Bagi para anarkis, pertanyaan bagaimana caranya beraksi dan bagaimana caranya untuk mengorganisir adalah sesuatu yang terhubung secara intim. Dan kedua pertanyaan ini, bukanlah pertanyaan tentang format yang paling diinginkan dalam masyarakat masa depan, yang menyediakan bagi kita metode paling berguna untuk memahami bervariasinya format anarkisme yang ada. Anarkisme-insureksioner adalah salah satu format, walaupun adalah hal yang penting untuk menegaskan bahwa para anarkis-insureksioner tidak membentuk satu format blok persatuan, tapi secara ekstrim membuka berbagai varian dalam perspektif-perspektif mereka. Anarkisme-insureksioner bukanlah sebuah solusi ideologis bagi masalah-masalah sosial, sebuah komoditi ideologis dan opini-opini pada pasar kapitalis, tapi sebuah praktek yang terus berlangsung yang bertujuan membawa garis akhir bagi dominasi negara dan keberlanjutan kapitalisme, yang mewajibkan analisa dan diskusi untuk terus maju. Secara historis, kebanyakan para anarkis, kecuali mereka yang percaya bahwa masyarakat akan berkembang menuju satu titik yang akan melenyapkan negara, mempunyai kepercayaan bahwa beberapa jenis dari aktifitas insureksioner memerlukan usaha radikal untuk mentransformasikan masyarakat. Sederhananya, hal ini berarti bahwa eksistensi negara harus dihancurkan oleh mereka yang tereksploitasi dan terbuang, makanya para anarkis harus menyerang: menunggu negara melenyap adalah kekalahan.
Aku akan mengeja beberapa implikasi di mana beberapa anarkis-insureksioner telah menggambarkan masalah general ini: jika negara tidak akan melenyap dengan sendirinya, lalu bagaimana kita akan mengakhiri eksistensinya? Anarkisme-insureksioner terutama adalah praktek, dan memfokuskan pada organisasi yang menyerang (para anarkis-insureksioner tidaklah melawan organisasi, tapi bentuk kritis dari organisasi yang bisa menghalangi aksi-aksi yang menyerang negara dan modal). Makanya, kata sifat “insureksioner” tidak mengindikasikan sebuah model spesifik tentang masa depan. Para anarkis yang percaya kita harus melewati sebuah periode insureksioner untuk mengeliminir dunia yang terinstitusikan lewat dominasi dan eksploitasi. Lebih dari itu, para anarkis-insureksioner membawa posisi yang bervariasi pada bayangan dari masyarakat masa depan—mereka bisa saja anarko-komunis, para individu atau bahkan para primitifis, sebagai contohnya. Banyak penolakan terhadap bentuk yang spesifik, model tunggal dan satu-satunya dari masyarakat masa depan yang mempercayai bahwa orang-orang akan memilih sebuah variasi dari bentuk sosial untuk mengorganisasikan diri mereka sendiri ketika mendapat kesempatan. Mereka adalah grup-grup kritis atau tendensi-tendensi yang percaya bahwa mereka adalah “pemikul kebenaran” dan berusaha membebankan ideologi mereka dan solusi formal ke masalah organisasi sosial. Sebagai gantinya, banyak dari para anarkis-insureksioner percaya bahwa melalui perjuangan swaorganisasi maka orang-orang akan belajar untuk hidup tanpa institusi dominasi.
