorrect” bukanlah rata-rata para kulit hitam penghuni ghetto, imigran Asia, perempuan yang teraniaya ataupun kaum penyandang cacat, melainkan sekelompok kecil kaum aktifis, yang sebagian besar dari kelompok tersebut bahkan bukan bagian dari kelompok-kelompok masyarakat yang “tertindas”, melainkan datang dari kelompok yang dalam strata sosial masyarakat termasuk kelompok berada. Sikap “political correct” tersebut memiliki akar yang kuat di antara para profesor di universitas, yang telah mendapatkan pekerjaan mapan dengan upah memuaskan, dan mayoritas dari mereka yang merupakan lelaki heteroseksual, kulit putih serta berasal dari keluarga-keluarga kelas menengah.

13

Banyak kaum Kiri memiliki identifikasi yang intens dengan masalah-masalah yang dialami oleh kelompok-kelompok yang memiliki citra lemah (perempuan), dikalahkan (Indian Amerika), menjijikkan (homoseksual) atau berbagai bentuk inferioritas lainnya. Kaum Kiri itu sendiri yang merasa bahwa bahwa kelompok-kelompok masyarakat tersebut inferior. Mereka tak akan pernah mengakui bahwa diri mereka merasa demikian, tetapi hal tersebut jelas terlihat saat mereka memandang kelompok-kelompok masyarakat tersebut sebagai inferior, yang lantas mereka mengidentifikasikan diri dengan masalah-masalah mereka. (Kami tidak berkata bahwa perempuan, kaum Indian, dsb. ADALAH inferior; kami hanya menunjukkan tentang aspek psikologis kaum Kiri).

14

Para feminis dengan gelisah mati-matian berusaha membuktikan bahwa perempuan sama kuatnya dan mampu sebagaimana lelaki. Jelas, bahwa mereka dikungkung oleh ketakutan bahwa mungkin perempuan memang TIDAK sama kuat dan mampu sebagaimana lelaki.

15

Kaum Kiri cenderung membenci apapun yang memiliki citra kuat, bagus dan sukses. Mereka membenci Amerika, mereka membenci peradaban Barat, mereka membenci lelaki kulit putih, mereka membenci rasionalitas. Alasan-alasan yang diberikan oleh kaum Kiri dalam membenci Barat, dsb., tersebut jelas tidak berkorespondensi dengan motif-motif mereka yang sesungguhnya. Mereka BERKATA bahwa mereka membenci Barat karena Barat senang berperang, imperialistik, seksis, etnosentris dan begitu seterusnya, tetapi saat kesalahan-kesalahan tadi hadir di negara-negara sosialis atau dalam kultur-kultur primitif, seorang Kiri akan menemukan alasan untuk dapat memaafkannya, atau setidaknya sekedar MERAGUKAN bahwa hal-hal tersebut eksis; di mana ia kemudian DENGAN ANTUSIAS menunjukkan (dan seringkali dengan melebih-lebihkan) kesalahan-kesalahan yang hadirnya di tengah peradaban masyarakat Barat. Maka menjadi jelas bahwa kesalahan-kesalahan tersebut bukanlah yang menjadi motif-motif sesungguhnya yang dimiliki oleh kaum Kiri dalam membenci Amerika dan Barat. Ia membenci Amerika dan Barat karena dua hal tersebut kuat dan sukses.

16

Kata-kata seperti “percaya-diri”, “inisiatif”, “enterprise”, “optimisme”, dsb., memainkan peran kecil dalam tata bahasa liberal dan Kiri. Seorang Kiri adalah seorang anti-individualis, pro-kolektifis. Ia ingin agar masyarakat menyelesaikan masalah kebutuhan-kebutuhan orang lain untuk diri mereka, mempedulikan mereka. Ia bukanlah tipe orang yang memiliki rasa percaya diri bahwa ia memiliki kemampuannya sendiri untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dan puas dengan apa yang dibutuhkannya. Seorang Kiri adalah seorang yang antagonistik bagi konsep kompetisi karena, jauh di lubuk hatinya, ia merasa seperti seorang pecundang.

17

Bentuk-bentuk seni yang menarik minat para intelektual Kiri modern cenderung yang memberi fokus pada kekotoran, kekalahan dan keputusasaan, atau yang dapat mereka beri intonasi orgistis, melempar jauh kontrol rasional seakan-akan mereka tak memiliki harapan untuk dapat menyelesaikan segalanya melalui kalkulasi rasional dan semua yang tertinggal hanyalah sekedar pencemplungan diri ke dalam sensasi momental belaka.

18

Filsuf-filsuf Kiri modern cenderung mengabaikan alasan, sisi ilmiah, kenyataan obyektif dan menekankan bahwa segala hal relatif secara kultural. Hal demikian memang benar adanya bahwa seseorang dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan serius tentang landasan-landasan bagi pengetahuan ilmiah dan tentang bagaimana, apabila memang demikian, konsep kenyataan obyektif dapat didefinisikan. Tetapi jelas sekali bahwa para filsuf Kiri modern tidaklah sekedar para ahli logika yang berkepala dingin yang dengan sistematis menganalisa landasan ilmu pengetahuan. Mereka secara emosional terlibat sangat mendalam dengan penyerangan-penyerangan mereka terhadap kebenaran dan kenyataan. Mereka menyerang konsep-konsep tersebut karena adanya kebutuhan-kebutuhan psikologis dalam diri mereka sendiri. Di satu sisi, serangan mereka adalah sebuah penyaluran untuk sikap bermusuhan mereka, dan, untuk meningkatkan keberhasilannya, hal tersebut memuaskan hasrat mereka untuk berkuasa. Lebih pentingnya lagi, seorang Kiri membenci ilmu pengetahuan dan rasionalitas karena mereka mengklasifikasikan keyakinan-keyakinan tertentu sebagai sesuatu yang benar (misal: kesuksesan, superioritas) dan keyakinan-keyakinan lainnya sebagai sesuatu yang salah (misal: kegagalan, inferior). Perasaan-perasaan inferior seorang Kiri tertanam begitu dalam sampai ia tak dapat mentoleransi pernyataan klasifikasi bahwa beberapa hal dapat termasuk sukses dan superior dan beberapa hal lainnya termasuk gagal dan inferior. Hal ini jugalah yang menggaris bawahi penolakan dari kebanyakan kaum Kiri tentang konsep gangguan mental dan guna dari tes IQ. Kaum Kiri adalah seorang yang antagonistik bagi penjelasan-penjelasan genetika dari kemampuan atau tindak-tanduk manusia karena beberapa penjelasan tersebut cenderung membuat beberapa orang dapat tampil superior atau inferior dibandingkan dengan lainnya. Kaum Kiri lebih memilih memberikan pujian ataupun celaan bagi kemampuan atau ketidakmampuan seorang individu. Maka karenanya, apabila seseorang “inferior” hal tersebut bukanlah kesalahannya, melainkan kesalahan masyarakat, karena ia tidak dibesarkan dengan baik.

19

Seorang Kiri bukanlah tipikal orang yang karena merasa inferior lantas menjadikannya seorang yang sombong, seorang egois, seorang bully (tukang pukul atas yang lemah—Ed.), seorang self-promoter (orang yang gemar mempromosikan dirinya sendiri—Ed.), kompetitor yang tanpa ampun. Orang-orang macam ini justru tidak sepenuhnyua kehilangan rasa percaya diri. Ia mengalami defisit atas keberadaan kekuatan dan harga dirinya, tetapi ia masih dapat mengandalkan dirinya sendiri untuk memiliki kemampuan menjadi kuat, dan usahanya untuk menjadikan dirinya kuatlah yang memproduksi perilaku yang tidak menyenangkan. Tetapi seorang Kiri sangat jauh dari hal tersebut. Perasaan-perasaan inferiornya tumbuh sangat kuat mengakar sehingga ia tak dapat memahami bahwa dirinya sendiri kuat dan berharga sebagai seorang individu. Karena itulah hadir kolektifisme di kalangan kaum Kiri. Ia dapat merasa kuat hanya apabila ia menjadi anggota dari sebuah organisasi besar atau gerakan massa di mana ia dapat mengidentifikasikan dirinya.

20

Perhatikan kecenderungan masokistik dalam taktik-taktik kaum Kiri. Kaum Kiri melakukan protes dengan membaringkan diri di hadapan mesin, mereka tidak sungguh-sungguh bermaksud memprovokasi polisi atau para rasis dengan tujuan untuk melukai mereka, dsb. Taktik-taktik tersebut kadang memang efektif, tetapi kebanyakan kaum Kiri menggunakannya tidak sebagai alat pencapai tujuan akhir tetapi lebih karena mereka LEBIH MEMILIH taktik-taktik masokistik tersebut. Kebencian terhadap diri sendiri adalah karakteristik kaum Kiri.

21

Kaum Kiri dapat mengklaim bahwa aktifisme mereka dimotivasi atas dasar rasa kasihan atau prinsip moral, dan prinsip moral memainkan sebuah peran tersendiri bagi kaum Kiri dalam tipe oversosialisasi. Tetapi rasa kasihan dan prinsip moral tidak dapat menjadi motif utama para aktifis Kiri. Sikap bermusuhan telah menjadi sebuah komponen yang paling menonjol dari perilaku kaum Kiri; maka hal tersebut juga adalah sebuah pemuasan hasrat untuk berkuasa. Lebih jauhnya lagi, kebanyakan perilaku kaum Kiri tidak dikalkulasikan dengan rasional agar dapat menjadi manfaat bagi masyarakat, yang menurut klaim dari kaum Kiri, berusaha mereka tolong. Contohnya, apabila seseorang yakin bahwa sebuah aksi memang baik untuk masyarakat kulit hitam, mengapa lantas malah menjalankan aksi tersebut dengan sikap permusuhan dan dalam terminologi-terminologi dogmatik? Jelas akan lebih produktif untuk menggunakan pendekatan diplomatik dan perwakilan yang akan memberikan setidaknya kelonggaran verbal dan simbolik bagi masyarakat kulit putih yang awalnya berpikir bahwa aksi tersebut akan mendiskriminasikan mereka. Menolong masyarakat kulit hitam bukanlah tujuan mereka yang sesungguhnya. Malahan, masalah-masalah ras membantu membuat pembenaran bagi mereka untuk mengekspresikan sikap permusuhan dan frustrasi mereka dalam mendapatkan kekuasaan. Dengan melakukannya, mereka malah benar-benar melukai masyarakat kulit hitam, karena sikap permusuhan para aktifis tersebut terhadap mayoritas masyarakat kulit putihlah yang cenderung mengintensitaskan kebencian rasial.

22

Apabila masyarakat kita sama sekali tidak memiliki masalah-masalah sosial, kaum Kiri akan harus MENEMUKAN berbagai masalah dengan tujuan menyediakan pembenaran bagi diri mereka untuk membuat diri mereka tampak penting.

23

Kami menekankan bahwa kesimpulan yang kemudian muncul tidak diharapkan akan menjadi deskripsi yang akurat bagi semua orang yang mungkin menganggap diri mereka seorang Kiri. Ini hanyalah sebuah pengindikasian kasar dari kecenderungan umum dari ideologi Kiri.



OVERSOSIALISASI


24

Psikolog menggunakan terminologi “sosialisasi” untuk menggambarkan proses di mana anak-anak dilatih untuk berpikir dan beraksi sesuai dengan tuntutan-tuntutan masyarakat. Seseorang dikatakan telah tersosialisasikan dengan baik apabila ia percaya, mematuhi kode moral masyarakatnya dan dapat mencocokkan dirinya dengan baik serta berfungsi sebagai bagian dari masyarakat tersebut. Tampaknya adalah sebuah omong kosong untuk mengatakan bahwa kebanyakan kaum Kiri telah terover-sosialisasikan, semenjak kaum Kiri dipercaya sebagai seorang pemberontak. Namun walau demikian, posisi tersebut dapat dipertahankan. Kebanyakan kaum Kiri memang tidaklah sepemberontak seperti tampaknya.

25

Kode moral masyarakat kita sangatlah menuntut sehingga tak seorangpun dapat berpikir, merasa dan beraksi dengan cara yang sangat sangat bermoral. Contohnya, kita tidak seharusnya membenci siapapun, tapi pada kenyataannya pada satu masa setiap orang membenci seseorang lainnya atau sebaliknya, tak peduli apakah ia mengakui hal tersebut atau tidak. Beberapa orang sangat tersosialisasikan sehingga seluruh usahanya untuk merasa, berpikir dan beraksi secara moral menjadi beban yang sangat berat bagi diri mereka. Dalam usahanya untuk menghindari perasaan bersalah, selanjutnya mereka menipu diri mereka sendiri tentang motif-motif mereka sendiri dan menemukan penjelasan moral bagi perasaan-perasaan dan aksi-aksi mereka yang dalam kenyataannya tak memiliki dasar moral sama sekali. Kami menggunakan terminologi “versosialisasi” untuk mendeskripsikan orang-orang seperti demikian.

26

Oversosialisasi dapat mengarah pada rendahnya rasa percaya diri, sebuah rasa tak berdaya, kalah, bersalah, dsb. Salah satu dari beberapa tujuan terpenting yang disosialisasikan masyarakat kita pada anak-anak adalah membuat mereka merasa malu atas perilaku atau ucapan yang sangat kontras dengan harapan-harapan masyarakat. Apabila hal ini berhasil dilakukan, atau apabila anak tertentu secara khusus telah menerima perasaan tersebut, ia akan merasa malu pada DIRI MEREKA SENDIRI. Lebih jauhnya lagi, pemikiran dan perilaku dari seseorang yang telah teroversosialisasikan akan menjadi jauh lebih lurus daripada yang diharapkan masyarakat dibandingkan mereka yang hanya sedikit tersosialisasi. Mayoritas orang terlibat dalam sejumlah perilaku menyimpang yang signifikan. Mereka berbohong, mereka melakukan pencurian-pencurian kecil, mereka melanggar aturan lalu lintas, mereka menipu saat bekerja, mereka membenci seseorang, mereka mengatakan hal-hal buruk atau mereka berusaha melakukan trik-trik kotor untuk menjatuhkan orang lainnya. Orang yang teroversosialisasikan tak dapat melakukan hal-hal tersebut, atau apabila ia melakukannya, ia akan merasa malu dan benci atas diri mereka sendiri. Orang yang teroversosialisasikan tak dapat merasakan sebuah pengalaman tanpa rasa bersalah, pemikiran atau perasaan yang sangat kontras dengan moralitas yang telah diterimanya; ia tak dapat berpikir dengan pikiran-pikiran “kotor”. Dan sosialisasi bukanlah sekedar persoalan moralitas; kita disosialisasikan untuk berkonfirmasi pada berbagai norma perilaku yang tidak jatuh di bawah standar moral. Karenanya, orang yang teroversosialisasikan tetap terikat dengan ikatan psikologis dan menghabiskan hidupnya di atas jalur yang telah ditetapkan oleh masyarakat atas dirinya. Pada kebanyakan orang yang teroversosialisasikan, hal ini berakhir dengan rasa terikat dan tak berdaya yang dapat menjadi beban terberat mereka. Kami mendapat kesan bahwa oversosialisasi adalah salah satu kekejaman serius yang dilakukan manusia atas sesamanya.

27

Kami berargumen bahwa salah satu segmen yang paling penting dan berpengaruh dari kaum Kiri modern adalah adanya oversosialisasi dan bahwa oversosialisasi mereka adalah sebuah penentu penting dari arah yang dituju oleh ideologi Kiri modern. Kaum Kiri sebagai salah satu tipe orang yang teroversosialisasikan, cenderung menjadi intelektual-intelektual atau anggota masyarakat kelas menengah ke atas. Perhatikan para intelektual universitas yang banyak mengkonstitusikan segmen yang sangat tersosialisasikan dalam masyarakat dan juga segmen yang sangat berbau sayap Kiri.

28

Kaum Kiri sebagai tipe orang yang teroversosialisasikan berusaha untuk beranjak dari ikatan psikologisnya dan mencanangkan otonominya dengan cara memberontak. Tapi biasanya ia tidak cukup kuat untuk memberontak melawan nilai-nilai dasar masyarakat. Secara umum dapat dikatakan, tujuan-tujuan dari kaum Kiri dewasa ini TIDAK beroposisi dengan moralitas yang telah diterima oleh masyarakat. Secara kontras, kaum Kiri mengambil prinsip moral dasar yang telah diterima, lantas mengadopsinya sebagai prinsip mereka sendiri dan menuduh masyarakat mainstream melanggar prinsip-prinsip tersebut. Contohnya: kesetaraan rasial, kesetaraan gender, menolong orang miskin, perdamaian sebagai oposisi terhadap perang, sikap anti kekerasan, kebebasan berekspresi, kasih sayang terhadap binatang. Lebih fundamentalnya lagi, merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk melayani kepentingan masyarakat dan adalah kewajiban masyarakat untuk bersikap peduli pada tiap individu. Semua hal tersebut adalah nilai-nilai yang mengakar sangat dalam pada masyarakat kita (atau setidaknya pada masyarakat kelas menengah ke atas sejak lama). Nilai-nilai tersebut terekspresikan atau dapat terperkirakan secara eksplisit dan implisit dalam kebanyakan material yang dipresentasikan oleh media-media komunikasi dan sistem pendidikan mainstream pada kita. Kaum Kiri, khususnya mereka yang menjadi tipe yang teroversosialisasi, biasanya tidak memberontak melawan prinsip-prinsip tersebut tetapi malah membenarkan permusuhan mereka terhadap masyarakat dengan mengklaim (dengan beberapa tingkat kebenaran) bahwa masyarakat tidak menghidupi prinsip-prinsip tersebut.

