Minggu, 23 Januari 2011
LUCIO, SI BANDIT BUDIMAN: REFLEKSI SEORANG ANARKIS
BLAK-BLAKAN dan kharismatik, Lucio bicara layaknya seorang anarkis sejati. Bila ditanya apa maknanya menjadi seorang anarkis, Lucio menolak anggapan keliru tentang anarkis sebagai teroris, “Anarkis adalah seorang yang baik di hatinya, seorang yang bertanggung jawab.” Namun, dia tidak berapologi sedikitpun tentang kebutuhan untuk menghancurkan tatanan sosial yang kini berlangsung, “baguslah kiranya menghancurkan hal-hal tertentu, karena itu berarti kamu membangun hal-hal baru untuk menggantikannya.”
Lucio punya teman-teman lama di Southern Cone . Dana dari para pekerja pemalsuan membantu ratusan orang dari organisasi-organisasi revolusioner yang sedang berada di pengasingan dan membiayai aksi-aki bawah tanah untuk melawan kediktatoran-kediktatoran bengis yang telah melenyapkan puluhan ribu aktivis, mahasiswa dan pekerja sepanjang 1970-an di seluruh Amerika Latin. Di Uruguay, dana dari cek-cek perjalanan Citibank yang dipalsukan mendanai kelompok gerilyawan Tupamaros, juga mendanai Black Panthers di Amerika Serikat dan kelompok-kelompok revolusioner lainnya di seluruh Eropa.
Selama kunjungannya baru-baru ini ke Amerika Selatan, Lucio menginap di Hotel BAUEN yang dikelola oleh para pekerja di ibu kota Argentina, Buenos Aires. Dia takjub melihat kecakapan para pekerja tanpa majikan itu. Di Hotel BAUEN, para pekerja mempraktekkan autogestíon atau swakelola. Swakelola telah menjadi arus utama pemikiran anarkis sejak kelahiran kapitalisme. Bukan hubungan otoritas-kepatuhan antara kapitalis dan pekerja, sebaliknya swakelola justru menyiratkan bahwa pekerja mempraktekkan sebuah sistem egaliter dimana orang-orang secara bersama memutuskan, menghasilkan dan mengontrol nasibnya sendiri demi kemanfaatan komunitas. Tapi agar sistem seperti itu bisa berjalan, para pesertanya haruslah gigih bekerja dan bertanggung jawab, salah satu ciri paling penting yang menurut Lucio hendaknya dimiliki seorang lelaki ataupun perempuan. “Gerakan anarkis dibangun oleh pekerja. Tanpa kerja, kita tak bisa bicara tentang swakelola. Untuk mempraktekkan swakelola, kita perlu mengetahui bagaimana melakukan berbagai hal, bagaimana bekerja. Kalau hanya menjadi bohemian, itu mudah.”
Lucio menjelaskan bahwa anarkismenya bersumber dari masa kanak-kanaknya yang miskin di Spanyol pada masa kekuasaan fasis. “Asal-usul anarkis-ku berakar pada pengalamanku tumbuh besar di dalam sebuah keluarga miskin. Ayahku adalah seorang kiri, dipenjara karena dia menginginkan otonomi untuk negeri Basque. Bagiku, itu bukanlah revolusi, aku bukan seorang nasionalis. Dengan nasionalisme, umat manusia telah melakukan banyak kesalahan. Setelah keluar dari penjara, ayahku menjadi seorang sosialis. Kami sangat menderita. Aku sering pergi mencari roti dan tukang roti tidak mau memberikannya kepadaku, karena kami tidak punya uang. Bagiku, kemiskinan telah menyuburkanku, aku tidak perlu susah-susah berusaha untuk bisa kehilangan rasa hormatku kepada kemapanan, Gereja, properti pribadi dan Negara.”