Sementara para anarkis-insureksioner sedang aktif dalam banyak bagian dunia pada saat ini, poin dari artikel ini secara langsung terpengaruh oleh berbagai aktifitas dan tulisan-tulisan yang tersebar di Italia dan Yunani, yang juga merupakan wilayah di mana para anarkis-insureksionernya paling aktif. Saat ini, scene anarkis-insureksioner Italia bervariasi secara ekstrim, yang berpusat di sejumlah pendudukan tempat-tempat dan publikasi-publikasi, mereka ada sebagai sebuah jaringan informal yang menjaga perjuangan mereka di luar dari semua organisasi formal. Tendensi ini diambil berdasarkan pada label “anarkis-insureksioner” untuk membedakan diri mereka sendiri dari Federasi Anarkis Italia, sebuah organisasi platformis yang secara resmi menolak aksi-aksi individual yang revolusioner, satu-satunya hal yang disukainya hanya aksi massa dan sebuah praktek pendidikan yang berpusat di sekitar propaganda tentang “periode non-revolusioner”, dan juga untuk membedakan dari Municipalis Libertarian Italia yang membawa pendekatan reformis secara besar-besaran pada aktifitas “anarkis” mereka.
Para anarkis-insureksioner bukanlah para determinis sejarah; itulah mereka, mereka tidak melihat sejarah sebagai pengikut satu bentuk bagian, sebagai sesuatu yang membuat kita butuh bergerak di dalam nadanya. Kebalikannya, sejarah adalah sebuah kitab yang terbuka, dan segala bagian yang diambilnya tergantung akan aksi-aksi yang kita lakukan. Pada titik ini, sebuah aksi yang baik tidak akan terjadi di dalam konteks, tapi menuju konteks. Untuk menghancurkan masa kini maka kita harus beraksi melawan konteks, dan tidak menunggu sejarah mendeterminisikan kapan waktunya untuk beraksi, karena hal itu takkan pernah hadir. Aksi bukanlah sesuatu yang tumbuh di luar konteks, hal itu terjadi menuju konteks dan secara kompleks merubah konteks itu sendiri, membalikkan ketidakmungkinan dari sebuah momen menjadi sesuatu yang mungkin dilakukan berikutnya. Inilah jantung dari peristiwa insureksioner. Sebagai peristiwa insureksioner yang mentransformasikan konteks kemungkinan, hal itu juga berarti mentransformasikan manusia dan relasi manusia.
Sebelumnya, bagi sebuah peristiwa insureksioner yang berlangsung, yang membuka sebuah jeda dengan masa kini, kita perlu untuk memperhatikan pertanyaan tentang organisasi. Para anarkis harus melakukan apa yang mereka mampu lakukan untuk membuka dan membangun potensi-potensi insureksi. Format pasti dari sebuah organisasi, bagaimanapun, meredam potensi kita untuk benar-benar beraksi melawan masa kini dan bagi sebuah masa depan yang baru, untuk bergerak maju merengkuh insureksi dan secara permanen memutuskan hubungan dengan negara dan modal. Organisasi-organisasi permanen, organisasi-organisasi yang berupaya untuk mensintesiskan perjuangan-perjuangan ke dalam sebuah perjuangan tunggal, organisasi yang dipersatukan, dan atau organisasi-organisasi yang berupaya untuk memediasi perjuangan adalah bentuk-bentuk dari organisasi yang bertendensi untuk menutup potensi dari insureksi. Alur organisasi ini lebih memformalkan diri dan membuat kaku hubungan dari perlawanan yang langkah-langkahnya juga membatasi percampuran yang fleksibel dari kekuatan untuk aksi kita. Kekuatan aktif kita, kekuatan kita untuk berkreasi dan mentransformasikan, adalah satu-satunya senjata kita, dan batasan-batasan akan kekuatan di dalam pergerakan dari orang-orang yang terhisap dan terbuang adalah kelemahan kita yang paling besar. Hal ini bukan berarti kita harus bergaya tak-teroganisir (sebuah ketidakmungkinan—kita selalu punya beberapa level dari organisasi tak peduli seberapa pun informalnya); dalam kenyataannya, hal itu memposisikan pertanyaan paling mendasar tentang organisasi: bagaimana caranya kita mengkombinasikannya dalam sebuah jalan yang mempromosikan kekuatan aktif kita?