29

Berikut ini adalah sebuah ilustrasi yang dapat menggambarkan di mana kaum Kiri yang teroversosialisasi sesungguhnya terikat pada perilaku-perilaku konvensional masyarakat saat menganggap dirinya memberontak melawan masyarakat. Kebanyakan kaum Kiri mendorong aksi-aksi yang diterima masyarakat, untuk menggerakkan masyarakat kulit hitam ke dalam pekerjaan-pekerjaan yang memiliki prestise tinggi, untuk meningkatkan pendidikan dalam sekolah-sekolah bagi kulit hitam dan lebih banyak lagi uang untuk sekolah-sekolah sejenis; cara hidup masyarakat “kelas bawah” kulit hitam dianggap sebagai aib sosial. Mereka ingin mengintegrasikan kulit hitam ke dalam sistem, membuatnya menjadi seorang eksekutif bisnis, pengacara, ilmuwan, sebagaimana orang-orang kulit putih kelas menengah ke atas. Kaum Kiri akan merespon hal ini dengan alasan bahwa hal terakhir yang mereka inginkan adalah membuat kaum kulit hitam sebagai sebuah kopian dari kaum kulit putih; mereka ingin mengawetkan kultur Afrika Amerika. Tapi dalam cara apa pengawetan kultur Afrika Amerika ini dilakukan? Ia dilakukan dengan cara yang tak lebih daripada sekedar memakan makanan kaum kulit hitam, mendengarkan musik kulit hitam, mengenakan pakaian kaum kulit hitam dan pergi ke mesjid-mesjid atau gereja kaum kulit hitam. Dengan kata lain, ia hanya mengekspresikan dirinya ke dalam hal-hal yang superfisial. Dalam segala respek yang ESENSIAL, kebanyakan kaum Kiri dari tipe yang teroversosialisasi ingin membuat kaum kulit hitam dapat menyesuaikan diri pada ideal-ideal kaum kulit putih mengenah ke atas. Mereka ingin membuatnya mempelajari subyek-subyek teknikal, menjadi seorang eksekutif atau ilmuwan, menghabiskan waktunya menaiki tangga status sosial untuk membuktikan bahwa kaum kulit hitam memang sebaik kaum kulit putih. Mereka ingin membuat para ayah kaum kulit hitam “bertanggung jawab”. Mereka ingin geng-geng kulit hitam jadi anti kekerasan, dsb. Tetapi semua hal tersebut adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh sistem teknologi-industri. Sistem tersebut tak peduli musik jenis apa yang didengarkan seseorang, pakaian model apa yang dikenakan atau agama apa yang ia yakini selama seseorang tersebut belajar di sekolah, mendapatkan pekerjaan yang mapan, mendaki tangga status sosial, menjadi orang tua yang “bertanggung jawab”, anti kekerasan dan terus selanjutnya. Sebagai dampaknya, seberapapun banyaknya hal tersebut ditolak, kaum Kiri yang teroversosialisasi ingin untuk mengintegrasikan kaum kulit hitam ke dalam sistem dan membuatnya dapat mengadopsi nilai-nilainya.

30

Tentu saja kami tidak mengklaim bahwa kaum Kiri, bahkan mereka yang termasuk dalam tipe yang teroversosialisasi, TIDAK memberontak melawan nilai-nilai fundamental masyarakat kita. Kadangkala mereka jelas-jelas melakukannya. Beberapa kaum Kiri yang teroversosialisasi telah melangkah sangat jauh saat memberontak melawan salah satu dari prinsip-prinsip terpenting dari masyarakat modern dengan melibatkan diri dalam kekerasan fisikal. Dalam pemahaman mereka sendiri, kekerasan bagi mereka adalah sebuah bentuk “pembebasan”. Dengan kata lain, dengan melakukan kekerasan mereka telah melepaskan diri dari kekangan psikologis yang diajarkan pada mereka. Karena mereka telah teroversosialisasikan, kekangan-kekangan tersebut bagi mereka menjadi semakin terasa mengikat daripada yang dirasakan orang lainnya; itu sebabnya mengapa mereka semakin merasa butuh untuk melepaskan diri dari kekangan-kekangan tersebut. Tetapi mereka biasanya membenarkan pemberontakan mereka dalam terminologi nilai-nilai mainstream. Apabila mereka terlibat dalam kekerasan, mereka memberikan klaim karena berjuang melawan rasisme atau semacamnya.

31

Kami menyadari bahwa banyak sanggahan dapat diajukan pada gambaran umum yang terus berkembang tentang psikologi kaum Kiri. Situasi nyatanya jauh lebih kompleks dan apapun juga seperti sebuah deskripsi yang lengkap tentangnya, akan membutuhkan beberapa volume, termasuk apabila data penting telah dicantumkan di dalamnya. Kami memberikan klaim hanya untuk mengindikasikan secara kasar dua kecenderungan terpenting dari psikologi ideologi Kiri modern.

32

Masalah-masalah dari kaum Kiri tersebut mengindikasikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat kita secara keseluruhannya. Rendahnya rasa percaya diri, kecenderungan depresif dan rasa kalah tidak hanya milik kaum Kiri. Walaupun hal-hal demikian secara khusus dapat terlihat dalam diri kaum Kiri, semua hal tersebut tersebar luas di tengah masyarakat. Dan masyarakat dewasa ini berusaha untuk mensosialisasikan kita pada sebuah tingkatan yang lebih besar daripada masyarakat sebelumnya. Bahkan oleh para ahli kini kita juga diberitahukan bagaimana cara untuk makan, bagaimana cara untuk berolah raga, bagaimana cara untuk bercinta, bagaimana cara membesarkan anak-anak kita dan terus selanujutnya.



PROSES PENGUASAAN


33

Manusia memiliki sebuah kebutuhan (biasanya ditemukan dalam biologi) akan sesuatu yang akan kami sebut sebagai “proses penguasaan”. Hal ini berelasi secara dekat dengan kebutuhan akan kekuasaan (yang secara luas dapat ditemukan) tetapi tidak benar-benar dalam arti yang sama. Proses penguasaan memiliki empat elemen. Tiga elemen yang paling jelas biasa disebut tujuan, upaya dan proses pencapaian tujuan. (Setiap orang memerlukan tujuan-tujuan yang membutuhkan upaya untuk meraihnya, dan memerlukan keberhasilan setidaknya bagi beberapa tujuannya). Elemen ke empat jauh lebih sulit untuk didefinisikan dan mungkin memang tidak penting bagi setiap orang. Kami menyebutkan otonomi dan akan mendiskusikannya kemudian (dalam paragraf 42-44).

34

Pertimbangkan kasus hipotetik di mana seseorang dapat melakukan segala yang ia inginkan dengan hanya melakukan pengharapan saja. Seseorang tersebut memiliki kekuasaan, tetapi ia juga memiliki masalah-masalah psikologis yang serius. Pada awalnya ia akan mengalami kegembiraan, tetapi seiring waktu berlalu ia akan menemui dirinya mengalami kebosanan yang akut lantas demoralisasi. Sebagai hasilnya ia menderita depresi secara klinis. Sejarah memperlihatkan bahwa para aristokrat yang tak perlu bekerja cenderung menjadi dekaden. Tidak selalu benar apabila dikatakan bahwa para aristokrat tersebut akan terus berjuang mempertahankan kekuasaannya. Dengan tidak harus untuk melakukan apapun, para aristokrat yang mapan, yang tidak butuh untuk mendorong diri lebih jauh, biasanya menjadi bosan, hedonistik dan mengalami demoralisasi, walaupun mereka memiliki kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan saja tidaklah cukup. Seseorang harus memiliki tujuan-tujuan di mana ia akan belajar menggunakan kekuatannya.

35

Setiap orang memiliki tujuan; setidaknya, untuk memenuhi kebutuhan fisik terpenting untuk hidup: makanan, air dan pakaian serta tempat berteduh yang dibutuhkan sesuai dengan iklim yang berlangsung. Tetapi aristokrat tak perlu melakukan upaya apapun untuk mendapatkan semua hal tersebut. Tidak heran apabila pada akhirnya ia mengalami kebosanan dan demoralisasi.

36

Tidak adanya upaya untuk meraih tujuan-tujuan penting akan berakhir dalam kematian apabila tujuan-tujuan tersebut adalah kebutuhan dasar fisik, atau berakhir dalam frustrasi apabila dalam usahanya bertahan hidup memang tidak dibutuhkan adanya upaya apapun untuk meraih tujuan. Kegagalan yang konsisten sepanjang hidup dalam upaya meraih tujuan-tujuan tersebut akan berakhir dalam rasa kekalahan, rendahnya rasa percaya diri atau depresi.

37

Dengan demikian, untuk menghindari masalah-masalah psikologis yang serius, seorang manusia membutuhkan tujuan di mana dibutuhkan upaya untuk meraihnya, dan ia juga harus memiliki standar kesuksesan yang cukup beralasan dalam mengupayakan tujuan-tujuannya.



AKTIFITAS-AKTIFITAS SAMPINGAN


38

Tetapi tidak semua aristokrat yang selalu memiliki waktu luang terjebak dalam kebosanan dan demoralisasi. Contohnya, kaisar Hirohito, bukannya tenggelam dalam hedonisme dekaden, ia mendedikasikan dirinya pada biologi kelautan, sebuah bidang di mana ia menjadi terkenal karenanya. Saat seseorang tidak harus mendorong dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, mereka cenderung membuat tujuan-tujuan artifisialnya sendiri. Dalam banyak kasus, mereka kemudian mengejar tujuan-tujuan tersebut dengan melibatkan energi dan emosi yang dalam kasus lain dikeluarkan untuk mengejar kebutuhan-kebutuhan fisikal. Dengan demikian para aristokrat kekaisaran Romawi memiliki pengalihannya dalam bidang literer; banyak para aristokrat Eropa beberapa abad lalu menginvestasikan banyak waktu dan energinya dalam berburu, walaupun hal itu jelas dilakukan bukan karena mereka membutuhkan daging; para aristokrat lain berkompetisi untuk mendapatkan status dengan cara saling memamerkan kekayannya; dan hanya beberapa aristokrat, seperti Hirohito, yang memilih bidang sains.

39

Kami menggunakan terminologi “aktifitas sampingan” untuk menggambarkan sebuah aktifitas yang dilakukan langsung untuk meraih tujuan-tujuan artifisial yang dibuat sendiri oleh orang-orang sekedar berusaha agar memiliki beberapa tujuan untuk dikejar, atau dapat kami katakan, sekedar mendapatkan “kepuasan” saat mereka mengejar tujuannya. Inilah aturan utama untuk mengidentifikasi aktifitas-aktifitas sampingan. Taruhlah seseorang yang mendedikasikan banyak waktu dan energinya untuk meraih tujuan X, kini tanyakan pada dirimu sendiri hal berikut: Apabila ia mendedikasikan mayoritas waktu dan energinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, dan apabila dibutuhkan upaya yang memerlukan fasilitas mental dan fisikal dalam cara yang beragam dan sangat menarik, apakah ia akan mengalami sangat tertekan saat ia tidak berhasil meraih tujuan X? Apabila jawabnya tidak, maka apa yang dilakukan oleh seseorang tersebut untuk meraih tujuan X adalah aktifitas sampingan. Studi yang dilakukan oleh Hirohito dalam bidang kelautan jelas mengkonstitusikan sebuah aktifitas sampingan, semenjak sudah cukup jelas bahwa apabila Hirohito menghabiskan waktunya untuk mengerjakan beberapa tugas non-saintifik dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia tidak akan merasa tertekan hanya karena ia tidak memahami seluruh anatomi dan roda kehidupan binatang-binatang laut. Tapi di sisi lain, upaya pemenuhan seks dan cinta (misalnya) bukanlah sebuah aktifitas sampingan, karena kebanyakan orang, bahkan apabila aktifitas mereka lainnya telah berhasil memuaskan, akan merasa tertekan apabila mereka melewatkan hidup mereka tanpa pernah memiliki sebuah relasipun dengan anggota dari lawan jenisnya. (Tetapi pengejaran sejumlah besar seks lebih dari yang dibutuhkan oleh seseorang, dapat menjadi sebuah aktifitas sampingan.)

40

Dalam masyarakat industrial modern hanya sedikit sekali upaya yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisik seseorang. Pergi ke tempat program pelatihan untuk mendapatkan beberapa kemampuan teknikal, kemudian pergi bekerja tepat waktu dan menggunakan upaya yang sederhana untuk mempertahankan sebuah pekerjaan, dianggap cukup. Persyaratan satu-satunya adalah sejumlah intelejensi yang moderat, dan yang terpenting, sekedar KETERTUNDUKAN. Apabila seseorang memiliki hal tersebut, masyarakat akan memperhatikannya dari sejak masih dalam buaian hingga ke liang kubur. (Ya, terdapat kelas rendahan dalam masyarakat yang tak dapat memenuhi kebutuhan fisiknya begitu saja, tetapi yang kami bicarakan di sini adalah masyarakat mainstream.) Dengan demikian tidaklah mengherankan saat masyarakat modern dipenuhi oleh aktifitas-aktifitas sampingan. Hal-hal tersebut meliputi kerja saintifik, pencapaian atletik, kerja kemanusiaan, kreasi artistik dan literer, pendakian status korporat, pengakumulasian uang dan barang-barang material jauh melebihi titik di mana mereka berhenti memberikan kepuasan fisikal tambahan, dan aktifisme sosial saat hal tersebut dialamatkan pada isu-isu yang secara personal tak ada pentingnya bagi sang aktifis itu sendiri, sebagaimana dalam kasus di mana aktifis-aktifis kulit putih bekerja demi persamaan hak-hak bagi kaum minoritas non kulit putih. Hal-hal demikian memang tidak selalu benar-benar aktifitas sampingan semenjak bagi kebanyakan orang, mereka termotivasi dalam beberapa bagian atas kebutuhan orang lainnya bukannya atas kebutuhan untuk memiliki beberapa tujuan yang patut dicapai. Kerja saintifik bisa saja termotivasi sebagian demi prestise, kreasi artistik oleh kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya, aktifisme sosial militan oleh sikap permusuhan. Tetapi bagi kebanyakan orang yang melakukannya, aktifitas-aktifitas tersebut sebagian besar adalah aktifitas-aktifitas sampingan. Sebagai contohnya, mayoritas ilmuwan mungkin akan menyetujui bahwa “kepuasan” yang mereka dapatkan dari bekerja jelas lebih penting daripada uang dan prestise yang mereka dapatkan.

41

Bagi banyak orang apabila tak dapat dikatakan sebagian besar orang, aktifitas-aktifitas sampingan kurang terasa memuaskan apabila dibandingkan dengan mengejar tujuan-tujuan yang sesungguhnya (yaitu tujuan-tujuan di mana seseorang lebih memilih untuk mencapainya bahkan apabila kebutuhan mereka bagi proses kekuasaannya telah terpenuhi). Satu hal yang mengindikasikan hal ini adalah keberadaan fakta bahwa, dalam banyak atau sebagian besar kasus, seseorang yang terlibat mendalam pada aktifitas-aktifitas sampingan tidak pernah puas, tidak pernah berisitirahat. Dengan demikian mereka para penghasil uang secara konstan terus berjuang demi kemakmuran yang lebih dan lebih lagi. Seorang ilmuwan tidak bersegera mungkin menyelesaikan satu masalah bukannya segera beranjak pada masalah selanjutnya. Para pelari jarak jauh menggerakkan dirinya untuk dapat selalu berlari lebih cepat dan lebih cepat lagi. Banyak orang yang melakukan aktifitas-aktifitas sampingan akan berkata bahwa mereka mendapatkan jauh lebih banyak kepuasan dari aktifitas-aktifitas tersebut daripada yang mereka dapatkan dari bisnis “biasa” yang memuaskan kebutuhan biologis mereka, tetapi bahwa hal ini diakibatkan karena dalam masyarakat kita, upaya yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan biologis telah tereduksi menjadi sesuatu yang sepele. Lebih pentingnya lagi, dalam masyarakat kita orang tidak memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis mereka SECARA OTONOM melainkan dengan berfungsi sebagai bagian dari mesin sosial yang sangat besar. Pada kontrasnya, orang cenderung memiliki sejumlah besar otonomi justru saat ia melakukan aktifitas-aktifitas sampingannya.



OTONOMI


42

Otonomi sebagai sebuah bagian dari proses penguasaan dapat menjadi tak terlalu penting bagi tiap orang. Tetapi kebanyakan orang membutuhkan sebuah tingkat otonomi yang lebih besar atau lebih sedikit saat bekerja menuju tujuan-tujuannya. Upaya-upaya mereka harus berdasarkan atas inisiatif mereka sendiri dan juga atas arah dan kontrol mereka sendiri. Tetapi walau demikian kebanyakan orang tidak melakukannya atas inisiatif, arah dan kontrol seperti demikian sebagai seorang inidividu. Biasanya dianggap cukup untuk beraksi sebagai seorang anggota dari sebuah kelompok KECIL. Dengan demikian apabila sebagian orang mendiskusikan sebuah tujuan di antara mereka sendiri lantas mendapat keberhasilan dalam upaya mereka mencapai tujuan, kebutuhan mereka atas proses penguasaan telah terpenuhi. Tetapi apabila mereka bekerja di bawah perintah-perintah kaku yang datang dari atasan, yang tak memberi mereka ruang bagi terciptanya keputusan dan inisiatif yang otonom, maka kebutuhan mereka akan proses penguasaan tak akan terpenuhi. Hal yang sama juga terjadi saat keputusan-keputusan dibuat berdasarkan kolektif, apabila kelompok yang membuat keputusan kolektif sangat besar maka peran tiap individu di dalamnya menjadi tidak signifikan.

43

Adalah benar bahwa beberapa individu tampaknya hanya sedikit membutuhkan otonomi. Baik karena dorongan diri mereka akan kekuasaan sangat lemah ataupun karena mereka telah memuaskan hal tersebut dengan mengidentifikasikan diri mereka dengan beberapa organisasi yang kuat di mana mereka menjadi bagian daripadanya. Dan kemudian ada juga tipe-tipe binatang yang tak dapat berpikir yang tampak telah terpuaskan dengan sekedar memiliki rasa kuasa fisikal yang murni (seorang prajurit yang baik, yang mendapatkan rasa kuasanya dengan mengembangkan kemampuan-kemampuan bertempurnya, ia cukup terpuaskan saat ia digunakan dalam ketertundukan buta bagi atasannya).