Di Spanyol, fasisme mampu bertahan sampai 30 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II. Ratusan orang dipenjarakan karena melawan kediktatoran Franco. Para antropolog memperkirakan bahwa dari awal Perang Sipil Spanyol pada Juli 1936 sampai matinya Franco pada November 1975, kaum Nasionalis Franco membunuh sekitar 75.000 sampai 150.000 orang pendukung Republik itu.
Lucio melarikan diri ke Perancis, dimana dia menemukan anarkisme. Dia disersi dari ketentaraan nasionalis dan lari ke Perancis. Paris pada tahun 1960-an merupakan kota yang subur bagi para intelektual, pengorganisir dan gerilyawan anarkis yang berada di pengasingan. Di sanalah Lucio bertemu dengan anggota-anggota serikat buruh anarko-sindikalis Confederación Nacional de Trabajo (CNT). Dia pun ingin sekali bergabung dengan CNT.
Selama tahun-tahun awalnya di Perancis, Lucio bertemu dengan Francisco Sabate, seorang anarkis legendaris dan gerilyawan yang luarbiasa. Di masa ini, Sabate, yang juga dikenal dengan nama panggilan “El Quico”, merupakan anarkis yang paling dicari-cari oleh rezim Franco. Polisi Perancis juga mencari-cari Sabate, yang memimpin perlawanan terhadap Franquismo. “Saat bertemu Quico, aku sedang tergabung dalam Juventud Libertarias. Mereka bertanya apakah aku bisa membantu Sabate. Bayangkan, aku, orang yang tidak tahu apa-apa, aku bahkan tidak tahu siapa itu Quico.” Sabate menggunakan rumah Lucio sebagai tempat persembunyian. Lucio muda mendengarkan cerita-cerita Sabate tentang aksi langsung dan menyerap kearifan apapun yang bisa disampaikan oleh Sabate, misalnya tentang cara-cara untuk mengendus adanya penyusup. “Aku bertemu dengan para gerilyawan yang membawaku ke jalan menuju aksi langsung dan pengambil-alihan. Sabate mengajariku untuk tidak menghormati properti pribadi.”
Ketika itulah Lucio mulai ikut serta dalam perampokan-perampokan bank. “Tak ada bajingan yang lebih besar daripada bank,” kata Lucio saat membela pengambil-alihan. “[Inilah] satu-satunya cara yang dipunyai anarkis, tanpa dana dari industri dan tanpa ada wakil-wakil pemerintahan yang membiayai mereka. Uang itu dikirimkan kepada orang-orang yang menderita akibat tindakan rezim Franco.” Organisasi mahasiswa dan organisasi buruh mendapatkan dana itu untuk melakukan pengorganisiran akar rumput. Pada contoh lain, uang itu digunakan untuk aksi-aksi langsung gerilya melawan rezim Franco, misalnya kampanye untuk pembebasan tahanan politik di penjara-penjara nasionalis.
Untuk menyelamatkan hidup orang-orang yang berada di pengasingan, Lucio memikirkan sebuah rencana besar untuk memalsukan paspor agar warga Spanyol bisa bepergian. “Paspor untuk pengungsi berarti bisa melarikan diri ke luar negeri da menjalani hidup yang aman di tempat lain,” jelas Lucio. Bukan hanya di Eropa, tapi juga di AS dan Amerika Selatan, para pembangkang menggunakan kartu identitas palsu untuk menjalani hidupnya dan melakukan aksi-aksi langsung.
Pada tahun 1977, kelompok Lucio mulai memalsukan cek sebagai bentuk langsung untuk membiayai gerakan perlawanan. Secara esensial, Lucio adalah “bos” dari operasi ini – dia membuat, membagikan dan mencairkan cek-cek itu. Cek lebih sulit dipalsukan daripada uang kertas. Lucio berpikir bahwa mereka harus mentarget lembaga perbankan terbesar di dunia, National City Bank. Distribusi cek-cek tersebut mengalir ke berbagai kelompok subversif yang menggunakan dana itu untuk membiayai aksi-aksi solidaritas. Lucio menjelaskan bahwa “tak seorang pun yang menjadi kaya” karena cek-cek itu. Sebagian besar dana itu digunakan untuk tujuan aksi solidaritas. Di seluruh Eropa, cek-cek dengan nomor kode yang sama ini dicairkan pada waktu yang sama.