1. Menolak organisasi-organisasi permanen: organisasi-organisasi permanen bertujuan untuk melogikakan diri mereka sendiri—sebuah logika yang berlimpah-ruah dari insureksi. Orang hanya butuh melihat pada beroperasinya otoritas, kelompok-kelompok Leninis atau kelompok Kiri, aktifis organisasi harus melihat ini saat bekerja. Biasanya hal ini segalanya tentang membangun kelompok, rekruitmen di atas segalanya—hal permanen yang menjadi keberhasilan primer. Kekuasaan terpisah dari mereka yang aktif dalam perjuangan dan menjadi terinstitusionalisasikan dalam organisasi. Organiser menjadi terpisah dari yang diorganisir, dan bertujuan untuk membawa peran dari pendisiplinan dan berbicara untuk perjuangan.
2. Melawan mediasi dengan kekuasaan: sebagaimana organisasi menjadi lebih permanen dan khawatir akan perekrutan, mereka sering mulai khawatir akan imej mereka, dan berupaya membatasi aksi-aksi dengan yang lainnya di dalam perjuangan yang mungkin akan memberi nama buruk pada pergerakan. Semakin banyak mereka menginstitusionalkan kekuasaan mereka di dalam organisasi, semakin banyak mereka bertujuan untuk membatasi aksi konfrontasi langsung dan lebih mendorong untuk berdialog dan melakukan proses mediasi. Naifnya, mereka datang menginginkan perlengkapan kekuasaan dari massa dalam pesanan untuk mendapatkan sebuah kursi dalam meja kekuasaan. Proses ini dengan berat bekerja dalam pergerakan anti-globalisasi; organisasi-organisasi yang lebih besar kian berupaya untuk memediasi dengan kekuasaan. Hal ini juga merupakan peran dari persatuan-persatuan yang terjadi di masyarakat. Bagi para anarkis, tentu saja, mereka ada untuk melawan kapitalisme dan negara secara keseluruhan, tak akan terdapat dialog dengan institusi kekuasaan. Kesediaan mereka dalam kekuasaan untuk menginisiasikan sebuah dialog mungkin sebuah tanda dari kelemahan mereka, tapi hal itu juga bermula dari kekalahan kita ketika kita membatasi kekuatan aktif kita untuk mengajak mereka bergabung dalam diskusi.
3. Formalitas dan informalitas: organisasi formal memisahkan orang-orang ke dalam peran formal dari organiser dan yang diorganisir. Peran dari organiser dan yang diorganisir, tentu saja, cermin mendasar peran sosial yang dibutuhkan untuk mengoperasikan masyarakat di mana kita sebagai anarkis berusaha untuk mengatasinya. Selain itu, organisasi formal bertujuan untuk memisahkan keputusan dari momen dan situasi bertindak itu sendiri, memisahkan keputusan dan eksekusinya, dan makanya membatasi otonomi dari aksi. Kedua tujuan itu membuat kaku relasi sosial yang sebenarnya vital bagi mereka dalam “pergerakan”, mengganti perjuangan dari sosial yang alamiah ke sesuatu yang politis. Para anarkis-insureksioner bertujuan mempromosikan organisasi informal karena mereka menyadari bahwa kita, sebagai anarkis, adalah bagian dari perjuangan mereka, dan tidak berdiri di luar dan di atas orang-orang yang terhisap dan terbuang—tapi secara politis mengorganisir mereka.
4. Organisasi tumbuh dari perjuangan, perjuangan tidak tumbuh dari organisasi: kebanyakan organisasi formal pertama kali berupaya membangun organisasi kemudian mengorganisasikan perjuangan atau “pergerakan”. Para anarkis-insureksioner melihat ini sebagai hal yang kuno. Organisasi informal, berdasarkan grup-grup afiniti, tumbuh dari perjuangan. Grup-grup afiniti hadir untuk membangun jaringan dalam perjuangan dan kemudian mengkoordinasikan aksi-aksi dengan lebih sering; tapi, level dari organisasi tergantung pada level dari perjuangan, bukan mengikuti tuntutan dari organisasi formal.