44

Tetapi bagi kebanyakan orang hanya melalui proses penguasaan saat mencapai tujuan, membuat sebuah upaya OTONOM dalam mencapai tujuanlah maka kepribadian, rasa percaya diri dan rasa kuasa bisa didapatkan. Saat seseorang tidak memiliki kesempatan yang memadai dalam melakukan proses penguasaan konsekwensinya (tergantung di mana individu dan cara proses penguasaannya berantakan) adalah kebosanan, demoralisasi, rendahnya rasa percaya diri, merasa inferior, kalah, depresi, gelisah, bersalah, frustrasi, bermusuhan, mulai melakukan kekerasan pada anak atau pasangan, hedonisme yang tak terpuaskan, perilaku seksual yang abnormal, kesulitan tidur, kesulitan makan, dsb.



SUMBER-SUMBER BERBAGAI MASALAH SOSIAL


45

Semua gejala awalnya dapat muncul dalam masyarakat apapun juga, tetapi dalam masyarakat industrial modern semua hal tersebut hadir dalam sebuah skala yang masif. Kami bukanlah yang pertama kali yang berkata bahwa dunia hari ini tampak menjadi gila. Hal seperti ini bukanlah sesuatu yang normal bagi masyarakat-masyarakat manusia. Ada alasan yang bagus untuk meyakini bahwa manusia primitif lebih sedikit menderita stress dan frustrasi dan lebih terpuaskan dengan cara hidupnya daripada yang dialami oleh manusia modern. Adalah sesuatu yang benar bahwa tidak semuanya manis dan mudah dalam masyarakat primitif. Pelecehan terhadap perempuan adalah sesuatu yang biasa terjadi di antara kaum aborigin Australia, transeksualitas juga sesuatu yang cukup biasa terjadi di antara beberapa suku indian Amerika. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa berbagai masalah yang telah kami sebut dalam paragraf-paragraf sebelumnya jauh lebih sedikit ditemukan di antara orang-orang primitif dibandingkan dengan mereka dalam masyarakat modern.

46

Kami menghubungkan masalah-masalah sosial dan psikologis masyarakat modern dengan fakta bahwa masyarakat tersebut mengharuskan orang-orang untuk hidup di bawah kondisi-kondisi yang benar-benar berbeda dengan kondisi di mana ras manusia dapat berkembang, dan harus bertingkah laku dalam cara-cara yang bertentangan dengan pola-pola tingkah laku yang telah dikembangkan ras manusia saat hidup di bawah kondisi-kondisi sebelumnya. Jelas dari apa yang telah kami tuliskan bahwa kami menganggap kurangnya kesempatan untuk sungguh-sungguh mengalami proses penguasaan sebagai sesuatu yang sangat penting dari kondisi-kondisi abnormal di mana masyarakat modern mengorbankan manusianya. Tetapi hal itu juga bukanlah satu-satunya. Sebelum berurusan dengan penghilangan proses penguasaan sebagai sebuah sumber berbagai masalah sosial, kami akan mendiskusikan beberapa masalah lainnya.

47

Di antara kondisi-kondisi abnormal yang hadir dalam masyarakat indutrial modern terdapat tingkat kepadatan populasi yang telah berlebihan, pengisolasian manusia dari alam, percepatan perubahan sosial yang berlebihan dan pemusnahan komuniti-komuniti alami yang berskala kecil seperti keluarga besar, desa ataupun suku.

48

Telah diketahui dengan sangat baik bahwa kepadatan meningkatkan stress dan agresifitas. Tingkat kepadatan yang eksis dewasa ini dan pengisolasian manusia dari alam adalah konsekwensi-konsekwensi dari kemajuan teknologi. Seluruh masyarakat pra-industri secara dominan hidup di pedesaan. Revolusi Industri secara cepat meningkatkan ukuran kota-kota dan proporsi populasi yang hidup di dalamnya, dan teknologi agrikultur modern telah memungkinkan bagi bumi untuk mendukung populasi yang jauh lebih padat daripada yang pernah dilakukan sebelumnya. (Teknologi juga membuat efek-efek kepadatan menjadi lebih buruk karena ia memberikan kekuasaan-kekuasaan yang semakin merusak ke tangan manusia. Sebagai contohnya, keberadaan berbagai macam alat yang membuat bising: mesin pembangkit tenaga, radio-radio, kendaraan bermotor, dsb. Apabila penggunaan alat-alat tersebut tidak dibatasi, orang-orang yang menginginkan kedamaian dan ketenangan akan frustrasi oleh kebisingan tersebut. Apabila penggunaannya dibatasi, orang-orang yang menggunakan alat-alat tersebut akan dibuat frustrasi dengan adanya berbagai aturan... Tetapi apabila mesin-mesin tersebut memang tidak pernah ditemukan maka tak akan ada konflik dan frustrasi yang dihasilkan olehnya.)

49

Bagi masyarakat-masyarakat primitif, dunia alami (yang biasanya berubah dengan lambat) menyediakan sebuah kerangka kerja yang stabil dan dengannya akan dihasilkan sebuah rasa aman. Dalam dunia modern, masyarakat manusialah yang mendominasi alam, bukan sebaliknya, dan masyarakat modern berubah dengan sangat cepat tergantung pada perubahan teknologinya. Maka dengan demikian tak ada kerangka kerja yang stabil.

50

Para konservatif adalah orang-orang tolol: mereka mengeluhkan hancurnya nilai-nilai tradisional, tetapi mereka dengan antusias mendukung kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi. Ternyata tak pernah hadir dalam pikiran mereka bahwa engkau tak dapat membuat perubahan-perubahan yang cepat dan drastis dalam bidang teknologi dan ekonomi dalam masyarakat tanpa menyebabkan perubahan yang sama cepatnya dalam segala aspek lain masyarakat itu sendiri, dan bahwa perubahan-perubahan yang cepat tersebut jugalah yang menyebabkan hancurnya nilai-nilai tradisional.

51

Hancurnya nilai-nilai tradisional pada beberapa segi memberikan implikasi pada hancurnya ikatan-ikatan yang menyatukan bersama berbagai kelompok sosial berskala kecil. Disintegrasi berbagai kelompok berskala kecil juga dipromosikan oleh fakta bahwa kondisi-kondisi modern seringkali mengharuskan atau memiliki kecenderungan individual-individual untuk bergerak ke lokasi-lokasi baru, memisahkan diri mereka sendiri dari komuniti-komuniti mereka. Melampaui semua hal tersebut, masyarakat teknologis TELAH melemahkan ikatan-ikatan keluarga dan komuniti-komuniti lokal apabila masyarakat tersebut ingin berfungsi secara efisien. Dalam masyarakat modern loyalitas seorang individual pertama-tama diberikan pada sistem dan kedua barulah pada komuniti berskala kecil, karena apabila loyalitas-loyalitas internalnya terhadap komuniti-komuniti yang berskala kecil lebih besar daripada loyalitasnya kepada sistem, maka beberapa komuniti akan meraih kemajuan-kemajuan mereka sendiri dengan harga yang harus dibayar oleh sistem.

52

Andaikata ada seorang pegawai publik atau seorang eksekutif korporasi menunjuk saudaranya, temannya atau orang yang beragama sama dengannya pada sebuah posisi tertentu bukannya menunjuk seseorang atas kualifikasi kerjanya yang baik. Ia telah mempersilakan loyalitas personalnya untuk menggantikan loyalitasnya pada sistem, dan hal itu adalah “nepotisme” atau “diskriminasi”, kedua hal tersebut adalah dosa-dosa yang parah dalam masyarakat modern. Masyarakat-masyarakat yang akan menjadi industrial yang telah melakukan tugas mengarahkan loyalitas-loyalitas personal atau lokal menjadi loyalitas terhadap sistem dengan buruk, biasanya menjadi tidak efisien. (Lihat Amerika Latin.) Dengan demikian sebuah masyarakat industrial yang telah maju dapat mentoleransi hanya pada komuniti-komuniti berskala kecil yang telah dilemahkan, dijinakkan dan dibuat menjadi alat-alat bagi sistem.

53

Kepadatan, perubahan yang cepat dan hancurnya komuniti-komuniti dapat secara luas ditemukan sebagai beberapa sumber bagi berbagai masalah sosial. Tetapi kami tidak percaya bahwa semua hal tersebut telah cukup untuk menjelaskan masalah-masalah yang begitu luas yang ditemukan dewasa ini.

54

Beberapa kota pra-industrial berukuran sangat besar dan padat, tetapi penduduknya tidak tampak menderita masalah-masalah psikologis sebanyak manusia modern. Di Amerika dewasa ini masih terdapat area-area pedesaan yang belum padat, dan kami menemukan bahwa di sana juga terdapat masalah-masalah yang sama dengan yang dialami di area-area urban, walaupun masalah-masalah tersebut cenderung tidak terlalu akut di area-area pedesaan. Dengan demikian, kepadatan tidak terlihat sebagai faktor penentu.

55

Selama perluasan batas negara Amerika sepanjang abad ke-19, mobilitas populasi mungkin menghancurkan keluarga-keluarga besar dan kelompok-kelompok sosial berskala kecil setidaknya sebanyak jumlah kelompok-kelompok yang juga dihancurkan dewasa ini. Pada faktanya, banyak keluarga nuklir memilih hidup dalam isolasi, tak memiliki tetangga sejauh beberapa mil, tak menjadi anggota komuniti apapun sama sekali, sebagai hasilnya dengan demikian mereka tampaknya tidak memiliki masalah-masalah seperti dijelaskan di atas.

56

Lebih jauhnya lagi, perubahan dalam masyarakat di perbatasan Amerika sangatlah gencar dan mendalam. Seseorang dapat dilahirkan dan dibesarkan dalam kabin, di luar jangkauan aturan dan hukum dan sebagian besar mengkonsumsi daging dari hasil buruan; dan seiring waktu saat ia mulai berusia lanjut, ia mungkin bekerja dalam sebuah kerja formal dan hidup di dalam sebuah komuniti yang demikian tertata serta memiliki kekuatan hukum yang efektif. Ini adalah sebuah perubahan yang mendalam yang secara tipikal hadir dalam kehidupan seorang individual modern, tetapi tampaknya tidak mengarah pada masalah-masalah psikologis. Pada faktanya, masyarakat Amerika abad ke-19 memiliki intonasi yang optimistik dan penuh percaya diri, cukup berbeda dengan masyarakat dewasa ini.

57

Perbedaannya, menurut argumen kami, adalah bahwa manusia modern memiliki pemahaman (yang sebagian besar dibenarkan) bahwa perubahan DITENTUKAN atas dirinya, di mana seseorang yang tinggal di perbatasan pada abad ke-19 telah memiliki pemahaman (yang juga sebagian besar dibenarkan) bahwa ia diciptakan untuk mengubah dirinya sendiri, atas pilihannya sendiri. Dengan demikian seorang pionir tetap bersikukuh di atas sebidang tanah yang ia pilih sendiri dan membuatnya menjadi sebuah ladang pertanian melalui usahanya sendiri. Pada masa tersebut seluruh negeri mungkin hanya memiliki beberapa ratus penduduk saja dan jauh lebih terisolasi dan memiliki entitas otonomi sendiri dibandingkan dengan yang dialami oleh negeri modern. Karenanya sang pionir peternak berpartisipasi sebagai seorang anggota dari sebuah kelompok yang relatif kecil dalam sebuah pembentukan sebuah komuniti yang baru dan tertata baik. Seseorang mungkin akan mempertanyakan apabila pembentukan dari komuniti ini adalah sebuah kemajuan, tetapi toh dalam banyak sisi hal tersebut telah memuaskan kebutuhan sang pionir akan proses penguasaan.

58

Adalah sesuatu yang mungkin untuk memberikan beberapa contoh lain tentang masyarakat-masyarakat yang mana di sana terjadi perubahan yang cepat dan/atau kekurangan ikatan komuniti yang dekat tanpa keberadaan penyimpangan-penyimpangan perilaku yang masif yang dewasa ini tampak dalam masyarakat industrial. Kami berpendapat bahwa penyebab paling penting dari masalah-masalah sosial dan psikologis dalam masyarakat modern adalah keberadaan fakta bahwa orang-orang memiliki kesempatan yang kurang dalam menjalani proses penguasaan dengan cara yang normal. Kami tidak bermaksud berkata bahwa masyarakat modern adalah satu-satunya di mana proses penguasaannya telah dilenyapkan. Mungkin kebanyakan, apabila tidak dapat dikatakan semua masyarakat beradab, telah mengganggu proses penguasaan dalam kadar yang lebih besar atau lebih kecil. Tetapi dalam masyarakat industri modern, masalah tersebut telah menjadi benar-benar akut. Ideologi Kiri, setidaknya dalam bentuknya dewasa ini (pertengahan hingga akhir abad ke-20), turut ambil bagian dalam pengeringan perhatian pada pentingnya proses penguasaan.



PENGHANCURAN PROSES PENGUASAAN DALAM MASYARAKAT MODERN


59

Kami membagi dorongan manusia ke dalam tiga kelompok: (1) dorongan-dorongan yang dapat terpuaskan dengan upaya minimal; (2) dorongan-dorongan yang dapat terpuaskan hanya apabila dilakukan upaya yang serius; (3) dorongan-dorongan yang tak dapat cukup terpuaskan tak peduli seberapa besar upaya yang dilakukan. Proses penguasaan adalah proses pemuasan dorongan-dorongan dari kelompok kedua. Semakin banyak dorongan-dorongan yang hadir dalam kelompok ketiga, semakin banyak juga timbul frustrasi, kemarahan, rasa kekalahan, depresi, dsb.

60

Dalam masyarakat industrial modern dorongan-dorongan alamiah manusia cenderung didorong pada kelompok-kelompok pertama dan ketiga, dan kelompok kedua cenderung semakin terdiri dari dorongan-dorongan yang tercipta secara artifisial.

61

Dalam masyarakat-masyarakat primitif, kebutuhan-kebutuhan fisik secara umum jatuh pada kelompok kedua: mereka dapat diperoleh, tetapi hanya dengan upaya yang serius. Tetapi masyarakat modern cenderung menjamin kebutuhan-kebutuhan fisik bagi semua orang , dipertukarkan dengan hanya upaya minimal, dengan demikian kebutuhan-kebutuhan fisik terdorong menjadi kelompok pertama. (Mungkin akan ada ketidak setujuan tentang apakah upaya yang dibutuhkan untuk mempertahankan pekerjaan adalah sesuatu yang “minimal”; tetapi biasanya, dalam pekerjaan-pekerjaan tingkat bawah hingga menengah, sebagaimanapun besar upaya diberikan, itu hanyalah sebuah ketertundukan. Engkau duduk atau berdiri di mana engkau diperintahkan untuk duduk atau berdiri dan melakukan apapun yang diperintahkan padamu untuk dilakukan dengan cara yang juga diperintahkan untuk dilakukan. Jarang sekali engkau harus menekan dirimu sendiri secara serius, dan dalam banyak kasus engkau tidak memiliki otonomi dalam melakukan pekerjaanmu, sehingga kebutuhan akan proses penguasaan tak dapat terlayani dengan baik.)

62

Kebutuhan sosial, seperti seks, cinta dan status, tetap berada dalam kelompok kedua dalam masyarakat modern, tergantung situasi individual.

63

Maka tentu saja kebutuhan-kebutuhan artifisial telah diciptakan untuk masuk ke dalam kelompok kedua, karenanya melayani kebutuhan akan proses penguasaan. Teknik-teknik periklanan dan pemasaran telah dikembangkan sehingga membuat banyak orang merasa mereka membutuhkan hal-hal yang kakek nenek mereka tak pernah inginkan atau bahkan impikan. Hal tersebut membutuhkan upaya yang serius untuk mengumpulkan cukup uang untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan artifisial tersebut, karenanya hal tersebut jatuh ke dalam kelompok kedua. (Tetapi lihat paragraf 80-82). Manusia modern harus memuaskan kebutuhannya akan proses penguasaan kebanyakan melalui pengejarannya terhadap kebutuhan-kebutuhan artifisial yang diciptakan oleh industri periklanan dan pemasaran , dan melalui aktifitas-aktifitas sampingan.

64

Tampaknya bagi banyak orang, mungkin bagi mayoritas, bentuk-bentuk artifisial dari proses penguasaan tersebut tidaklah mencukupi. Sebuah tema yang tampak berulang kali dalam tulisan-tulisan mengenai kritik-kritik sosial dari pertengahan kedua abad ke-20 terasa tak memiliki tujuan yang mengimbas banyak orang dalam masyarakat modern. Kami berpendapat bahwa apa yang disebut “krisis identitas” ini benar-benar merupakan pencarian bagi suatu tujuan, yang seringkali berkomitmen pada sebuah aktifitas-aktifitas sampingan yang nyaman. Mungkin, eksistensialisme sebagian besarnya adalah sebuah respon terhadap ketiadaan tujuan dalam kehidupan modern.

65

Lebih jauhnya lagi, di mana tujuan-tujuan yang dikejar melalui pengumpulan uang, mendaki tangga status sosial ataupun berfungsi sebagai bagian dari sistem dalam berbagai cara, kebanyakan orang tidak berada dalam posisi di mana ia dapat mengejar tujuan-tujuannya SECARA OTONOMUS. Kebanyakan para pekerja adalah karyawan seseorang yang, sebagaimana telah kami tunjukkan dalam paragraf 61, harus menghabiskan hari-hari mereka melakukan apa yang diperintahkan pada mereka dengan cara yang juga telah diperintahkan pada mereka untuk lakukan. Bahkan kebanyakan orang yang menjalankan bisnis bagi dirinya sendiri juga hanya memiliki otonomi yang terbatas. Hal ini adalah keluhan yang kronis dari para pengusaha dan pelaku usaha kecil bahwa tangan-tangan mereka terikat dengan aturan pemerintah yang ketat. Beberapa aturan jelas tidak penting, tetapi dalam sebagian besarnya, aturan-aturan pemerintah memang esensial dan menjadi bagian-bagian yang tak dapat dihindari atas kondisi masyarakat kita yang sangat kompleks. Seporsi besar dari usaha kecil dewasa ini beroperasi dengan sistem monopoli. Dilaporkan dalam Wall Street Journal beberapa tahun lalu bahwa banyak dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan hak monopoli saat melakukan aplikasinya diharuskan membuat tes personal yang didesain untuk MENGESAMPINGKAN mereka yang memiliki kreatifitas dan inisiatif, karena orang-orang tersebut tidak cukup dungu untuk dapat selalu patuh dengan sistem monopoli. Banyak orang yang sangat membutuhkan otonomi, dikesampingkan dari usaha kecil karena hal ini.