Rancangan besar Lucio ini merugikan City Bank sejumlah puluhan juta dolar akibat cek-cek perjalanan palsu. Tapi banyak yang mengatakan bahwa jumlah yang jauh lebih besar telah diambil-alih. City Bank tak berdaya menghadapi pemalsu, yang telah merugikan begitu besar hingga bank ini terpaksa menangguhkan cek-cek perjalanan, yang berarti menggagalkan liburan bagi ribuan wisatawan. Pada masa itu, orang belum menggunakan kartu cek ataupun kartu kredit. Lucio ditangkap pada tahun 1980 dan didapati membawa sebuah tas koper yang penuh dengan cek palsu. Sementara itu, selama penahanan Lucio, Citibank terus mendapat cek-cek perjalanan palsu.
Citibank menjadi khawatir. Wakil-wakil dari bank itu setuju untuk berunding. Lucio akan dilepas jika dia menyerahkan plat-plat master untuk mencetak cek-cek palsu tersebut. Pertukaran pun terjadi, dan Lucio menjadi seorang legenda karena rancangan cemerlangnya itu. Meski hidupnya sebagai pemalsu dokumen berakhir pada usia 50, namun hidupnya sebagai seorang anarkis terus berlanjut.
Lucio selalu bekerja sebagai tukang batu. “Yang paling membantuku adalah pekerjaanku. Anarkis selalu adalah pekerja.” Lucio – si tukang batu, anarkis, pemalsu dokumen dan pengambil-alih – telah meninggalkan warisan seperti halnya para pendahulunya. “Orang-orang seperti Loise Michel, Sabate, Durruti, semua pengambil-alih itu mengajariku bagaimana mengambil-alih, namun bukan untuk keuntungan pribadi, melainkan bagaimana menggunakan kekayaan itu untuk perubahan.” Pada usia 76 tahun, dia tidak meminta maaf atas aksi-aksinya. “Aku telah melakukan pengambil-alihan, yang mana menurut agama Kristen adalah perbuatan dosa. Bagiku, pengambil-alihan itu perlu. Sebagaimana yang dikatakan oleh para revolusioner, merampok dan mengambil-alih adalah tindakan revolusioner asalkan kita tidak mengeruk keuntungan dari tindakan itu.”
-oo0oo-
Lucio Urtubia Jiménez (lahir pada tahun 1931 di Cascante, Navarre[1]) adalah seorang anarkis Spanyol yang terkenal akan praktek pengambil-alihan politis-nya. Terkadang disejajarkan dengan Robin Hood,[1] Urtubia melakukan perampokan bank dan pemalsuan dokumen sepanjang tahun 1960-an dan 1970-an. Mengutip kata-kata Albert Boadella, “Lucio adalah seorang Quijote yang tidak bertarung melawan kincir angin, melainkan melawan raksasa yang sesungguhnya.”
Biografi
Lucio Urtubia lahir di Cascante, merupakan anak kelima di sebuah keluarga yang sangat miskin. Ayahnya, seorang Carlist , dipenjarakan dan, saat di dalam penjara, mengalami peralihan ke komunisme.
Direkrut ke dinas militer, Urtubia dan kawan-kawannya membobol sebuah gudang milik kompinya, lalu disersi dan melarikan diri ke Perancis pada tahun 1954. Di Paris dia mulai bekerja sebagai tukang batu, pekerjaan yang terus dia lakukan sepanjang hidupnya. Selain itu, dia jadi terlibat dengan kalangan Libertarian Muda dari Fédération Anarchiste dan berteman dengan André Breton dan Albert Camus.