5. Solidaritas dan aksi otonom: para anarkis-insureksioner menyadari bahwa aksi-aksi individual dan grup-grup afiniti adalah sesuatu yang otonom, di mana tak ada organisasi yang mengharuskan berada dalam sebuah posisi untuk mendisiplinkan aksi-aksi dari yang lainnya. Tapi aksi otonom dapat menjadi kuat ketika kita beraksi dalam solidaritas revolusioner dengan yang lainnya dalam perjuangan. Solidaritas revolusioner adalah sesuatu yang aktif dan berkonflik langsung dengan struktur-struktur dominasi; hal itu adalah aksi langsung yang mengkomunikasikan sebuah hubungan di antara satu perjuangan dengan perjuangan lainnya.
- Perjuangan harus dikembangkan, baik di dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Strategi-strategi yang jelas diperlukan untuk mengafirmasi metode-metode yang berbeda yang akan digunakan dalam koordinasi dan jalan yang penuh rasa.
- Aksi otonom: perjuangan swakelola berarti bahwa perjuangan-perjuangan tersebut adalah otonom dalam keputusan dan aksinya, ini adalah kebalikan dari organisasi yang mensintesiskan di mana selalu berupaya untuk mengambil kontrol dari perjuangan. Perjuangan yang tersintesiskan di dalam sebuah kontrol tunggal organisasi sangat mudah terintegrasi ke dalam sturktur kekuasaan hari ini. Perjuangan swaorganisasi yang natural tak terkendali ketika mereka disebarkan melintasi segala penjuru tanah.
Sasha K
Jumat, 26 Desember 2008
AKTIFITAS INSUREKSIONER DAN PERJUANGAN SWAORGANISASI
GERAK TERMEKANISASI AKAN MEMBUNUH EMOSI
Pada akhirnya, jika kamu tidak berhati-hati, ini yang akan terjadi pada dirimu: kamu dapat menangis tanpa kontrol ketika sedang menonton film, tapi kamu tidak dapat menangis dalam kehidupan nyata.
—Adbusters Januari 2004
Sebermula Adalah Aku
Berangkat dari Renaisans, modernitas mulai mengarungi keniscayaan. Renaisans adalah titik tolak perkembangan sains dan teknologi, perluasan dan ekspansi perdagangan besar-besaran; sebagai pendewaan rasionalitas dalam masalah-masalah manusia. Bagi jaman modern, manusia—dengan kemampuan rasionalnya—dijadikan sebagai aku (subyek) yang sentral dalam pemecahan masalah dunia. Hal ini merupakan sesuatu yang mekanistis di mana pengertian rasional dijadikan sebagai ukuran tunggal kebenaran, dan mesin dijadikan sebagai paradigma.
Untuk mewujudkan kekuasaannya, manusia modern harus memutuskan diri dan menaklukan lingkungan sekitarnya—termasuk nilai-nilai spiritual yang eksis sebelumnya. Kehidupan manusia modern digenjot menjadi kehidupan yang terpola untuk memenuhi kebutuhan yang seketika menjadi kompleks. Hal ini secara langsung meningkatkan harapan ke tingkat yang sangat tinggi dengan di saat bersamaan menghilangkan harapan itu sendiri. Lahan-lahan yang sebelumnya kosong dibuka untuk dijadikan pemukiman, hutan-hutan digunduli untuk dijadikan jalan raya yang akan mendukung akselarasi pembangunan; alam bukan lagi sesuatu yang dikategorikan sebagai teman—seperti yang terjadi pada jaman sebelumnya—tetapi sesuatu yang seharusnya ditaklukan. Teknologi dan mesin dikembangkan lewat berbagai cara dengan kredo mempermudah hidup. Di sini masa depan adalah sesuatu yang telah diprediksikan dan dikalkulasikan secara ketat hasil-hasilnya.