66

Dewasa ini orang-orang hidup lebih karena kebaikan yang telah dilakukan oleh sistem BAGI mereka atau UNTUK mereka daripada kebaikan-kebaikan yang dihasilkan atas usaha mereka sendiri. Dan apa yang mereka lakukan sendiri dilakukan semakin banyak melalui saluran-saluran yang disediakan oleh sistem. Berbagai kesempatan cenderung menjadi sesuai dengan apa yang disediakan oleh sistem, kesempatan harus dieksploitasi sesuai dengan aturan dan hukum , dan teknik-teknik yang dilakukan oleh para ahli juga harus mengikuti hal-hal tersebut apabila ingin mendapatkan kesempatan untuk menjadi sukses.

67

Dengan demikian proses penguasaan dihancurkan dalam masyarakat kita karena kurangnya tujuan-tujuan nyata dan kurangnya otonomi dalam pencapaian tujuan. Tetapi hal ini juga dihancurkan karena manusia-manusia tersebut menempatkan dorongan-dorongan tersebut ke dalam kelompok ketiga: dorongan-dorongan yang tak akan pernah dapat memuaskan seseorang tak peduli sebesar apapun juga upaya yang dilakukan. Satu dari dorongan-dorongan tersebut adalah kebutuhan akan rasa aman. Hidup kita tergantung pada keputusan yang dibuat oleh orang lain; kita tidak memiliki kontrol atas seluruh keputusan-keputusan tersebut dan biasanya kita bahkan tidak tahu menahu tentang siapa orang yang membuatnya. (“Kita hidup dalam sebuah dunia di mana sejumlah relatif kecil orang—mungkin sekitar 500 atau 1000—membuat keputusan-keputusan penting” —Philip B. Heymann dari Harvard Law School, dikutip oleh Anthony Lewis, New York Times, 21 April 1995.) Hidup kita tergantung pada apakah standar keamanan di sebuah pusat tenaga nuklir benar-benar terjaga; pada sebanyak apa pestisida diperbolehkan untuk diterapkan pada makanan kita atau sebanyak apa polusi di udara kita; pada bagaimana ahlinya (atau tidak ahlinya) dokter kita; baik kita kehilangan ataupun mendapatkan pekerjaan, semua tergantung pada keputusan-keputusan yang dibuat oleh para ekonom pemerintah atau eksekutif korporasi; dan begitu seterusnya. Kebanyakan individual tidak berada dalam posisi yang dapat mengamankan diri mereka sendiri melawan seluruh ancaman-ancaman tersebut lebih daripada batas yang sangat terbatas. Pencarian individual pada hal keamanan pada gilirannya menimbulkan frustrasi, yang mana kemudian mengarah pada perasaan tak berdaya.

68

Adalah sesuatu yang mungkin dapat dibenarkan, bahwa manusia primitif secara fisik lebih rendah tingkat keamanannya dibandingkan dengan manusia modern, sebagaimana diperlihatkan dengan perkiraan hidup yang lebih singkat; karenanya setidaknya manusia modern menderita lebih sedikit rasa tak aman yang normal bagi manusia. Tetapi keamanan psikologis tidak secara dekat berhubungan dengan keamanan fisik. Apa yang membuat kita MERASA aman bukanlah sebanyak apa keamanan yang ada, melainkan sebesar apa rasa percaya diri atas kemampuan diri kita dalam menjaga diri kita sendiri. Manusia primitif, yang terancam oleh keberadaan binatang-binatang buas atau oleh kelaparan, dapat berjuang membela diri atau melakukan perjalanan untuk mencari makanan. Ia juga tak memiliki kepastian untuk sukses dalam melakukan upaya-upaya tersebut, tetapi itu tidak berarti bahwa ia tak berdaya dalam melawan hal-hal yang mengancamnya. Di sisi lain, individual modern terancam oleh banyak hal yang membuat dirinya menjadi tak berdaya; petaka-petaka nuklir, kandungan karsinogen dalam makanan, polusi lingkungan, perang, peningkatan pajak, invasi kehidupan pribadi oleh organisasi-organisasi besar, fenomena sosial atau ekonomi yang berskala nasional yang mungkin merusak jalan hidupnya.

69

Adalah sesuatu yang benar bahwa manusia primitif memang tak berdaya melawan beberapa hal yang mengancam hidupnya; sebagai contohnya terhadap penyakit. Tetapi ia dapat menerima resiko penyakit tersebut dengan ikhlas. Ini adalah bagian dari segi alamiah berbagai benda, ini bukanlah kesalahan siapapun juga, kecuali kesalahan dari hantu-hantu imajiner yang tak personal. Tetapi ancaman-ancaman bagi individual modern cenderung merupakan BUATAN MANUSIA. Hal-hal tersebut bukanlah hasil dari soal ada tidaknya kesempatan melainkan sesuatu yang DIBERIKAN atasnya oleh orang-orang lainnya di mana keputusan-keputusannya, sebagai seorang individual, tidak memberi pengaruh apapun juga. Konsekwensinya ia merasa frustrasi, terhina dan marah.

70

Dengan demikian manusia primitif dalam banyak hal menaruh persoalan keamanan pada tangannya sendiri (baik sebagai individual ataupun sebagai anggota kelompok KECIL), sementara persoalan keamanan manusia modern ada di tangan orang-orang atau organisasi-organisasi yang terlalu jauh atau terlalu besar baginya untuk secara personal dapat dipengaruhi. Maka dorongan manusia modern pada soalan keamanan cenderung jatuh pada kelompok satu dan tiga; di beberapa area (makanan, tempat tinggal, dll.) soalan keamanan dijamin dengan hanya melakukan upaya yang tak seberapa, di mana dalam area-area lain keamanan TAK DAPAT ia terapkan. (Poin-poin selanjutnya akan benar-benar menyederhanakan situasi nyata, tetapi hal tersebut diindikasikan secara kasar, umum tentang bagaimana kondisi manusia modern berbeda daripada manusia primitif).

71

Dalam kehidupan modern orang-orang memiliki banyak dorongan-dorongan sementara atau impuls-impuls yang membuat frustrasi, yang karenanya akan jatuh ke dalam kelompok ketiga. Seseorang mungkin menjadi marah, tetapi masyarakat modern tidak memperbolehkan adanya perkelahian. Dalam banyak situasi, bahkan agresi verbal pun dilarang. Saat seseorang mungkin sedang terburu-buru untuk pergi ke suatu tempat, atau mungkin seseorang sedang dalam mood yang tepat untuk bepergian dengan santai, secara umum tak seorangpun memiliki pilihan selain bergerak mengikuti arus lalu lintas dan mematuhi rambu-rambunya. Seseorang mungkin ingin melakukan sebuah pekerjaan dengan cara yang berbeda, tetapi biasanya seseorang hanya dapat bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah diberikan oleh majikannya. Dalam banyak hal lain juga, manusia modern terikat kencang oleh sejumlah jaringan aturan dan regulasi (eksplisit ataupun implisit) yang membuat frustrasi banyak impuls-impuls yang dimilikinya dan karenanya menghambat proses penguasaan. Kebanyakan aturan-aturan tersebut tak tergantikan, karena hal-hal tersebut penting bagi masyarakat industri agar dapat beroperasi dengan baik.

72

Masyarakat modern dalam beberapa hal tertentu sangat permisif. Bagi hal-hal yang tidak relevan bagi cara sistem berfungsi, kita secara umum dapat melakukan apapun yang kita inginkan. Kita dapat memeluk agama apapun yang kita sukai (selama hal tersebut tidak mendorong perilaku yang membahayakan sistem). Kita dapat pergi tidur dengan siapapun yang kita sukai (selama kita mempraktekkan “hubungan seks yang aman”). Kita dapat melakukan apapun yang kita sukai selama hal tersebut TIDAK PENTING. Tetapi bagi hal-hal yang PENTING, sistem cenderung memberi pengurangan atau mengatur ketat perilaku kita.

73

Perilaku diatur tidak hanya melalui aturan-aturan yang eksplisit dan tidak hanya oleh pemerintah. Seringkali kontrol dilakukan melalui hubungan yang tak langsung atau melalui tekanan psikologis atau manipulasi, dan dilakukan oleh organisasi-organisasi lain yang bukan bagian dari pemerintah atau sistem secara keseluruhan. Kebanyakan organisasi-organisasi besar menggunakan beberapa bentuk propaganda untuk memanipulasi sikap dan perilaku publik. Propaganda tidak terbatas pada “hal-hal komersial” dan periklanan, dan kadang hal tersebut bagi orang yang membuatnya tidak secara sadar dimaksudkan sebagai sebuah propaganda. Sebagai contoh dari hubungan yang tak langsung: tak ada hukum yang mengatakan bahwa kita harus bekerja setiap hari dan mengikuti perintah majikan kita. Secara legal tak ada yang menghalangi kita untuk hidup di alam liar seperti orang-orang primitif ataupun untuk pergi membangun bisnis kita sendiri. Tetapi pada prakteknya toh hanya sedikit sekali alam liar yang tersisa, dan tak ada ruang dalam bidang ekonomi bagi hanya sekelompok kecil pemilik usaha kecil. Karenanya kebanyakan dari kita hanya dapat bertahan hidup sebagai pekerja bagi orang lain.

74

Kami mendapat kesan bahwa manusia modern terobsesi dengan usia yang panjang, yang dengan cara mengembangkan kekuatan fisik serta daya tarik seksual bagi mereka yang berusia lanjut, menandakan sebuah gejala kehampaan yang merupakan sebuah hasil dari kurangnya kepedulian akan proses penguasaan. “Krisi paruh-baya” adalah juga sebuah gejalanya. Maka ketertarikan untuk memiliki anak juga semakin menurun dalam kehidupan umum masyarakat modern, sesuatu yang nyaris tak pernah terdengar dalam masyarakat primitif.

75

Dalam masyarakat primitif hidup adalah sebuah keberhasilan menempuh beberapa tahap kehidupan. Kebutuhan dan tujuan dari satu tahap telah terpenuhi, tak ada keengganan khusus dalam menghadapi tahap berikutnya. Seorang anak muda setelah melalui proses penguasaan dapat menjadi seorang pemburu, berburu tidak sebagai olah raga atau pemenuhan kebutuhan sampingan melainkan untuk mendapatkan daging yang dibutuhkan sebagai makanan. (Proses tersebut lebih kompleks bagi para perempuan muda, dengan tekanan yang lebih besar dari kekuasaan sosial; kami tak akan mendiskusikan hal tersebut di sini.) Apabila fase ini juga telah berhasil dilalui, maka anak muda tersebut juga tak akan ragu untuk hidup mapan dan mengemban tanggung jawab membesarkan sebuah keluarga. (Secara kontras dapat dilihat pada bagaimana beberapa manusia modern secara tegas menunda memiliki anak karena mereka terlalu sibuk mencari beberapa jenis “pemuasan”. Kami mendapat kesan bahwa pemuasan yang mereka butuhkan tidak ada kaitannya dengan pengalaman akan proses penguasaan—yang mana berurusan dengan tujuan-tujuan nyata, bukannya tujuan-tujuan artifisial ataupun aktifitas sampingan.) Lagi, setelah berhasil membesarkan anak-anaknya, melalui proses penguasaan saat menyediakan kebutuhan-kebutuhan fisik bagi anak-anak tersebut, manusia primitif merasa bahwa tugasnya telah selesai dan ia bersiap menerima datangnya masa tua (apabila ia berhasil bertahan hidup selama itu) dan juga hadirnya kematian. Kebanyakan manusia modern, di sisi lain, merasa terganggu dengan kemungkinan hadirnya kematian, sebagaimana diperlihatkan oleh sejumlah besar upaya yang mereka lakukan demi mempertahankan kondisi fisik, penampilan dan juga kesehatannya. Kami berpendapat bahwa hal ini dikarenakan kehampaan yang merupakan akibat dari fakta bahwa mereka tak pernah menggunakan kekuatan fisik mereka, tak pernah melalui proses penguasaan saat menggunakan tubuh mereka secara serius. Bukanlah manusia primitif yang menggunakan tubuh mereka setiap harinya untuk tujuan-tujuan praktis, yang cemas akan bertambahnya usia, melainkan manusia modern, yang tak pernah menggunakan tubuhnya untuk tujuan praktis selain sekedar berjalan dari mobil menuju rumahnya. Hanya mereka yang menggunakan kebutuhan akan proses penguasaanlah yang telah terpuaskan selama hidupnya, yang paling baik dalam mempersiapkan diri menerima akhir dari kehidupannya.

76

Dalam merespon argumen-argumen dalam bagian ini seseorang akan berkata, “Masyarakat harus menemukan jalan untuk memberi kesempatan bagi orang-orangnya agar dapat melalui proses penguasaan.” Bagi beberapa orang, nilai kesempatan telah dihancurkan dengan fakta nyata yang diberikan oleh masyarakat padanya. Apa yang mereka butuhkan adalah menemukan atau membuat kesempatan mereka sendiri. Selama sistem MEMBERIKAN mereka kesempatan, mereka akan masih terus terikat oleh sistem. Untuk mendapatkan otonomi mereka harus keluar dari ikatan tersebut.



BAGAIMANA BEBERAPA ORANG MENYESUAIKAN DIRI


77

Tidak semua orang dalam masyarakat industrial-teknologikal menderita masalah-masalah psikologis. Beberapa orang bahkan menyatakan cukup puas dengan masyarakat seperti demikian. Kami sekarang mendiskusikan beberapa alasan mengapa orang-orang merespon dengan sangat berbeda tentang masyarakat modern.

78

Pertama-tama, tak diragukan lagi ada perbedaan-perbedaan kekuatan dalam dorongan untuk berkuasa. Individual-individual yang memiliki dorongan untuk berkuasa yang lemah mungkin secara relatif hanya sedikit membutuhkan proses penguasaan, atau setidaknya secara relatif membutuhkan sedikit saja otonomi dalam proses penguasaan. Mereka itu adalah tipe-tipe orang yang jinak dan patuh yang akan bahagia sebagaimana para budak perkebunan kulit hitam di Selatan (Amerika bagian selatan dalam era perang sipil Amerika—Ed.). (Kami tidak bermaksud mencemooh para “budak perkebunan kulit hitam” di Selatan. Kebanyakan para budak TIDAK merasa nyaman dengan kepatuhan mereka. Kami mencemooh orang-orang yang nyaman dengan kepatuhan.)

79

Beberapa orang mungkin memiliki dorongan tertentu yang dalam proses pemuasan kebutuhannya membutuhkan proses penguasaan. Sebagai contohnya, mereka yang memiliki dorongan kuat yang sangat tidak biasa demi status sosial, mungkin akan menghabiskan seluruh hidup mereka mendaki tangga status sosial tanpa pernah merasa bosan dengan permainan tersebut.

80

Kelemahan orang-orang bervariasi dalam teknik-teknik periklanan dan pemasaran sangat bervariasi. Beberapa orang memiliki kelemahan yang bahkan apabila mereka telah berhasil membuat sebuah deal besar soal uang, mereka tak akan dapat memuaskan keinginan mereka yang konstan terhadap mainan-mainan baru yang cemerlang yang disodor-sodorkan oleh industri pemasaran di depan mata mereka. Maka mereka akan selalu merasa tertekan secara finansial bahkan apabila pendapatan mereka sangat besar, dan keinginan-keinginan merekalah yang membuat frustrasi.

81

Beberapa orang memiliki sedikit kelemahan dalam teknik-teknik periklanan dan pemasaran. Mereka inilah orang-orang yang tidak tertarik pada uang. Penumpukan material tidak memuaskan kebutuhan mereka akan proses penguasaan.

82

Beberapa orang yang memiliki kelemahan dalam tingkat yang sedang dalam teknik-teknik periklanan dan pemasaran, akan mampu untuk menyimpan cukup uang guna memuaskan kebutuhan mereka akan barang dan jasa, tetapi hanya atas upaya mereka yang serius (melakukan kerja lembur, memiliki pekerjaan sampingan, mendapatkan promosi, dsb.). Dengan demikian, penumpukan material melayani kebutuhan mereka akan proses penguasaan. Tetapi hal tersebut tidak selalu berarti bahwa kebutuhan mereka benar-benar terpenuhi. Mereka mungkin tidak cukup memiliki otonomi dalam proses penguasaannya (pekerjaan mereka sekedar menjalankan perintah) dan beberapa dorongan mereka membuat frustrasi (antara lain soal keamanan dan agresi). (Kami telah bersalah karena terlalu menyederhanakan masalah dalam paragraf 80-82, tapi kami melakukannya karena kami berasumsi bahwa hasrat untuk penumpukan material sepenuhnya adalah kreasi dari industri periklanan dan pemasaran. Tentu saja hal tersebut bukan sesuatu yang sederhana.)