Tak lama setelah pindah ke Paris, Urtubia diminta untuk menyembunyikan di rumahnya seorang anggota Maquis, kelompok gerilyawan Spanyol yang melawan Franco dari pengasingan. Pengungsi itu ternyata adalah Francesc Sabaté Llopart yang legendaris. Sabaté tinggal bersama Urtubia selama beberapa tahun sampai kematiannya.
Sabaté memandu keluarga-keluarga dan kaum libertarian yang berada di pengasingan di Toulouse, Perpignan dan Paris serta anggota-anggota CNT Spanyol tua di Barcelona, Saragossa, Madrid dan Pamplona. Sebelum pemenjaraan Sabaté menghentikan aktivitas-aktivitas ini, Urtubia mulai meniru serangan-serangan yang biasa dilakukan Sabaté ke wilayah Spanyol. Kemudian dia melakukan serangkaian perampokan dan penodongan untuk mencari dana untuk kepentingan revolusioner. Dalam melakukan itu semua, dia selalu ditemani senapan mesin Thompson-nya yang tak terpisahkan yang dia warisi setelah kematian Sabaté.
Pada saat ini, pemalsuan dokumen oleh Urtubia telah dimulai dan tak seorang pun gerilyawan atau orang dalam pengasingan yang meninggalkan dia tanpa membawa dokumen palsu. Dia bergabung dengan kawan-kawan libertarian lainnya untuk memalsukan mata uang pada tahun 1960-an. Dengan strategi ini, mereka membiayai banyak kelompok sambil berupaya menggoncang ekonomi kapitalis. Dengan aktivitas-aktivitas ini, di tengah memanasnya gejolak akibat invasi ke Teluk Babi, Urtubia mengusulkan kepada Simeón Rose, duta besar Kuba di Perancis, untuk menghancurkan kepentingan-kepentingan Amerika di Perancis dengan menggunakan bahan peledak. Namun, tawaran ini ditolak. Kemudian dia mempresentasikan kepada Ernesto Che Guevara, Menteri Dalam Negeri Kuba, sebuah rencana untuk memalsukan dolar Amerika secara besar-besaran. Usulan ini juga ditolak, dan Urtubia pun meninggalkan pertemuan itu dengan kecewa.
Pukulan telak nan cemerlang yang merubah hidupnya adalah pemalsuan cek-cek perjalanan Citibank pada tahun 1977. Tindak kriminal ini mencakup 8.000 copy dari 25 cek yang masing-masing senilai 100 dolar dan merugikan bank ini begitu parahnya hingga harga sahamnya jatuh. Uang yang dicuri ini digunakan, seperti biasanya, untuk membantu gerakan-gerakan gerilya di Amerika Latin (Tupamaros, Montoneros, dll.) dan Eropa. Kendati pemalsuan itu begitu hebat dan menghebohkan, Urtubia hanya dijatuhi hukuman penjara 6 bulan berkat kesepakatan ekstrayudisial dengan Citibank yang menurunkan tuntutan-tuntutannya sebagai pertukaran dengan plat-plat pencetak cek milik Urtubia.
Hidupnya adalah petualangan terus-menerus: menjadi target lima tatanan internasional, termasuk CIA; dia merancang penculikan tokoh Nazi, Klaus Barbie, di Bolivia; berkolaborasi dalam upaya pelarian pemimpin Black Panthers; membantu upaya penculikan Javier Rupérez;menjadi perantara dalam kasus Albert Boadella; dan bekerjasama dengan Movimiento Ibérico de Liberación dan kemudian dengan Groupes d'action révolutionnaire internationalistes. Dia selalu membela pekerjaannya dengan mengatakan, “Kami adalah tukang batu, tukang cat, tukang listrik – kami tidak butuh negara untuk apapun”; “Kalau memang pengangguran dan marjinalisasi menciptakan kaum revolusioner, pastilah pemerintahan-pemerintahan itu sudah mengakhiri pengangguran dan marjinalisasi.” Urtubia terus tinggal di Paris, dan kini dia pensiun.