Tak mengherankan jika kemudian dalam masyarakat modern segala sesuatu dimiliki dan dinamai, lalu dijadikan sebagai sebuah komoditi; barang maupun jasa yang dapat diperjualbelikan dalam sebuah pasar. Sistem ekonomi pasar, hingga saat ini, telah menjadi sesuatu yang dominan. Ia juga semakin mengambilalih segala aspek kehidupan manusia. Kerjasama secara sukarela maupun kebebasan adalah sesuatu yang harus dihancurkan untuk melanggengkan sistem ini dan digantikan dengan kompetisi yang seragam dalam berbagai variannya. Namun hal ini pun ironis dalam kenyataannya. Barang-barang dan kekuasaan tidak dapat dimiliki oleh setiap orang dan terpusat hanya ke beberapa gelintir kalangan saja.
Kini tak ada lagi hubungan yang nyata antara produksi barang dengan kegunaannya. Malahan segala produk diproduksi hanya dengan satu tujuan, yaitu menciptakan laba bagi mereka yang sama sekali tidak terlibat langsung dalam proses produksi. Hal tersebut telah menghilangkan perbedaan yang memisahkan apakah sebuah produk benar-benar dibutuhkan atau tidak. Selama sebuah perusahaan mengeruk keuntungan dan menumpuk laba, hal itu selalu saja dilakukan dan dikaitkan dengan alasan akan kontribusinya bagi peningkatan ekonomi sosial yang berpengaruh juga pada kenaikan harga barang-barang biasa (selain hasil produksi dari perusahaan tersebut). Bahkan untuk aktifitas produksi yang sebenarnya perlu dilakukan, bila dianggap kurang memenuhi standar pendapatan laba, selalu saja dianggap bukan “produk nyata”—tidak peduli seberapa berharga dan perlunya produk yang dihasilkan tersebut sebenarnya.
Pembangunan pabrik semen di sebuah kawasan pertanian, misalnya. Ia dipercayai sebagai penyuplai kebutuhan banyak orang sehingga apa pun alasan untuk menolak kehadirannya (seperti alasan pengrusakan alam dan penurunan penghasilan bagi penduduk sekitarnya) akan dieliminasi. Semen sendiri merupakan sesuatu yang dibutuhkan terus menerus hanya bagi mereka yang memiliki modal besar. Sementara bagi kebanyakan orang, kebutuhan akan semen sepertinya akan cukup terpenuhi dari produksi yang telah ada tanpa perlu penambahan jumlah pabrik maupun jumlah produksinya.
Industri, dalam paradigma modern merupakan suatu blue-print tak terelakkan. Ia bukanlah sebuah mekanisme netral di mana siapa pun yang “mengemudikannya” dapat dengan sekenanya mengendalikan laju arahnya. Industri adalah tangan kanan sebuah sistem dominatif, di mana mereka yang memiliki kapital akan mampu untuk mengumpulkan dan mendapatkan lebih banyak lagi, dengan harga yang harus dibayar oleh mereka yang tidak memiliki kapital.
Mekanisasi Hubungan Sosial
Pada sistem teknologi industrial, dalam usahanya untuk memproduksi barang dan jasa yang diperlukan, kebanyakan orang—termasuk juga diri kita—dipaksa untuk membuat diri kita menjadi sebuah komoditi: disewakan pada sebuah pasar dengan harga tertinggi. Untuk meningkatkan nilai kita dalam harga jual sebuah pekerjaan, kita harus menginvestasikan diri kita melalui bidang pendidikan. Sebenarnya hal terpenting dari diadakannya pendidikan “kemampuan bekerja” adalah untuk belajar bagaimana menerima perintah dan menjalankan tugas-tugas yang kita terima seperti sebuah robot yang tentu saja harus patuh pada perintah apa pun. Kita terpaksa melakukan hal ini karena uang dan kekuasaan tidak dimiliki secara merata oleh masing-masing dari kita tapi mereka. Dalam bekerja, kita tidak lagi mendapat kebebasan, kita tidak lebih daripada sebuah barang sewaan yang digunakan dalam sebuah sistem pengeruk laba.