83

Beberapa orang dapat memuaskan sebagian kebutuhannya akan kekuasaan dengan cara mengidentifikasikan diri mereka sendiri dengan sebuah organisasi yang kuat atau gerakan massa. Seorang individual yang kurang memiliki tujuan-tujuan atau kekuatan bergabung dengan sebuah gerakan atau organisasi, mengadopsi tujuan-tujuan mereka seakan tujuannya sendiri, lantas berjuang mencapai tujuan-tujuan tersebut. Saat beberapa tujuan tersebut telah tercapai, individual tersebut, walaupun upaya personalnya tidak memainkan peran yang signifikan dalam pencapaian beberapa tujuan tersebut, merasa (melalui identifikasi dirinya dengan gerakan atau organisasi tersebut) telah melalui proses penguasaan. Fenomena ini dieksploitasi oleh para Fasis, Nazi dan Komunis. Masyarakat kita juga memanfaatkan hal tersebut, walaupun tidak terlalu terang-terangan. Contohnya: Manuel Noriega mengganggu kepentingan Amerika Serikat (AS) (tujuan: menghukum Noriega). AS menginvasi Panama (upaya) dan menghukum Noriega (pencapaian tujuan). AS telah melalui proses penguasaan dan banyak publik Amerika, karena identifikasi mereka dengan negara AS, mengalami proses penguasaan yang seolah-olah mereka alami sendiri. Oleh karenanya, publik secara luas menyetujui invasi Panama; hal tersebut memberi mereka sensasi kekuasaan. Kami melihat fenomena yang sama dalam ketentaraan, korporasi, partai-partai politik, organisasi-organisasi kemanusiaan, gerakan-gerakan agama atau religius. Secara khusus, gerakan-gerakan Kiri cenderung menarik minat mereka yang berusaha memuaskan kebutuhan mereka akan proses penguasaan. Tetapi kebanyakan orang yang mengidentifikasikan diri dengan sebuah organisasi besar atau sebuah gerakan massa, tidak sepenuhnya dapat memuaskan kebutuhan mereka akan proses penguasaan.

84

Cara lain yang ditempuh oleh orang-orang dalam memuaskan kebutuhan mereka akan proses penguasaan adalah melalui aktifitas-aktifitas sampingan. Sebagaimana kami telah menjelaskannya dalam paragraf 38-40, aktifitas sampingan ditujukan pada tujuan-tujuan yang artifisial yang dikejar oleh individu demi “kepuasan” yang ia dapatkan saat mencapai tujuannya, bukan karena ia memang benar-benar perlu mencapai tujuan itu sendiri. Singkatnya, tak ada motivasi praksis dalam memperbesar otot, memukul bola ke dalam lubang atau mengumpulkan satu seri lengkap dari serial perangko. Walau demikian, banyak orang dalam masyarakat kita mendedikasikan diri mereka dengan hasrat akan bodybuilding, golf atau filateli. Beberapa orang lebih “atas dorongan orang lain” daripada yang lainnya, dan karenanya mereka akan lebih siap menyerang kepentingan aktifitas-aktifitas sampingan tersebut sekedar karena orang-orang di sekeliling mereka memperlakukan aktifitas-aktifitas tersebut seakan-akan sesuatu yang penting atau karena masyarakat memberitahukan pada mereka bahwa aktifitas-aktifitas tersebut penting. Ini alasannya mengapa orang-orang menjadi sangat serius pada aktifitas-aktifitas tak berguna seperti olah raga, atau bermain kartu, atau catur, atau mendapatkan beasiswa, sementara orang-orang yang berpikir lebih jernih tak pernah melihat hal-hal tersebut sebagai hal penting selain sekedar aktifitas sampingan di mana mereka, sebagai konsekwensinya, tak pernah terlibat secara khusus demi memuaskan kebutuhan mereka atas proses penguasaan. Maka tersisa poin di mana dalam banyak kasus cara seseorang menyimpan untuk hidupnya adalah juga aktifitas sampingan. Bukan aktifitas sampingan MURNI, semenjak sebagian motif atas aktifitas tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik dan (bagi beberapa orang) status sosial dan kemewahan yang diinginkan oleh mereka—walaupun itu adalah karena iklan. Tetapi banyak orang melakukan kerja mereka dengan upaya berlebih daripada yang dibutuhkan tak peduli seberapa besar uang dan status yang telah mereka dapatkan, dan upaya ekstra ini dapat dikategorikan ke dalam aktifitas sampingan. Upaya ekstra ini, bersama dengan investasi emosional yang menyertainya, adalah kekuatan potensial untuk bertindak pada keberlangsungan pengembangan dalam menyempurnakan sistem ini, yang berkonsekwensi negatif pada kebebasan manusia (lihat paragraf 131). Khususnya, bagi banyak ilmuwan dan teknisi yang kreatif, kerja cenderung dilihat sebagai aktifitas sampingan. Poin ini sangat penting sehingga membutuhkan sebuah diskusi yang terpisah, yang akan kami berikan berikutnya (dalam paragraf 87-92).

85

Dalam bagian ini kami menjelaskan bagaimana banyak orang dalam masyarakat industrial memuaskan kebutuhan mereka akan proses penguasaan dalam tingkat yang banyak ataupun sedikit. Tetapi kami berpikir bahwa bagi mayoritas orang kebutuhan akan proses penguasaan tidak sepenuhnya terpuaskan. Di tingkat pertama adalah mereka yang memiliki dorongan tak terpuaskan atas status, atau mereka yang secara sukarela “terpaut” pada aktifitas sampingan, atau mereka yang mengidentifikasikan diri dengan kuat dengan sebuah gerakan atau organisasi demi memuaskan kebutuhan mereka akan penguasaan dengan cara-cara tersebut. Yang lain adalah mereka yang tak sepenuhnya terpuaskan dengan aktifitas-aktifitas sampingan atau dengan mengidentifikasikan diri dengan sebuah organisasi (lihat paragraf 41, 64). Di tingkat kedua, terlalu banyak kontrol yang dilakukan oleh sistem melalui aturan-aturan yang eksplisit ataupun melalui sosialisasi, yang berakibat pada kurangnya otonomi, sehingga menghadirkan frustrasi atas ketidak mungkinan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu serta hadirnya kebutuhan yang menjerat terlalu banyak impuls.

86

Tetapi bahkan apabila kebanyakan orang dalam masyarakat industrial-teknologikal ini telah terpuaskan, kami (FC) akan tetap beroposisi pada bentuk masyarakat tersebut, karena (di antara beberapa alasan lainnya) kami menganggap kebutuhan seseorang atas proses penguasaan seharusnya adalah dengan mengejar tujuan-tujuan nyata, bukan melalui aktifitas-aktifitas sampingannya atau melalui pengidentifikasian dengan sebuah organisasi.



BEBERAPA MOTIF PARA ILMUWAN

87

Ilmu pengetahuan dan teknologi menyediakan contoh-contoh terpenting dari aktifitas-aktifitas sampingan. Beberapa ilmuwan mengklaim bahwa mereka termotivasi oleh “rasa ingin tahu”, yang gagasannya sendiri jelas absurd. Kebanyakan ilmuwan mengerjakan masalah-masalah berspesialisasi tinggi yang bukan menjadi obyek bagi berbagai keingintahuan yang normal. Contohnya adalah apakah seorang ahli astronomi, ahli matematika atau ahli etnomologi ingin tahu tentang zat-zat pembentuk isopropyltrimethyl-methane? Tentu tidak. Hanya seorang ahli kimia yang penasaran pada hal tersebut, dan ia penasaran pada hal tersebut karena ilmu kimia adalah aktifitas sampingannya. Apakah seorang ahli kimia ingin tahu tentang klasifikasi yang tepat dari seekor kumbang spesies baru? Tidak. Pertanyaan tersebut hanya menarik bagi etnomologis, yang mana ia tertarik padanya hanya karena etnomologi adalah aktifitas sampingannya. Apabila ahli kimia dan etnomologis harus memaksa diri mereka secara serius untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan fisikal mereka, dan apabila upaya yang memaksa mereka menggunakan seluruh kemampuannya dalam sebuah cara yang menarik walaupun tidak sejalur dengan kepentingan ilmiah, maka mereka mungkin tak akan peduli pada isopropyltrimethylmethane atau klasifikasi kumbang. Andaikata kurangnya dana untuk melanjutkan studi telah memaksa seorang ahli kimia untuk bekerja menjadi seorang pengusaha asuransi bukannya seorang ahli kimia. Dalam kasus tersebut ia akan sangat tertarik pada soalan-soalan asuransi tetapi tak peduli lagi pada isopropyltrimethylmethane. Dalam banyak kasus, seorang ilmuwan harus menghabiskan banyak waktu dan upaya yang tak wajar demi memuaskan keingintahuannya. Penjelasan “rasa ingin tahu” bagi motif-motif para ilmuwan tidak bisa dianggap serius.

88

Alasan “demi kepentingan kemanusiaan” juga tidak lebih baik. Beberapa kerja yang dilakukan oleh ilmuwan tidak memiliki relasi logis pada kesejahteraan umat manusia—contohnya arkeologi dan linguistik komparatif. Beberapa area lain dari ilmu pengetahuan justru menghadirkan kemungkinan-kemungkinan yang membahayakan. Tetapi tetap saja para ilmuwan dalam area-area tersebut antusias pada pekerjaannya semisal mengembangkan vaksin atau meneliti tingkat polusi udara. Ambil contoh kasus Dr. Edward Teller, yang saat mempromosikan reaktor-reaktor tenaga nuklirnya menjadi sangat emosional. Apakah keterlibatannya berasal dari hasratnya atas kepentingan kemanusiaan? Apabila demikian, maka mengapa Dr. Teller tidak menjadi emosional pada soalan-soalan “kemanusiaan” lainnya? Apabila ia peduli pada kemanusiaan maka mengapa ia malah mengembangkan bom hidrogen? Sebagaimana juga pencapaian banyak ilmuwan lainnya, pencapaiannya justru membuka pertanyaan apakah benar reaktor tenaga nuklir benar-benar memberi banyak manfaat bagi umat manusia. Apakah tenaga listrik yang murah kurang banyak memberi limbah dan resiko kecelakaan? Dr. Teller melihat hanya pada satu sisi pertanyaan. Jelas keterlibatan emosionalnya pada tenaga nuklir tidak muncul dari hasratnya “demi kepentingan kemanusiaan” melainkan dari pemuasan personal yang ia dapat dari pekerjaannya dan dari penggunaan praksis hasil kerjanya.

89

Hal yang sama juga berlaku bagi para ilmuwan pada umumnya. Dengan beberapa pengecualian yang sangat jarang, motif-motif mereka bukanlah rasa ingin tahu ataupun hasrat demi kepentingan kemanusiaan melainkan kebutuhan untuk menjalani proses penguasaan: untuk memiliki sebuah tujuan (sebuah masalah ilmu pengetahuan yang perlu diselesaikan), untuk memiliki sebuah upaya (riset) dan untuk mencapai sebuah tujuan (solusi bagi masalah tersebut). Ilmu pengetahuan adalah sebuah aktifitas sampingan karena kebanyakan para ilmuwan menekuninya demi kepuasan yang mereka dapatkan dari hasil kerja mereka.

90

Tentu saja hal tersebut tidak sederhana. Beberapa motif lain juga memiliki peranannya sendiri bagi banyak ilmuwan. Uang dan status sebagai contohnya. Beberapa ilmuwan mungkin adalah tipe orang-orang yang memiliki dorongan dahsyat demi status (lihat paragraf 79) dan hal ini menyediakan banyak motivasi atas kerja mereka. Tidak diragukan lagi, kebanyakan ilmuwan, seperti juga mayoritas populasi, rentan terhadap pengaruh teknik-teknik periklanan dan pemasaran serta membutuhkan uang untuk memuaskan pengejaran mereka akan barang dan jasa. Dengan demikian ilmu pengetahuan bukanlah sebuah aktifitas sampingan MURNI. Tetapi dalam porsi besarnya, ilmu pengetahuan memang termasuk aktifitas sampingan.

91

Juga, ilmu pengetahuan dan teknologi mengkonstitusikan sebuah gerakan kekuasaan yang massif, dan banyak ilmuwan memenuhi kebutuhannya akan kekuasaan melalui pengidentifikasian mereka dengan gerakan yang massif ini. (Lihat paragraf 83)

92

Dengan demikian, ilmu pengetahuan berjalan dengan membabi buta, tanpa peduli pada kesejahteraan umat manusia atau pada berbagai standar lainnya, patuh hanya pada kebutuhan psikologis para ilmuwannya, pada para agen-agen pemerintah dan para eksekutif korporasi yang menyediakan dana riset bagi mereka.



NILAI-NILAI TIPIKAL KEBEBASAN

93

Kami akan berpendapat bahwa masyarakat industrial-teknologikal tak akan dapat direformasikan yang dengannya juga sekaligus dapat mencegah penyempitan lingkup kebebasan manusia secara progresif. Tetapi karena “kebebasan” adalah sebuah kata yang dapat diinterpretasikan dalam banyak bentuk, pertama-tama kita harus memberikan penjelasan tentang jenis kebebasan seperti apa yang kita inginkan.

94

“Kebebasan” yang kami maksudkan adalah kesempatan untuk menjalani proses penguasaan, dengan keberadaan tujuan-tujuan nyata bukannya tujuan-tujuan artifisial dari aktifitas-aktifitas sampingan, dan tanpa campur tangan, manipulasi atau pengarahan dari siapapun, khususnya dari organisasi besar manapun juga. Kebebasan berarti memegang kontrol (baik secara individual atau sebagai anggota sebuah kelompok KECIL) atas berbagai persoalan hidup-dan-mati dari eksistensi seseorang; makanan, pakaian, tempat tinggal dan pembelaan diri melawan ancaman apapun yang mungkin hadir dalam satu lingkup kehidupan seseorang tersebut. Kebebasan berarti memiliki kekuatan; bukan kekuatan untuk mengontrol orang lain melainkan kekuatan untuk mengontrol lingkungan kehidupannya sendiri. Seseorang tidak memiliki kebebasan apabila orang lain (khususnya organisasi besar) memiliki kekuasaan atasnya, tak peduli seberapa baik, toleran dan permisifnya kekuasaan tersebut dalam pengaplikasiannya. Adalah sesuatu yang penting untuk tidak mengaburkan kebebasan dengan kepermisifan. (Lihat paragraf 71)

95

Sering dikatakan bahwa kita hidup dalam sebuah masyarakat yang bebas karena kita memiliki sejumlah hak yang dijamin secara konstitusional. Tetapi hal-hal tersebut tidak sepenting kelihatannya. Tingkat kebebasan personal yang eksis dalam sebuah masyarakat ditentukan lebih oleh struktur ekonomi dan teknologi masyarakat tersebut, bukannya oleh hukum dan bentuk pemerintahannya. Kebanyakan bangsa-bangsa indian di New England adalah kaum monarkis, dan di banyak kota Renaissance Italia dikontrol oleh diktator. Tetapi saat membaca mengenai masyarakat-masyarakat tersebut, seseorang akan mendapatkan impresi bahwa mereka memberikan lebih banyak kebebasan personal daripada yang diberikan oleh masyarakat kita saat ini. Hal ini sebagian dikarenakan mereka kurang memiliki mekanisme penegakkan aturan penguasa: tak ada kekuatan polisi yang modern dan terorganisir rapi, tak ada komunikasi jarak jauh yang gencar, tak ada kamera pengawas, tak ada dokumen-dokumen informasi tentang kehidupan penduduknya. Dengan demikian adalah sesuatu yang relatif mudah untuk melepaskan diri dari kontrol.

96

Tentang hak-hak konstitusional kita, ambil sebagai contohnya kebebasan pers. Kami jelas tidak bermaksud menghajar hak tersebut: hal tersebut adalah alat yang sangat penting untuk membatasi konsentrasi kekuasaan politik dan menjaga mereka yang memiliki kekuasaan politik agar tetap berjalan di jalurnya dengan secara terbuka mengekspos setiap perilaku menyimpang yang mereka lakukan. Tetapi kebebasan pers hanya sedikit gunanya bagi warga negara biasa sebagai individual. Media massa sebagian besar berada di bawah kontrol organisasi-organisasi besar yang terintegrasi ke dalam sistem. Setiap orang yang memiliki sedikit uang bisa mencetak sesuatu, atau mendistribusikannya melalui internet atau dengan cara lainnya, tetapi apa yang ia katakan akan terkubur oleh saking banyaknya material yang dipublikasikan oleh media, dengan demikian praktis ia tak menimbulkan efek apapun. Bagi kebanyakan individual dan kelompok-kelompok kecil, adalah sesuatu yang nyaris tak mungkin untuk membuat impresi pada masyarakat melalui kata-kata. Ambil kami (FC) sebagai contohnya. Apabila kami tidak pernah melakukan kekerasan apapun dan sekedar mengirimkan tulisan-tulisan ini pada penerbit, mereka mungkin tidak akan menerimanya. Apabila mereka menerima dan mempublikasikannya, tulisan-tulisan tersebut mungkin tidak akan menarik minat pembaca, karena jelas lebih menyenangkan untuk menonton program hiburan yang dipublikasikan oleh media daripada membaca sebuah essay yang dibuat dengan sangat sadar. Bahkan jika tulisan-tulisan tersebut meraup banyak pembaca, kebanyakan pembacanya akan dengan segera melupakan apa yang mereka baca karena pikiran mereka dibanjiri oleh material yang massif yang diekspos oleh media bagi mereka. Untuk membawa pesan kita ke hadapan publik dan memiliki kesempatan impresi yang bertahan lama, kami harus membunuh orang.