Sistem industrial bukanlah sebuah entitas tersendiri yang terpisah dengan pranata-pranata sosial yang membentuknya. Ia adalah sebuah teknik, mesin, ruang, relasi, dan masyarakat yang terintegrasi, yang dirancang untuk mereproduksi hubungan sosial dan memuluskan serta memajukan eksistensinya.
Sistem industrial juga bukan sekedar alat untuk menghasilkan profit. Ia pun bertugas sebagai alat pengontrol dari kapitalis dan penguasa agar masing-masing komponennya yang terdiri dari banyak hal—termasuk manusia—dapat terus berada dalam dominasinya dan tidak memberontak.
Selain itu, sistem industrial juga menyerang sisi psikologis manusia. Orang-orang menjadi terasing bukan hanya pada alat dan hasil produksinya, tapi juga terasing dari hasrat-hasrat terdekatnya (seperi inisiatif dan daya kreatif)—semenjak sistem industrial tak akan membiarkan siapa pun untuk mereguk kebebasan di luar koridor yang telah dibuatnya. Dunia komunikasi yang sedemikian massifnya semisal telepon dan internet, telah membuat komunikasi langsung menjadi sesuatu yang tampak aneh. Orang telah sedemikian terbiasa dimediasi oleh alat-alat sehingga mengalami kegagapan saat berkomunikasi langsung. Kedudukan manusia bukan lagi sebagai tuan atas sebuah alat; ia telah bertransformasi menjadi budak dari sebuah alat. orang-orang dapat menjadi stres dan frustasi ketika tidak ada satu pun SMS atau panggilan pada handphonenya. Agar komunikasi terus berlangsung, mereka berlomba-lomba mengisi pulsa untuk terus menjaga ekstasi dari sebuah komunikasi.
Relasi sosial yang terjadi pun begitu dangkal. Orang-orang berkumpul dalam kuantitas yang sangat massif namun mereka kehilangan rasa kebersamaan dan tetap menjadi individu yang terpisah satu sama lainnya. Gairah, seperti juga hal-hal lainnya, telah kehilangan sensasinya. Keliaran dianggap sesuatu yang tidak wajar dan sebisa mungkin dihindari. Orang-orang saling menghindari konflik dan jika konflik tetap terjadi, mereka dengan sukarela akan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak-pihak lain agar ditengahi: orang-orang lebih rela membayar hansip, satpam, polisi, untuk memberi keamanan. Lebih dari itu, mereka telah menyerahkan kekuasaan hidup mereka pada sesuatu di luar dirinya.
Dorongan alamiah yang terjadi pada masyarakat industrial modern disuplai oleh dorongan-dorongan yang dapat terpuaskan dengan upaya minimal dan dorongan-dorongan yang tak dapat cukup terpuaskan tak peduli seberapa besar upaya yang dilakukan (1). Dorongan-dorongan ini, terutama dorongan yang kedua, membuat orang menjadi frustasi dan depresi. Agar frustasi dan depresi ini tidak menemui jalan keluarnya, diciptakanlah imaji-imaji artifisial yang membuat orang tetap berada dalam ketertundukannya. Imaji ini dapat berupa harapan akan kesuksesan dan kebahagiaan hidup dalam keberlimpahan materi. Namun tentu saja, sekali lagi, hal ini hanya dapat direalisasikan oleh segelintir orang saja; sementara mayoritasnya terus menerus hidup dalam labirin impian yang tidak nyata: berlomba-lomba menjadi sempurna seperti para selebritis, misalnya. Intinya, mereka terus menerus dicekoki harapan-harapan artifisial agar tetap tunduk dan dapat ditaklukan oleh sistem hari ini.