97

Hak-hak konstitusional pada poin tertentu memang berguna, tetapi hal-hal tersebut tidak memberi garansi lebih dari sekedar apa yang dapat disebut sebagai konsepsi kebebasan borjuis. Selaras dengan konsepsi borjuis, seorang manusia yang “bebas” secara esensial adalah satu elemen dari sebuah mesin sosial dan hanya memiliki satu jenis kebebasan yang ditentukan dan tak dibatasi; kebebasan-kebebasan yang didesain untuk melayani kepentingan mesin sosial jauh lebih banyak daripada melayani kepentingan individual. Dengan demikian manusia borjuis yang “bebas” memiliki kebebasan ekonomi karena hal tersebut mempromosikan pertumbuhan dan kemajuan; ia memiliki kebebasan pres karena kritik publik mengekang penyimpangan para pemimpin politik; ia memiliki sebuah hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil karena pemenjaraan atas ulah yang dilakukan oleh mereka yang berkuasa jelas menjadi sesuatu yang buruk bagi sistem. Ini jelas perilaku Simon Bolivar. Bagi dirinya, orang-orang berhak mendapatkan kebebasan hanya jika mereka menggunakannya untuk mempromosikan kemajuan (kemajuan yang dipahami oleh para borjuis). Beberapa pemikir borjuis lainnya telah mengambil sebuah pandangan yang mirip tentang kebebasan sebagai sebuah upaya menuju tujuan akhir kolektif. Chester C. Tan dalam “Chinese Political Thought in the Twentieth Century” halaman 202, menerangkan filsafat Hu Han-Min, seorang pemimpin Kuomintang, sebagai berikut: “Seorang individual dijamin hak-haknya karena ia adalah seorang anggota masyarakat dan kehidupan komunitinya memberikan beberapa hak tersebut. Komuniti yang dimaksud Hu adalah masyarakat bangsa secara keseluruhan.” Dan di halaman 259 Tan menunjukkan bahwa merunut pada Carsum Chang (Chang Chunmai, kepala Partai Sosialis Negara Cina), kebebasan harus digunakan untuk kepentingan negara dan rakyat secara keseluruhan. Tetapi kebebasan jenis apa yang dimiliki oleh seseorang apabila kebebasan tersebut hanya dapat digunakan sesuai yang telah ditetapkan oleh orang lain? Konsepsi FC tentang kebebasan tidak sama dengan konsepsi Bolivar, Chang atau para teoris borjuis lainnya. Masalah dengan para teoris tersebut adalah bahwa mereka telah membuat pengembangan dan aplikasi atas teori-teori sosial berdasarkan pada aktifitas sampingan mereka. Konsekwensinya, para teoris didesain untuk melayani kepentingan para teoris tersebut lebih daripada kepentingan setiap orang yang mungkin tidak cukup beruntung untuk hidup dalam masyarakat di mana teori-teori tersebut diterapkan.

98

Satu poin lagi yang harus ditambahkan dalam bagian ini: jangan berasumsi bahwa seseorang memiliki kebebasan yang cukup hanya karena ia MENGATAKAN bahwa kebebasan tersebut telah cukup baginya. Kebebasan dibatasi sebagian oleh kontrol psikologis yang tak disadari oleh orang-orang, dan lebih jauhnya lagi banyak ide orang-orang tentang kebebasan konstitusional ditentukan lebih oleh aturan sosial bukannya oleh kebutuhan-kebutuhan nyata mereka. Misalnya, telah menjadi sesuatu yang umum saat banyak tipe kaum Kiri yang telah teroversosialiasikan mengatakan bahwa kebanyakan orang, termasuk diri mereka sendiri hanya sedikit tersosialisasikan, bukannya terlalu banyak, yang artinya bahwa kaum Kiri tersebut telah membayar harga psikologis yang besar atas sosialisasi tingkat tinggi mereka.



BEBERAPA PRINSIP SEJARAH

99

Pikirkan sejarah sebagai sebuah perpaduan dari dua buah komponen: sebuah komponen tak beraturan yang terdiri dari peristiwa-peristiwa tak terduga yang sama sekali tidak mengikuti alur yang tampak, dan sebuah komponen tetap yang terdiri dari gejala-gejala sejarah jangka panjang. Di sini kami memfokuskan pada gejala-gejala jangka panjang.

100

PRINSIP PERTAMA. Apabila sebuah perubahan KECIL yang dibuat mempengaruhi sebuah gejala sejarah jangka panjang, maka efek yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut selalu tak pernah kekal—gejala tersebut akan dengan segera kembali pada keadaan awalnya. (Misalnya: sebuah gerakan reformasi yang didesain untuk membersihkan korupsi politik dalam sebuah masyarakat jarang sekali memberikan efek yang berjangka pendek; cepat atau lambat para reformer akan beristirahat dan korupsi perlahan hadir kembali. Tingkat korupsi politik dalam sebuah masyarakat cenderung konstan, atau berubah sangat perlahan bersamaan dengan evolusi masyarakat itu sendiri. Normalnya, sebuah pembersihan politik hanya akan menjadi permanen apabila dibarengi dengan perubahan sosial yang meluas; sebuah perubahan KECIL di tengah masyarakat tak akan pernah cukup.) Apabila sebuah perubahan kecil dalam sebuah gejala sejarah jangka panjang hadir menjadi permanen, itu adalah karena perubahan tersebut beraksi dalam arah di mana gejala itu sendiri telah bergerak, maka gejala tersebut tidak berubah melainkan didorong selangkah ke depan.

101

Prinsip pertama tersebut hampir menyerupai sebuah pengulangan. Apabila sebuah gejala menjadi tidak stabil akibat perubahan-perubahan kecil, maka ia akan berkelana secara acak bukannya mengikuti arah yang pasti; dengan kata lain ia sama sekali tak akan pernah menjadi sebuah gejala yang berjangka panjang.

102

PRINSIP KEDUA. Apabila sebuah perubahan yang dibuat cukup besar sehingga mengubah secara permanen sebuah gejala jangka panjang, maka ia akan mengubah masyarakat secara menyeluruh. Dengan kata lain, sebuah masyarakat adalah sebuah sistem di mana seluruh bagiannya saling berhubungan, dan engkau tak akan dapat secara permanen mengubah setiap bagian pentingnya tanpa sekaligus mengubah seluruh bagian lainnya.

103

PRINSIP KETIGA. Apabila sebuah perubahan yang dibuat cukup besar sehingga mengubah secara permanen sebuah gejala jangka panjang, maka konsekuensi bagi masyarakat secara keseluruhan tak dapat diprediksikan dengan tepat. (Kecuali berbagai masyarakat lain telah melalui perubahan yang sama dan mengalami konsekuensi yang sama, di mana dalam kasus ini seseorang dapat memprediksikan dengan basis empirik, bahwa masyarakat lainnya yang akan melalui perubahan yang sama, akan mengalami konsekuensi yang juga mirip.)

104

PRINSIP KEEMPAT. Sebuah jenis masyarakat baru tak akan dapat didesain di atas kertas. Artinya bahwa, engkau tak dapat merencanakan sebuah bentuk baru sebuah masyarakat dengan tepat, lantas kemudian membentuknya dan mengharapkannya akan berfungsi sesuai dengan desain yang engkau buat.

105

Prinsip ketiga dan keempat bersumber dari kompleksitas masyarakat manusia. Sebuah perubahan dalam perilaku manusia akan mempengaruhi bentuk ekonomi sebuah masyarakat dan lingkungan fisiknya; perubahan ekonomi akan mempengaruhi lingungan dan begitu juga sebaliknya, dan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan lingkungan akan mempengaruhi kompleksitas perilaku manusia, dengan cara-cara yang tak dapat terprediksikan; dan begitulah selanjutnya. Jalinan-jalinan sebab dan akibat tersebut jauh lebih kompleks untuk dapat diusut dan dipahami.

106

PRINSIP KELIMA. Orang-orang tidak secara sadar dan rasional memilih bentuk masyarakat mereka. Masyarakat berkembang melalui proses evolusi sosial yang tidak dapat dirasionalisasikan oleh kontrol manusia.

107

Prinsip kelima adalah sebuah konsekuensi dari keempat prinsip lainnya.

108

Sebagai ilustrasi: dengan prinsip kelima, secara umum dapat dikatakan bahwa sebuah upaya melakukan reformasi sosial hanya akan dapat dilakukan sejalan dengan arah yang telah dikembangkan oleh masyarakat (maka ia sekedar mengakselerasikan perubahan yang akan timbul dalam berbagai kasus) atau di sisi lain ia hanya akan memberikan efek temporer, sehingga dengan segera masyarakat akan tergelincir kembali ke dalam alur lamanya. Untuk memberikan sebuah perubahan yang berjangka panjang dalam arah yang telah dikembangkan oleh berbagai aspek penting sebuah masyarakat, maka reformasi menjadi sia-sia dan yang dibutuhkan adalah revolusi. (Sebuah revolusi tidak selalu berarti pemberontakan bersenjata atau penggulingan sebuah pemerintahan.) Dengan memperhatikan pada prinsip kedua, sebuah revolusi tak pernah mengubah hanya satu aspek saja dari sebuah masyarakat; dan memperhatikan prinsip ketiga, perubahan-perubahan terjadi tanpa pernah sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh para revolusioner. Memperhatikan prinsip keempat, saat para revolusioner atau para utopian membentuk sebuah jenis masyarakat tertentu, ia tak akan pernah berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

109

Revolusi Amerika tidak memberikan sebuah contoh yang berbeda. “Revolusi” Amerika bukanlah sebuah revolusi sesuai arti katanya, melainkan sebuah perang kemerdekaan yang diikuti oleh sebuah reformasi politik jangka panjang. Para Founding Fathers (Bapak Penemu) tidak mengubah arah perkembangan masyarakat Amerika ataupun juga sekedar memiliki aspirasi terhadap hal tersebut. Mereka hanya membebaskan perkembangan masyarakat Amerika dari efek penguasaan Inggris yang membuatnya terbelakang. Reformasi politik mereka tidak mengubah gejala dasar apapun, melainkan hanya mendorong kultur politik Amerika sesuai dengan arah perkembangan alamiahnya. Masyarakat Inggris, yang menjadi panutan masyarakat Amerika, telah lama berkembang dalam arah demokrasi representatif. Dan sebelum Perang Kemerdekaan, orang-orang Amerika telah mempraktekkan demokrasi representatif dalam tingkat yang signifikan melalui badan-badan kolonialnya. Sistem politik yang dimapankan oleh badan Konstitusi mengambil model dari sistem Inggris dan badan-badan kolonial. Dengan perubahan besar, untuk pastinya—tak diragukan lagi bahwa para Founding Fathers telah mengambil sebuah langkah penting. Tetapi itu adalah langkah yang sejalan dengan jalan yang telah dilalui dunia yang menggunakan bahasa Inggris. Buktinya, populasi di Inggris dan seluruh koloninya secara dominan adalah orang keturunan Inggris yang mewarisi sistem demokrasi representatif, yang secara esensial mirip dengan Amerika Serikat. Apabila para Founding Fathers telah kehilangan keberaniannya dan menolak menandatangani Deklarasi Kemerdekaan, cara kita hidup saat ini secara signifikan tak akan terlalu berbeda. Mungkin kita hanya memiliki sebuah ikatan yang dekat dengan Inggris, dan akan memiliki sebuah parlemen dan perdana menteri, bukannya sebuah kongres dan presiden. Bukan sesuatu yang penting. Dengan demikian Revolusi Amerika tidak memberikan sebuah contoh yang berbeda pada prinsip-prinsip kami, melainkan ia justru memberikan ilustrasi yang jelas tentangnya.

110

Tapi tetap, seseorang harus menggunakan pemahaman umum untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip di atas. Kesemua prinsip tersebut terekspresikan dalam sebuah bahasa yang kurang tepat yang akan memunculkan beragam interpretasi, dan tentu saja pengecualian akan tetap dapat ditemukan. Maka kami mengajukan prinsip-prinsip tersebut bukan sebagai sebuah hukum yang tak dapat dilanggar, melainkan sebagai sebuah aturan dasar, atau sebuah pengantar pola pikir, yang mungkin akan dapat menyediakan sebuah antidot terpisah bagi ide-ide yang naif tentang masa depan masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut harus dikandung secara konstan dalam pikiran, dan saat seseorang mencapai sebuah kesimpulan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut, maka orang tersebut harus dengan hati-hati meneliti ulang pola pikirnya dan bersikukuh dengan kesimpulannya hanya apabila ia memiliki alasan-alasan yang bagus dan solid dalam menentukan pilihannya tersebut.



MASYARAKAT INDUTRIAL-TEKNOLOGIKAL TAK AKAN DAPAT DIREFORMASI

111

Prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas membantu untuk memperlihatkan betapa sulitnya untuk mereformasi sistem industrial dalam cara apapun apabila tujuannya untuk mencegahnya secara progresif mempersempit ruang kebebasan kita. Ada sebuah kecenderungan konstan, kembali setidaknya pada Revousi Industri, di mana teknologi diperkuat oleh sistem dengan harga tinggi yang harus dibayar oleh kebebasan individual dan otonomi lokal. Karenanya setiap perubahan yang didesain untuk melindungi kebebasan dari teknologi akan menjadi kontras dengan gejala fundamental dalam perkembangan masyarakat kita. Konsekuensinya, beberapa perubahan akan menjadi temporer—yang akan segera dihajar oleh gelombang sejarah—atau, apabila cukup besar sehingga menjadi permanen, akan memberi perubahan dalam cara yang tak terprediksikan dengan tepat (sesuai dengan prinsip ketiga), yang artinya juga beresiko besar. Perubahan-perubahan demi kebebasan yang cukup besar sehingga menumbulkan perbedaan yang bertahan lama, tak akan diinginkan karena disadari bahwa hal tersebut akan menghancurkan sistem hingga ke liang lahat. Maka setiap upaya reformasi akan terlalu malu-malu agar menjadi efektif. Bahkan apabila perubahan-perubahan yang terjadi cukup besar untuk membuat sebuah perbedaan yang tahan lama dilakukan, hal-hal tersebut akan ditarik kembali saat efek-efek kehancurannya menjadi nyata. Dengan demikian, perubahan-perubahan permanen atas nama kebebasan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang bersiap menerima perubahan yang radikal, berbahaya dan tak terprediksikan dari seluruh sistem ini. Dengan kata lain, perubahan tersebut hanya dapat dilakukan oleh para revolusioner, bukan oleh para reformis.

112

Orang-orang yang ingin menyelamatkan kebebasan tanpa mengorbankan kenyamanan yang didapat dari teknologi, akan menyarankan skema-skema naif tentang beberapa bentuk masyarakat baru yang akan menggabungkan kebebasan dengan teknologi. Terlepas dari fakta bahwa orang yang memberi saran tersebut jarang mengajukan tindak-tindak praksis tentang bentuk masyarakat baru yang mereka ajukan, hal tersebut mengacu pada prinsip keempat yang bahkan apabila bentuk masyarakat baru dapat dimapankan, hal tersebut akan kolaps atau setidaknya memberikan hasil yang benar-benar berbeda dari yang diharapkan.

113

Maka bahkan dalam tataran yang sangat umum sekalipun, tampaknya sangat tak mungkin dalam cara apapun juga, bahwa perubahan masyarakat dapat dibangun dengan menggabungkan kebebasan dengan teknologi modern. Dalam beberapa bagian selanjutnya, kami akan memberikan alasan-alasan yang lebih spesifik untuk menjelaskan mengapa kebebasan dan kemajuan teknologi tak cocok satu sama lain.



DALAM MASYARAKAT INDUSTRIAL, PEMBATASAN KEBEBASAN TAK AKAN TERELAKKAN

114

Sebagaimana telah diterangkan dalam paragraf 65—67,70—73, manusia modern terikat oleh jejaring aturan dan regulasi, dan nasibnya tergantung pada aksi-aksi seseorang yang mengendalikan dirinya, di mana seluruh keputusannya tak dapat dipengaruhi oleh sang manusia modern tersebut. Ini bukanlah kecelakaan ataupun hasil dari kesewenang-wenangan para birokrat arogan. Hal ini memang bagian penting yang tak dapat terelakkan dalam semua masyarakat yang maju dalam bidang teknologinya. Agar dapat berfungsi dengan baik, sistem ini HARUS meregulasi perilaku manusia dengan ketat. Dalam pekerjaannya, seseorang harus melakukan apa yang diperintahkan atas mereka, sebab apabila tidak maka seluruh proses produksi akan jatuh ke dalam kekacauan. Birokrasi HARUS berjalan sesuai dengan aturannya yang kaku. Memberikan keleluasaan personal pada setiap tindakan yang dilakukan oleh para birokrat rendahan akan menghancurkan sistem yang berujung pada ketidakadilan, berhubung adanya perbedaan dalam cara bagaimana secara individual para birokrat tersebut melakukan kebijaksanaannya. Adalah benar bahwa beberapa hal yang membatasi kebebasan kita dapat dieliminir, tetapi SECARA UMUM pengaturan hidup kita oleh organisasi-organisasi besar adalah bagian yang penting agar masyarakat industrial-teknologikal ini dapat berfungsi. Hasilnya adalah rasa ketidakberdayaan yang muncul pada orang-orang biasa. Mungkin saja, bagaimanapun juga, peningkatan aturan-aturan formal tersebut akan cenderung digantikan oleh alat-alat psikologis yang dapat membuat kita ingin melakukan apapun yang dibutuhkan oleh sistem dari kita (seperti propaganda, teknik-teknik pendidikan, program-program “kesehatan mental”, dsb.).

115

Sistem ini HARUS memaksa orang-orang untuk bertingkah laku dalam cara yang semakin menjauhkan manusia dari alur perilaku manusia yang alamiah. Sebagai contohnya, sistem ini membutuhkan ilmuwan, ahli matematika dan ahli mesin. Ia tak dapat berfungsi tanpa mereka. Maka dilakukan tekanan yang besar pada anak-anak untuk menggeluti bidang-bidang tersebut. Adalah sesuatu yang tak alami bagi manusia untuk menghabiskan banyak waktunya untuk duduk di depan meja menyerap pelajaran. Seorang yang normal memiliki keinginan untuk menghabiskan waktunya ke dalam sebuah kontak yang aktif dengan dunia nyata. Di antara orang-orang primitif, hal-hal yang diajarkan kepada anak-anaknya adalah sesuatu yang memiliki harnomi alamiah dengan impuls-impuls manusia. Di antara para indian Amerika, misalnya, anak-anak dididik dalam aktifitas alam bebas yang aktif—sesuatu yang banyak disukai anak-anak. Tetapi dalam masyarakat kita, anak-anak dipaksa untuk mempelajari subyek-subyek teknikal, di mana mayoritas merasa enggan melakukannya.