Di dalam sistem teknologi industrial, manusia tak lebih dari sekedar angka pada sebuah pabrik besar. Pada sebuah sistem—apa pun sebutannya—homogenisasi adalah sebuah racun bagi kehidupan. Kekurangan akan perbedaan menginisiasikan ketidakberdayaan dan kegagalan.
Kemungkinan Dunia yang Lebih Baik
Industri, sebagai sesuatu yang bersifat integral dalam mesin besar hubungan sosial, tidak mungkin diasumsikan sebagai sesuatu yang netral, yang dapat kita pergunakan untuk kepentingan kita. Ia adalah salah satu alat dari sebuah hubungan hierarkis yang hanya melayani kepentingan penguasa, bukan aspirasi dan kehendak kita.
Untuk menuju dunia lain yang lebih baik, kita tidak dapat hanya sekedar menghancurkan salah satu kondisi dari banyak hal yang membuat sistem ini eksis. Sekedar merebut alat produksi tak akan mampu membuat kita bebas—semenjak pabrik dan segala interiornya didesain untuk mendominasi dan memekanisasi manusia. Karena di dalam pabrik, inisiatif individual harus hilang dalam deru mesin dan percepatan produksi. Perebutan kembali hidup kita harus dimulai dengan penghancuran setiap relasi hierarkis yang dominatif
Menghancurkan sistem yang eksis hari ini tentu saja akan membawa hal-hal yang “menyakitkan” dalam proses penghancuran dan pembangunannya. Tapi sistem ini pun tidak hadir secara tiba-tiba: ia mempengaruhi dan mengontrol kita setiap hari secara konstan lewat berbagai pranata dan propagandanya. Menghancurkannya, bisa saja terjadi secara spontan ataupun secara gradual; masa depan belum lagi tertulis. Namun satu hal yang telah kita pelajari dan rasakan bersama adalah dunia lain yang lebih baik tidak akan mungkin tercipta lewat hubungan yang hierarkis dan dominatif.
Hal ini pun bisa saja gagal di tengah jalan. Mungkin kita tidak bisa menghentikan laju dari monster kapitalisme tersebut, tetapi setidaknya biarkanlah kita “melemparkan sedikit pasir pada tatanan mesin mereka” untuk hanya demi mempertahankan martabat kita dan untuk memberi respek pada diri kita sendiri (2).
Atau seperti satir yang diungkapkan Nietszche, “Lebih nyaman mematuhi ketimbang menguji sesuatu. Adalah sesuatu yang lebih menggoda untuk berpikir ‘aku memiliki kebenaran’ daripada melihat kegelapan di sekeliling kita.”
Catatan:
(1) Manifesto Unabomber – Ted Kaczynsky
(2) Jaman Modern – Felix Frost
Jumat, 19 Desember 2008
SURAT BAGI PARA PELAJAR, DESEMBER 2008
Sebuah surat terbuka dari para pekerja Athena, berhubungan dengan gejolak sosial atas tertembak matinya seorang anak muda.
Umur kita memang berbeda dan keasingan yang umum ini membuat kita sulit berbicara di jalan-jalan; oleh karena itu kami mengirim surat ini kepada kalian.
Banyak dari kami yang belum menjadi botak ataupun menjadi buncit. Kami adalah bagian dari gerakan di tahun 90-91an. Kalian pasti pernah mendengarnya. Kala itu, meski kami telah menduduki sekolah kami selama 30-35 hari, kaum fasis berhasil membunuh seorang guru karena ia telah berjalan melampaui peran yang "seharusnya" ia lakukan dan malah pergi berseberangan jalan; ia telah berpihak pada kami, di dalam perjuangan kami. Meski yang terkuat dari kita menguasai jalanan dan membuat rusuh, bagaimanapun, kami tak pernah berpikir seperti yang telah kalian lakukan dengan mudahnya sekarang ini: menyerang kantor polisi (padahal pada waktu itu kami bernyanyi "bakar kantor polisi"). Jadi, kalian telah melampaui kami, sebagaimana sejarah selalu bertutur.