116

Atas tekanan yang konstan yang dilakukan oleh sistem untuk memodifikasi perilaku manusia, terdapat sebuah peningkatan gradual pada jumlah orang-orang yang tak dapat atau tak akan dapat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat: parasit-parasit masyarakat, para anggota geng, anggota sekte, pemberontak anti-pemerintah, aktifis lingkungan hidup radikal, dropout dan pembangkang dalam berbagai jenisnya.

117

Dalam setiap masyarakat yang maju teknologinya, nasib individual HARUS ditentukan oleh keputusan-keputusan yang mayoritasnya tak dapat ditentukan oleh dirinya sendiri. Sebuah masyarakat teknologikal tak dapat dipecah ke dalam komuniti-komuniti otonom yang kecil, karena produksinya tergantung atas kerjasama sejumlah besar orang. Saat sebuah keputusan mempengaruhi, katakanlah, semilyar orang, maka setiap individual yang terpengaruh memiliki, rata-rata, hanya satu dari semilyar suara dalam pembuatan keputusan tersebut. Apa yang biasanya terjadi dalam prakteknya adalah bahwa berbagai keputusan dibuat oleh para pegawai pemerintah atau oleh para eksekutif korporasi, atau oleh para ahli teknik, tapi bahkan saat publik dapat melakukan pilihan bagi sejumlah keputusan, jumlah para pemilih yang terlalu besar akan membuat suara seorang individu menjadi tidak signifikan. Dengan demikian, kebanyakan individual tak akan mampu memberi pengaruh besar pada keputusan umum yang mempengaruhi hidup mereka. Tak ada jalan yang dapat dibayangkan untuk mengobati hal ini dalam sebuah masyarakat yang maju secara teknologi. Sistem ini berusaha untuk “menyelesaikan” masalah ini dengan menggunakan propaganda untuk membuat orang-orang MENGINGINKAN semua keputusan yang dibuatkan untuk mereka, tetapi bahkan apabila “solusi” ini memang benar-benar berhasil dalam membuat orang-orang merasa lebih baik, hal itu tetaplah sebuah penghinaan.

118

Para konservatif dan beberapa lainnya menyarankan lebih banyak “otonomi lokal”. Komuniti-komuniti lokal pernah memiliki otonomi, tetapi beberapa otonomi menjadi semakin tak mungkin didapatkan sebagaimana komuniti-komuniti lokal tersebut semakin terjerat dan tergantung pada sistem berskala besar seperti utilitas publik, jaringan komputer, sistem jalan raya, media komunikasi massa, sistem kesehatan modern. Yang juga beroperasi menghancurkan otonomi adalah fakta bahwa teknologi yang diaplikasikan di satu lokasi cenderung mempengaruhi orang-orang yang lokasinya jauh. Dengan demikian, pestisida dan penggunaan bahan-bahan kimia di hulu sungai kecil dapat mengkontaminasi suplai air yang berjarak rautsan mil di muara, sehingga efek rumah kaca juga mempengaruhi seluruh dunia.

119

Sistem ini tidak akan dan tidak dapat eksis untuk memenuhi kebutuhan manusia. Malahan, perilaku manusialah yang harus dimodifikasi agar dapat cocok sesuai dengan kebutuhan sistem. Hal ini tak ada kaitannya dengan ideologi politik ataupun sosial yang biasanya menganggap dirinya ditentukan oleh sistem teknologi. Ini adalah kesalahan teknologi, karena sistem ini tidak ditentukan oleh ideologi, melainkan oleh kebutuhan teknikal. Tentu saja sistem ini tidak memenuhi berbagai kebutuhan manusia, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa ini dilakukan sejauh yang dibutuhkan oleh sistem ini. Kebutuhan sistem inilah yang menggunung, bukannya kebutuhan manusia. Misalnya, sistem ini menyediakan makanan bagi manusia karena sistem ini tak dapat berfungsi apabila manusianya kelaparan; hal tersebut lantas hadir sebagai kebutuhan psikologis bagi manusianya bahwa kapan saja, hal tersebut harus dapat DENGAN SANGAT BAIK dilakukan, karena sistem ini tak dapat berfungsi apabila terlalu banyak orang yang menjadi depresi dan memberontak. Tetapi sistem ini, demi alasan-alasan yang baik, solid dan praktis, harus melakukan tekanan yang konstan pada orang-orang untuk membentuk tingkah lakunya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sistem. Terlalu banyak akumulasi yang sia-sia? Pemerintah, media, sistem pendidikan, aktifis lingkungan, setiap orang membanjiri kita dengan propaganda massa tentang daur ulang. Memerlukan lebih banyak tenaga teknik? Sebuah suara yang diulang-ulang memerintahkan anak-anak untuk mempelajari sains. Tak seorangpun berpendapat, bahwa bukankah sesuatu yang tak manusiawi saat memaksa anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mempelajari subyek-subyek yang dibenci oleh kebanyakan dari mereka. Saat pekerja yang memiliki skill kehilangan pekerjaan akibat hadirnya seorang teknisi yang jauh lebih mampu di bidang yang sama, maka ia harus kembali ke dalam program “pelatihan ulang”, tak seorangpun yang mempertanyakan bahwa bukankah sangat merendahkan harkat bagi mereka untuk dipaksa melalui hal tersebut. Semua hal diterima begitu saja, bahwa setiap orang harus tunduk pada kebutuhan teknik demi alasan yang baik: apabila kebutuhan-kebutuhan manusia ditempatkan di depan kebutuhan teknik maka akan timbul permasalahan ekonomi, pengangguran, umur pendek atau apapun yang lebih buruk. Konsep “kesehatan mental” dalam masyarakat kita didefinisikan sebagian besarnya oleh tingkat di mana seorang individual bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sistem tanpa memperlihatkan tanda-tanda tertekan.

120

Di bawah sistem ini, segala upaya untuk memberi ruang pada hal-hal yang bermanfaat dan pada otonomi, tidak lebih dari sekedar lelucon. Misalnya, satu perusahaan, bukannya membiarkan para pekerjanya menyusun hanya satu bagian saja dari sebuah katalog, melainkan setiap pekerjanya menyusun keseluruhan katalog, sehingga hal ini diharapkan akan membuat mereka mengerti manfaat dan pencapaian atas yang mereka lakukan. Beberapa perusahaan telah mencoba memberikan lebih banyak otonomi pada para pekerja di tempat kerja mereka, tetapi untuk alasan-alasan praktis hal ini biasanya dapat dilakukan hanya pada upaya yang sangat terbatas, dan di banyak kasus para pekerja tak akan pernah diberikan otonomi sebagai tujuan utama atas kerja yang mereka lakukan—upaya-upaya “otonomi” mereka tak akan dapat diarahkan menuju tujuan-tujuan yang mereka pilih sendiri, melainkan menuju tujuan-tujuan dari para majikan mereka, seperti misalnya bagaimana agar perusahaan dapat bertahan hidup dan berkembang. Setiap perusahaan akan dengan segera gulung tikar apabila mereka mengijinkan para pekerjanya untuk beraksi secara otonom. Hal ini sangat mirip dengan setiap perusahaan yang beroperasi di bawah sistem sosialis, para pekerja harus mengarahkan segala upaya mereka menuju tujuan-tujuan perusahaan, atau di lain pihak, perusahaan tersebut tak akan melayani kepentingannya yang menjadi bagian dari sistem. Sekali lagi, untuk alasan-alasan yang murni teknikal, adalah sesuatu yang tak mungkin bagi kebanyakan individual atau kelompok-kelompok kecil untuk memiliki banyak otonomi di bawah masyarakat industrial. Bahkan para pengusaha kecil umumnya hanya memiliki otonomi yang terbatas. Terlepas dari kepentingan regulasi pemerintah, ia dibatasi oleh fakta bahwa ia harus dapat cocok dalam sistem ekonomi dan menyesuaikan diri pada berbagai persyaratannya. Intinya, saat seseorang mengembangkan sebuah teknologi baru, pengusaha kecil seringkali harus menggunakan teknologi, terlepas apakah ia menginginkannya atau tidak, agar tetap dapat menjadi kompetitif.



SISI ‘BURUK’ TEKNOLOGI TAK DAPAT DIPISAHKAN DARI SISI ‘BAIK’NYA

121

Alasan yang lebih jauh tentang mengapa masyarakat tak dapat direformasi demi kebebasan, adalah bahwa teknologi modern sesungguhnya sebuah sistem yang terakumulasikan menjadi satu bagian di mana semua bagiannya saling tergantung. Engkau tak akan dapat menyingkirkan bagian-bagian “buruk” dari teknologi dan memelihara hanya bagian-bagian “baik”nya saja. Ambil contoh bidang medis modern. Kemajuan di bidang medis tergantung pada kemajuan di bidang kimia, psikis, biologi, ilmu komputer dan berbagai bidang lainnya. Perawatan medis yang paling maju membutuhkan peralatan teknologi canggih yang mahal yang hanya dapat dibuat hanya oleh masyarakat yang maju teknologinya dan kaya secara ekonomi. Jelas, engkau tak akan mendapat banyak kemajuan di bidang medis tanpa sistem teknologi secara keseluruhan dan apapun yang hadir bersamanya.

122

Bahkan apabila kemajuan medis dapat dipelihara tanpa sistem teknologi, ia akan dengan sendirinya membawa beberapa hal yang jahat. Sebagai contohnya, andaikata obat untuk diabetes telah ditemukan. Orang-orang dengan sebuah genetik tertentu yang cenderung mendapatkan diabetes kemudian akan mampu untuk bertahan hidup dan bereproduksi dengan baik seperti orang lainnya. Seleksi alam melawan gen-gen yang mengandung bibit diabetes akan punah dan gen-gen tertentu akan menyebar sepanjang populasi (hal ini telah terjadi di beberapa bidang, misalnya pada diabetes, yang walaupun belum dapat tersembuhkan tetapi dapat dikontrol melalui penggunaan insulin). Hal yang sama juga akan terjadi pada berbagai macam penyakit-penyakit rentan lainnya yang mana mempengaruhi degradasi genetik dari populasi. Solusi yang tersisa tinggal sejenis program genetik atau penelitian genetik manusia secara ekstensif, sehingga manusia masa depan tak akan lagi menjadi bagian dari penciptaan alam, atau katakanlah, ciptaan Tuhan (tergantung pada opini religius dan filosofismu), melainkan sebuah produk yang dapat diproduksi.

123

Apabila engkau berpikir bahwa pemerintahan yang besar terlalu mencampuri hidupmu SEKARANG, tunggu saja hingga pemerintah mulai meregulasi konstitusi genetik anak-anakmu. Beberapa regulasi dengan tak terelakkan akan mengikuti pengenalan penelitian genetik manusia, sebab konsekuensi penelitian genetik yang tak dibatasi jelas akan menjadi sebuah bencana.

124

Biasanya respon pada hal-hal di atas hanya dibicarakan seputar “etika medis”. Tetapi atas nama kemajuan medis, sebuah kode etik tak akan berguna untuk melindungi kebebasan; ia akan hanya membuat segalanya menjadi lebih buruk. Sebuah kode etik yang diaplikasikan pada penelitian genetik akan memberi efek yang berarti mengatur konstitusi genetik manusia. Seseorang (yang kebanyakan kelas menengah ke atas) akan memutuskan bahwa beberapa aplikasi yang dicapai oleh para peneliti genetik sebagai sesuatu yang “etikal” dan yang lainnya tidak, maka efeknya, ia akan berusaha menanamkan nilai-nilainya sendiri tentang konstitusi genetik tersebut pada populasi secara luas. Bahkan apabila sebuah kode etik telah dipilih berdasarkan pengambilan keputusan yang jelas demokratis, kelompok mayoritas akan menanamkan nilai-nilai mereka sendiri pada kelompok minoritas yang mungkin memiliki ide-ide yang berbeda dari apa yang telah dikonstitusikan sebagai kegunaan “etis” penelitian genetik. Satu-satunya kode etik yang benar-benar akan melindungi kebebasan hanyalah yang melarang SETIAP penelitian genetik manusia, tetapi engkau tentu yakin bahwa tak akan ada kode etik seperti itu yang akan diaplikasikan dalam masyarakat teknologikal. Tak ada kode etik yang mereduksi penelitian genetik pada peran-peran kecil yang dapat bertahan lama, karena godaan yang dihadirkan oleh kekuatan yang besar dari bioteknologi tak akan dapat tertahankan, khususnya semenjak bagi kebanyakan orang, aplikasi-aplikasi bioteknologi tersebut tampak baik secara jelas dan tegas (mengeliminir penyakit mental dan fisikal, memberi orang-orang kemampuan yang mereka butuhkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia dewasa ini). Tak terelakkan lagi, penelitian genetik akan digunakan secara ekstensif, tetapi hanya dalam cara-cara yang konsisten dengan kebutuhan-kebutuhan sistem industrial-teknologikal.



TEKNOLOGI ADALAH SEBUAH KEKUATAN SOSIAL YANG LEBIH DAHSYAT DIBANDINGKAN ASPIRASI KEBEBASAN

125

Adalah sesuatu yang tak mungkin untuk membuat sebuah kompromi BERKEPANJANGAN antara teknologi dan kebebasan, karena teknologi sejauh ini telah menjadi kekuatan sosial yang dahsyat, yang secara terus menerus menggerogoti kebebasan melalui kompromi-kompromi yang TERUS BERULANG. Bayangkan dalam kasus dua tetangga, di mana keduanya memiliki sejumlah tanah yang sama luasnya, tetapi satu di antaranya lebih kuat dibandingkan satunya. Maka yang kuat akan menuntut sebagian tanah yang dimiliki oleh yang lain. Saat yang lemah menolak, yang kuat akan berkata, “Baiklah, mari kita berkompromi. Berikan padaku setengah saja dari yang kuminta.” Yang lemah tak memiliki pilihan lain selain menurut. Di saat lain, tetangga yang kuat menuntut sebagian lain dari tanah milik yang lemah, kompromi kembali dibuat, dan begitu seterusnya. Dengan memaksakan sebuah serial kompromi pada orang yang lemah, maka yang kuat pada akhirnya akan mendapatkan seluruh tanahnya. Demikian yang terjadi dalam konflik antara teknologi dan kebebasan.

126

Mari kami jelaskan mengapa teknologi adalah sebuah kekuatan sosial yang lebih dahsyat dibandingkan aspirasi kebebasan.

127

Sebuah kemajuan teknologi yang kehadirannya tidak mengancam kebebasan seringkali berubah jadi mengancam kebebasan dengan lebih serius dibandingkan sebelumnya. Misalnya, ambil contoh transportasi bermotor. Seorang pejalan kaki pada awalnya dapat berjalan kemanapun ia suka, pergi kemana langkah membawanya tanpa perlu memperhatikan aturan lalu-lintas, dan tak terpengaruh oleh sistem pendukung teknologi. Saat kendaraan bermotor diperkenalkan, hal tersebut hadir untuk meningkatkan kebebasan manusia. Hal tersebut tidak mengambil alih kebebasan dari para pejalan kaki, tak seorangpun merasa harus memiliki kendaraan bermotor apabila ia memang tak menginginkannya, dan setiap orang yang memilih untuk membeli kendaraan bermotor dapat berjalan-jalan jauh lebih cepat dibandingkan dengan pejalan kaki. Tetapi pengenalan transportasi kendaraan bermotor dengan segera mengubah masyarakat dalam berbagai cara yang pada akhirnya membatasi kebebasan manusia untuk bergerak. Saat kendaraan bermotor semakin banyak, maka menjadi penting untuk membatasi penggunaannya secara ekstensif. Dalam sebuah mobil, khususnya di area-area yang padat populasinya, seseorang tak dapat pergi kemana ia suka sekehendaknya, gerakan orang tersebut ditentukan oleh arus lalu lintas dan berbagai aturan lalu lintas. Seseorang diikat oleh berbagai kewajiban: lisensi berkendara, tes mengemudi, pembaharuan aturan, asuransi, perawatan kendaraan demi keamanan, pembayaran pajak secara berkala dengan harga tertentu. Lebih jauh lagi, penggunaan transportasi bermotor tak lagi merupakan sebuah pilihan. Semenjak transportasi bermotor diperkenalkan, tata kota kita berubah dalam berbagai bentuk di mana kebanyakan orang tak lagi hidup dengan berjalan kaki untuk menempuh jarak menuju tempat kerjanya, area perbelanjaan dan rekreasi, maka mereka HARUS menjadi tergantung pada kendaraan bermotor sebagai alat transportasi mereka. Atau setidaknya, mereka harus menggunakan alat transportasi publik, yang dalam banyak kasus memberi mereka semakin sedikit kontrol atas gerak mereka sendiri daripada saat mereka mengemudikan kendaraan bermotor mereka sendiri. Bahkan kebebasan pejalan kaki kini semakin dibatasi. Dalam sebuah kota, seorang pejalan kaki harus banyak berhenti dan menuruti lampu lalu lintas yang sebenarnya didesain untuk melayani kepentingan lalu lintas kendaraan bermotor. Di daerah pinggiran, lalu lintas kendaraan bermotor membuat siapapun yang berjalan di pinggir jalan menjadi berbahaya dan tak menyenangkan. (Perhatikan poin penting yang kami ilustrasikan dengan transportasi kendaraan bermotor: saat sebuah item teknologi baru diperkenalkan sebagai sebuah pilihan di mana seorang individu dapat memilih untuk menerimanya atau tidak, sesungguhnya hal tersebut bukan TETAP sebuah pilihan. Dalam banyak kasus, teknologi baru mengubah masyarakat dengan berbagai cara yang pada akhirnya orang-orang akan menyadari bahwa mereka DIPAKSA untuk menggunakannya.)

128

Saat kemajuan teknologi SECARA KESELURUHAN dengan terus menerus mempersempit ruang kebebasan, setiap kemajuan teknikal baru DIANGGAP OLEH DIRINYA SENDIRI tampil menyenangkan. Aliran listrik, penebangan di alam bebas, komunikasi jarak jauh yang gencar... bagaimana bisa seseorang mengajukan argumen melawan semua hal tersebut, atau melawan kemajuan teknologi lainnya yang jumlahnya tak terhitung yang telah dibuat oleh masyarakat modern? Menolak pemasangan telefon, misalnya, adalah sebuah hal yang absurd. Karena telefon menawarkan banyak kemudahan, tetapi juga kesulitan. Jadi sebagaimana telah kami terangkan dalam paragraf 59—76, semua kemajuan teknikal tersebut telah dalam kesimpulannya, telah menciptakan dunia di mana nasib seseorang tak lagi berada di tangannya sendiri atau di tangan tetangga dan kawan-kawannya, melainkan di tangan para politisi, eksekutif korporasi dan dikendalikan oleh para teknisi dan birokrat tak berwajah di mana orang tersebut sebagai seorang individu tak memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi semua keputusan tersebut. Proses yang sama akan berlanjut di masa datang. Ambil penelitian genetik sebagai contohnya. Beberapa orang akan menolak pengenalan teknik-teknik genetik yang mengeliminir sebuah penyakit turunan. Hal itu memang tidak menimbulkan kerusakan sekaligus dapat mencegah penderitaan lebih lanjut. Tetapi sejumlah besar penemuan genetik pada kesimpulannya akan membuat manusia menjadi sebuah produk yang dapat diciptakan, bukannya sebagai sebuah kreasi bebas dari kesempatan yang terjadi (atau dari Tuhan, atau apapun, tergantung pada keyakinan religiusmu).

129

Alasan lain mengapa teknologi adalah sebuah kekuatan sosial yang dahsyat adalah bahwa, dalam konteks yang masyarakat, kemajuan teknologi berbaris hanya menuju pada satu arah; ia tak dapat dialihkan. Sekali penemuan teknologi diperkenalkan, orang-orang biasanya akan menjadi tergantung kepadanya, kecuali hal tersebut digantikan oleh beberapa temuan lain yang lebih maju. Ketergantungan pada satu jenis teknologi baru tidak hanya berlaku secara individual, tetapi juga lebih jauhnya, seluruh sistem juga akan bergantung padanya. (Bayangkan apa yang akan terjadi, misalnya, apabila mendadak semua komputer dilenyapkan). Dengan demikian, sistem hanya dapat bergerak menuju satu arah saja, menuju teknologisasi yang lebih besar. Teknologi berulang kali memaksa kebebasan untuk mundur—dalam upayanya menyapu seluruh sistem teknologi.

130

Teknologi berkembang secara gencar dan mengancam kebebasan di banyak poin sekaligus dalam satu hitungan waktu (menyesaknya populasi, aturan dan regulasi, meningkatnya ketergantungan individual pada organisasi-organisasi besar, teknik-teknik propaganda dan psikologis lainnya, penelitian genetik, invasi ruang-ruang pribadi melalui peralatan pengawasan dan komputer, dsb.). Untuk mencegah SATU saja ancaman terhadap kebebasan tersebut akan dibutuhkan sebuah perjuangan sosial yang berbeda dan lama. Mereka yang ingin melindungi kebebasan akan terpana dengan sejumlah gelombang serangan gencar teknologi baru yang ditemukan, dengan demikian mereka akan segera menjadi semakin menyedihkan dan memilih untuk tak lagi melakukan perlawanan. Memerangi setiap ancaman secara terpisah juga adalah sesuatu yang sia-sia. Keberhasilan hanya dapat diharapkan dengan melakukan perlawanan terhadap sistem teknologikal secara menyeluruh; dan itu artinya revolusi, bukan reformasi.

131

Para teknisi (kami menggunakan terminologi ini dalam artian yang luas untuk mendeskripsikan mereka yang melakukan tugas khusus yang untuk melakukannya dibutuhkan pelatihan khusus) cenderung terhanyut dengan pekerjaan mereka (aktifitas sampingan mereka) di mana saat sebuah konflik timbul antara kerja teknik dan kebebasan mereka, mereka kebanyakan selalu memilih kepentingan kerja teknik mereka. Hal ini jelas terlihat dalam kasus para ilmuwan dan juga di bidang lain seperti: para ahli pendidikan, grup-grup kemanusiaan, organisasi-organisasi konservasi, yang tidak ragu-ragu menggunakan propaganda atau teknik-teknik psikologis lain dalam upayanya untuk mencapai tujuan akhir mereka. Agensi-agensi korporasi dan pemerintah, saat mereka mendapati bahwa hal tersebut berguna, tak akan ragu mengumpulkan informasi tentang individual tanpa mempedulikan hak pribadi mereka. Agensi-agensi penegakkan hukum secara berkala merasa terbatasi oleh hak-hak konstitusional saat memproses tersangka yang seringkali adalah orang-orang yang benar-benar tak bersalah, dan mereka melakukan apapun yang mereka mampu secara legal (walaupun sering juga ilegal) untuk membatasi atau mengesampingkan hak-hak tersebut. Kebanyakan tenaga pendidikan, pegawai pemerintah dan para penegak hukum percaya pada kebebasan, hak-hak pribadi dan konstitusional, tetapi saat semua hal tersebut bertentangan dengan pekerjaan mereka, mereka biasanya merasa bahwa pekerjaan merekalah yang jauh lebih penting.

132

Telah diketahui secara umum bahwa orang-orang akan bekerja lebih baik dan gigih saat mereka melakukannya demi sebuah imbalan daripada saat mereka melakukannya demi menghindari sebuah hukuman atau dampak yang negatif. Para ilmuwan dan teknisi kebanyakan termotifasi oleh imbalan yang mereka dapatkan dari hasil kerja mereka. Tetapi mereka yang melawan invasi teknologikal atas kebebasan biasanya bekerja untuk menghindari dampak yang negatif, maka konsekuensinya hanya akan tinggal sedikit saja yang dapat bekerja dengan gigih dan baik di tengah keharusan yang tak menawarkan dorongan ini. Apabila para reformis berhasil mencapai sebuah tanda kemenangan yang tampaknya akan dapat membangun pembatas yang solid melawan penggerusan terhadap kebebasan melalui kemajuan teknologi, kebanyakan cenderung akan beristirahat dan mengalihkan perhatian mereka pada pencapaian-pencapaian yang lebih dapat disetujui. Tetapi para ilmuwan akan terus menyibukkan diri di laboratorium mereka, dan teknologi dalam langkah majunya akan dapat menemukan cara untuk meruntuhkan semua batasan tersebut, untuk dapat meraih lebih dan lebih banyak lagi kontrol atas individual yang dapat membuat mereka semakin tergantung pada sistem.

133

Tak ada persetujuan sosial, baik itu hukum, institusi, kode etik, yang dapat secara permanen memberikan perlindungan dari teknologi. Sejarah memperlihatkan bahwa semua persetujuan sosial hanya bersifat sementara; semuanya berubah atau dihapuskan dengan segera. Tetapi kemajuan teknologi selalu permanen dalam konteks masyarakat. Anggap sebagai contohnya, bahwa adalah sesuatu yang mungkin untuk menghadirkan persetujuan sosial yang mencegah penelitian genetik untuk diaplikasikan pada manusia atau diaplikasikan dalam berbagai cara yang dapat mengancam kebebasan dan harga diri. Teknologi pasti akan menunggu. Cepat atau lambat persetujuan sosial tersebut akan hancur. Mungkin dengan segera, akan menggerakkan perubahan dalam masyarakat tersebut. Kemudian penelitian genetik akan mulai menginvasi ruang-ruang kebebasan kita dan invasi ini tak akan dapat dielakkan atau dibatalkan (dengan semacam penghancuran peradaban teknologikal itu sendiri). Semua ilusi tentang pencapaian apapun yang bersifat permanen melalui persetujuan sosial, saat ini mau tidak mau akan harus dihapuskan melalui perundang-undangan lingkungan hidup yang ada dewasa ini. Beberapa tahun yang lalu tampaknya terdapat batasan-batasan legal yang mencegah setidaknya BEBERAPA bentuk-bentuk degradasi lingkungan yang terburuk. Seiring dengan angin politik perubahan, batasan-batasan tersebut mulai runtuh.

134

Demi semua alasan-alasan yang berkelanjutan, teknologi memang sebuah kekuatan sosial yang dahsyat dibandingkan dengan aspirasi atas kebebasan. Tetapi pernyataan ini membutuhkan sebuah kualifikasi yang penting. Selama beberapa dekade ke depan, sistem industrial-teknologikal ini akan bergerak maju dengan memberi penekanan pada masalah-masalah ekonomi dan lingkungan, dan khususnya pada perilaku manusia (alienasi, pemberontakan, permusuhan, berbagai jenis kesulitan-kesulitan sosial dan psikologis). Kami berharap agar penekanan-penekanan tersebut yang ingin diberlakukan oleh sistem ini akan menyebabkannya hancur, atau setidaknya melemahkannya secara berkepanjangan sehingga revolusi dapat terjadi dan berhasil, kemudian dalam momen-momen tertentu, aspirasi atas kebebasan akan terbukti menguat dibandingkan aspirasi terhadap teknologi.

135

Dalam paragraf 125 kami menggunakan analogi seorang tetangga yang lemah yang dibiarkan terlantar oleh tetangga yang kuat yang mengambil alih seluruh tanah miliknya dengan memaksanya melalui sejumlah kompromi. Tapi kini anggap tetangga yang kuat tersebut sedang sakit, yang membuatnya tak mampu melindungi dirinya sendiri. Tetangga yang lemah akan dapat memaksa yang kuat untuk mengembalikan tanahnya, atau ia dibunuh. Apabila ia membiarkan tetangga yang kuat terus hidup dan ia hanya sekedar memaksanya mengembalikan tanah miliknya, maka ia tolol, sebab saat tetangga yang kuat tersebut sembuh, maka sekali lagi ia akan mengambil kembali seluruh tanah tersebut untuk dirinya sendiri. Satu-satunya alternatif yang paling mungkin dan tersedia bagi tetangga yang lemah tersebut adalah membunuh sang tetangga yang kuat saat ia masih memiliki kesempatan. Persis sama dengan hal tersebut, saat sistem industrial ini sakit, kita harus segera menghancurkannya. Apabila kita berkompromi dengannya dan membiarkannya sembuh dari sakitnya, ia dengan segera akan menyapu seluruh kebebasan kita.



MASALAH-MASALAH SOSIAL YANG LEBIH SEDERHANA TELAH TERBUKTI TAK TERSELESAIKAN

136

Apabila setiap orang masih membayangkan bahwa mereformasi sistem ini dengan cara tertentu sehingga dapat melindungi kebebasan dari teknologi sebagai sesuatu yang mungkin untuk dilakukan, biarkan ia menganggap betapa janggalnya kasus di mana masyarakat kita saat berurusan dengan berbagai masalah sosial yang jauh lebih sederhana dan jelas saja sebagian besar selalu menemui kegagalan. Di antara berbagai hal, sistem ini telah gagal untuk menghentikan degradasi lingkungan, korupsi politik, peredaran obat bius atau kekerasan domestik.

137

Ambil masalah-masalah lingkungan sebagai contohnya. Di sini konflik antar nilai telah tampak jelas: kepentingan ekonomi melawan kepentingan untuk melindungi beberapa sumber daya alam bagi anak cucu kita. Tetapi dalam subyek ini kita hanya mendapatkan banyak ketidakpedulian dan pemberian alasan yang berputar-putar dari orang-orang yang berkuasa, tak ada aksi yang jelas dalam garis yang konsisten sementara kita terus saja memperburuk masalah-masalah lingkungan yang mana akan menjadi tempat hidup bagi anak cucu kita. Upaya-upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan membutuhkan perjuangan yang berbeda-beda dan berbagai kompromi antara beberapa faksi yang berbeda, beberapa berhasil menang dalam momen tertentu dan beberapa lainnya menang dalam momen yang lain. Garis perjuangan berubah sesuai dengan arus pemikiran utama dari opini publik. Ini bukanlah sebuah proses rasional ataupun sesuatu yang biasanya dalam waktu tertentu dapat mengajukan solusi yang baik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Masalah-masalah sosial yang besar, apabila “terselesaikan” biasanya sangat jarang atau malah tak pernah diselesaikan melalui rencana-rencana yang rasional dan komprehensif. Semua hal tersebut dapat diselesaikan melalui sebuah proses di mana beberapa kelompok yang saling berkompetisi dalam upaya meraih kepentingan pribadi jangka pendek mereka tiba (kebanyakan karena keberuntungan) dalam beberapa atau sekedar penyelesaian yang relatif stabil. Dalam faktanya, prinsip-prinsip yang kami formulasikan dalam paragraf 100—106 membuat keragu-raguan bahwa perencanaan-perencanaan sosial jangka panjang yang rasional akan DAPAT meraih keberhasilan.

138

Dengan demikian tampak jelas betapa ras manusia hanya memiliki kapasitas yang sangat terbatas dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah sosial, bahkan yang relatif lebih jelas. Bagaimana kemudian kita akan menyelesaikan masalah-masalah yang jauh lebih mendalam dan sulit dalam penyelarasan antara kebebasan dengan teknologi? Teknologi menghadirkan pencapaian material yang jelas, sementara kebebasan adalah sebuah abstraksi yang artinya akan berbeda bagi orang yang berbeda, dan hal ini biasanya dengan mudah dikaburkan oleh propaganda dan obrolan-obrolan ringan.

139

Catat juga perbedaan yang tak kalah penting: memang dapat dipikirkan bahwa masalah-masalah lingkungan kita, misalnya, suatu saat akan dapat diselesaikan melalui sebuah rencana yang rasional dan komprehensif, tetapi apabila hal ini terjadi maka hal tersebut terjadi hanya karena penyelesaian masalah-masalah tersebut berkaitan erat dengan kepentingan sistem dalam jangka panjang. Tetapi menyediakan kebebasan dan otonomi bagi kelompok-kelompok kecil TIDAK termasuk dalam kepentingan sistem. Secara kontras, penempatan kontrol sebesar yang mungkin dicapai atas perilaku manusia adalah kepentingan sistem. Dengan demikian, saat pertimbangan-pertimbangan praksis mungkin saja pada akhirnya dapat memaksa sistem untuk mengambil pendekatan yang rasional dan bijaksana terhadap masalah-masalah lingkungan, maka hal tersebut akan dilakukan bersamaan dengan saat di mana pertimbangan-pertimbangan praksis akan memaksa sistem untuk meregulasi perilaku manusia dengan lebih ketat (mungkin dengan aksi-aksi tak langsung yang tak akan secara terang-terangan memperlihatkan pengekangan terhadap kebebasan). Hal ini bukanlah sekedar opini. Para ahli sosial terkemuka (seperti James Q. Wilson) telah menekankan bahwa adalah sesuatu yang penting untuk dapat “mensosialisasikan” orang-orang secara lebih efektif.



REVOLUSI JAUH LEBIH MUDAH DIBANDING REFORMASI

140

Kami berharap untuk dapat meyakinkan para pembaca bahwa sistem ini tak dapat direformasi dengan cara apapun yang dapat menyelaraskan kebebasan dengan teknologi. Satu-satunya cara adalah dengan membuang sistem industrial-tekonologikal secara menyeluruh. Hal ini membutuhkan revolusi, tak hanya berarti kebangkitan bersenjata, melainkan sebuah perubahan yang jelas radikal dan fundamental dalam nilai-nilai intrinsik masyarakat.

141

Orang-orang cenderung berasumsi bahwa karena sebuah revolusi mencakup sebuah perubahan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan reformasi, maka hal itu jadi lebih sulit untuk dilakukan daripada melakukan reformasi. Sesungguhnya, di bawah keadaan-keadaan tertentu, revolusi jauh lebih mudah dilakukan daripada reformasi. Alasannya adalah bahwa gerakan revolusioner dapat memberikan inspirasi bagi komitmen yang intens dibandingkan dengan reformasi yang tak dapat memberi inspirasi. Sebuah gerakan reformasi sekedar menawarkan penyelesaian pada satu jenis masalah tertentu saja. Sebuah gerakan revolusioner menawarkan penyelesaian seluruh masalah hanya dengan satu pukulan dan menciptakan sebuah dunia yang benar-benar baru; hal ini membutuhkan beberapa jenis nilai ideal di mana orang-orang akan bersedia mengambil resiko-resiko serta pengorbanan yang besar. Memperhatikan alasan-alasan ini, maka akan jauh lebih mudah untuk menyingkirkan seluruh sistem teknologikal dibandingkan harus memberikan ikatan permanen yang efektif yang dibutuhkan dalam mengembangkan aplikasi dari setiap segmen teknologi seperti penelitian genetik, tetapi di bawah kondisi-kondisi yang tepat sejumlah besar orang akan bersedia memberikan dirinya dengan penuh semangat untuk melakukan sebuah revolusi melawan sistem industrial-teknologikal. Sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam paragraf 132, para reformis hanya mencari cara untuk membatasi aspek-aspek tertentu saja dari teknologi yang akan dapat mencegahnya memberikan dampak negatif. Tetapi para revolusioner bekerja untuk mencapai sebuah imbalan yang lebih kuat—pencapaian visi revolusioner mereka—dan karenanya akan mampu bekerja lebih keras dan tekun dibandingkan dengan para reformis.

142

Reformasi selalu saja terikat oleh ketakutan akan kemungkinan hadirnya konsekuensi-konsekuensi yang menyakitkan apabila berjalan terlalu jauh. Tetapi sekali saja sebuah demam revolusioner merasuk ke dalam sebuah masyarakat, maka orang-orang akan bersedia untuk bergerak tak terbatas atas nama revolusi mereka. Hal ini terlihat jelas dalam Revolusi Perancis dan Russia. Memang dalam beberapa kasus hanya sekelompok minoritas dari seluruh populasi yang benar-benar memiliki komitmen pada revolusi, tetapi kelompok minoritas ini tetap berukuran besar dan aktif sehingga dapat menjadi kekuatan dominan di tengah masyarakat. Kami akan membicarakan tentang revolusi dalam paragraf 180—205.

Read More......