Tentu saja kondisi-kondisinya berbeda. Selama tahun 90an mereka menawarkan kepada kami prospek kesuksesan personal dan sebagian dari kami menerimanya. Sekarang orang-orang tak lagi percaya akan dongeng semacam ini. Kakak-kakak kalian telah memperlihatkannya kepada kami selama tahun 2006-07; sekarang kalian telah meludahi dongeng tersebut ke muka mereka. Sejauh ini cukup baik. Sekarang hal yang baik dan sulit telah dimulai.
Kami akan menceritakan pada kalian perjuangan dan kekalahan kami (karena selama dunia belum menjadi milik kita, kita selalu akan menjadi yang kalah). Dan kalian bisa gunakan apa yang telah kami pelajari sesuka kalian.
Janganlah berdiri sendirian. Undang kami; undang orang sebanyak-banyaknya. Kami tidak tahu bagaimana cara kalian dapat melakukannya, kalianlah yang akan mencari jalannya sendiri. kalian telah menduduki sekolah-sekolah kalian dan berkata pada kami bahwa hal yang paling penting adalah kalian tidak menyukai sekolah kalian. Bagus. Karena kalian telah mendudukinya, maka, ubahlah perannya. Bagilah pendudukanmu tersebut bersama mereka yang lainnya. Biarkan sekolahmu menjadi bangunan pertama untuk membuat relasi kita yang baru. Senjata terkuat mereka adalah memisahkan masing-masing dari kita. Seperti halnya kalian tak pernah takut bersama-sama menyerang kantor polisi, maka jangan sungkan mengundang kami untuk merubah hidup kita bersama-sama.
Jangan pernah dengarkan perintah dari organisasi politis manapun (meski itu adalah organisasi anarkis). Lakukanlah apa yang harus kalian lakukan. Percayalah pada orang-orang, bukan percaya pada ide-ide dan skema yang abstrak. Percayalah dengan hubungan langsungmu dengan orang-orang. Jangan dengarkan mereka yang bilang kalau perjuangan kalian tidak punya kandungan politis. Perjuanganmu adalah isinya itu sendiri. Yang kalian punya hanyalah perjuangan kalian dan hanya di dalam tangan kalianlah kalian dapat memajukannya. Perjuangan kalianlah yang dapat merubah hidup kalian. Singkatnya adalah apa yang kalian bangun dan lakukan untuk berelasi yang sebenarnya dengan sesama.
Janganlah takut ketika berhadapan dengan hal baru. Setiap orang dari kami, meski selang umur kami semakin menua, telah tertanam sesuatu di dalam otak kami. Kalian juga, meski masih muda. Jangan lupakan fakta ini. Pada tahun 91, kami berhadapan dengan wewangian dunia baru dan, percayalah pada kami, kami menghadapi hal itu dengan susah payah. Kami belajar bahwa sesuatu pasti ada batasnya. Janganlah takut dengan penghancuran komoditas. Jangan takut pada orang-orang yang mencuri dari toko-toko. Kitalah yang membuat semua itu ada, dan itu semua adalah milik kalian.
Kalian (seperti kami dulu) dibesarkan agar segera bangun pagi untuk membuat sesuatu yang tidak akan menjadi milik kalian. Mari ambil alih semuanya dan saling berbagi. Seperti halnya kita berbagi kepada teman dan cinta di antara kita.
Kami mohon maaf karena menulisnya dengan terburu-buru, tapi kami melakukannya karena mencuri waktu kerja dari bos kami, secara rahasia. Kami adalah orang-orang yang dipenjara oleh kerja, seperti juga kalian yang dipenjara di sekolah.
Sekarang kami telah berbohong kepada bos kami dan meninggalkan kerja: Kami akan bertemu kalian di Syntagma Square dengan menggenggam batu di tangan kami.
Proletarians