Kamis, 28 Oktober 2010

ANARKI JAUH DARI KEMATIAN!

Luigi Galleani dan Propaganda-Dengan-Tindakan di Amerika


Galleani menjadi anarkis pada usia remaja, saat mempelajari hukum di University of Turin. Dia meninggalkan sekolah sebelum menyelesaikan sarjananya dan mengalihkan perhatiannya untuk mempromosikan ide-ide anarkis. Anarkis yang lahir di Vercelli ini, terpaksa hengkang ke Prancis untuk menghindari prosekusi yang mengancam di Italia, tapi kemudian diusir dari Prancis karena terlibat sebuah demonstrasi Mayday.

Galleani kemudian pindah ke Swiss, di mana dia mendatangi University of Geneva sebelum kembali diusir karena dianggap sebagai agitator berbahaya yang mengatur perayaan penghormatan terhadap para martir Haymayket. Dia Kembali ke Italia di mana kemudian ditangkap dengan tuduhan konspirasi. Di awal 1894, dia menghabiskan lebih dari lima tahun di penjara dan eksil internal, terutama di pulau Pantelleria, di luar daratan Sisilia.


Melarikan diri dari Pantelleria pada 1900, Galleani hengkang ke Mesir. Kemudian, di bawah ancaman ekstradiksi, dia melarikan diri lagi ke London, lalu ke Amerika Serikat pada 1901. Di sana, anarkis yang lahir di tengah-tengah orangtua kelas menengah ini, datang sebagai seorang imigran yang tidak punya uang sepeser pun.

Dengan cepat Galleani menarik perhatian lingkar-lingkar anarkis radikal sebagai seorang orator karismatik yang mempercayai bahwa kekerasan diperlukan untuk melawan kapitalis yang menindas kelas pekerja. Dengan tegas dan bangga, Galleani mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai seorang subversif, seorang propagandis revolusioner yang mendedikasikan dirinya untuk merongrong pemerintahan dan institusi yang mapan, dengan menyebarkan sebuah filosofi politik yang berdasarkan aksi-langsung. Dilihat dari berbagai aspek, Galleani adalah seorang pembicara yang benar-benar berpengaruh dan seorang penganjur kebijakan lewat kekerasan revolusioner. Carlo Buda, saudara dari Mario Buda—pembuat bom yang terinspirasi Galleani—berkata, "Dengarkan Galleani bicara, dan kamu siap untuk menembak polisi pertama yang kamu temui."

Galleani pertama kali menetap di New Jersey, tapi didakwa menghasut orang-orang agar melakukan kerusuhan. Dia pun kabur ke Kanada, dan dengan segera dideportasi. Kemudian dia pindah ke Vermont, di mana dia dikenal sebagai seorang penganjur propaganda-dengan-tindakan (propaganda by the deed). Galleani adalah juga seorang pendiri dan editor dari Cronaca Sovversiva (Kronik Subversif), sebuah newsletter anarkis yang dipublikasikan oleh Galleani selama 15 tahun sebelum pemerintah Amerika membredelnya di bawah Sedition Act of 1918[1].

Setiap isu dari Kronik Subversif biasanya tidak lebih dari 8 halaman. Newsletter tersebut menawarkan perspekstif dengan topik-topik radikal yang bervariasi, termasuk argumen-argumen tentang ketiadaan tuhan, kebutuhan akan cinta-yang-bebas, pidato yang berisi kritik tajam dan penuh kemarahan melawan tirani negara baik secara historis dan kontemporer, maupun kehinaan dan sikap yang terlalu pasif dari para sosialis. Newsletter yang pada satu waktu dinyatakan memiliki 5000 pelanggan ini, secara berkala mempublikasikan daftar alamat-alamat dan hubungan yang detail dari para bisnismen, mata-mata kapitalis, penghalau aksi mogok, dan berbagai macam musuh masyarakat. Isu-isu terakhir dari newsletter ini mengangkat sebuah iklan yang menjual sebuah manual tidak berbahaya berjudul "The Health is in You!" (Kesehatan Ada di Dalam Dirimu!) seharga 25 sen (dollar), yang dideskripsikan sebagai sesuatu yang wajib dimiliki oleh setiap keluarga proletar. "Kesehatan Ada di Dalam Dirimu!" adalah sebuah manual pembuatan bom. Beberapa buku-buku yang dikarang Galleani terdiri dari essai-essai Kronik Subversif. Salah satu essainya adalah La Fine dell'anarchismo? (Akhir dari Anarkisme?) di mana Galleani mendeklarasikan bahwa anarki jauh dari kematian dan masih relevan sebagai sebuah pergerakan politik.

AKTIFITAS-AKTIFITAS REVOLUSIONER

Semakin hari Galleani semakin membangkang terhadap kekuasaan pemerintah dan polisi. Dengan segera, dia menarik perhatian sebuah grup dari lingkar radikal dan para sohib yang kemudian dikenal sebagai Galleanis. Dalam grup Galleanis ini terdapat Frank Abarno, Gabriella Segata Antolini, Pietro Angelo, Luigi Bacchetti, Mario Buda alias Mike Boda, Carmine Carbone, Andrea Ciofalo, Ferrucio Coacci, Emilio Coda, Alfredo Conti, Roberto Elia, Luigi Falsini, Frank Mandese, Riccardo Orciani, Nicola Recchi, Giuseppe Sberna, Andrea Salsedo, Raffaele Schiavina, Nestor Dondoglio alias Jean Crones, Carlo Valdinoci, dan yang paling terkenal, Nicola Sacco dan Bartolomeo Vanzetti.

Aktifitas-aktifitas dari Galleani dan grupnya berpusat di sekitar promosi bentuk-bentuk radikal dan penuh kekerasan dari anarkisme, yang dilakukan dengan pidato, newsletter, agitasi pekerja, protes politik, dan pertemuan-pertemuan rahasia. Bagaimanapun, banyak dari sohib Galleani yang menggunakan bom dan cara-cara kekerasan lainnya. Para Galleanis juga mempraktekkan apa yang selama ini digalakkan oleh anarkis yang lahir pada tahun 1861 tersebut, tapi Galleani sendiri tidak pernah terlibat langsung di dalamnya. Dengan bantuan dari seorang ahli kimia dan ahli ledakan yang bersahabat, Profesor Ettore Molinari, Galleani menulis buklet "Kesehatan Ada di Dalam Dirimu!", sebuah buku kecil 46 halaman yang berisi panduan eksplisit tentang membuat bom. Regu Bom New York City (The New York City Bomb Squad) menganggap buklet tersebut akurat dan praktis, padahal Galleani membuat sebuah kesalahan, yang dikoreksi pada tahun 1908, yang menghasilkan satu atau lebih bahan peledak yang prematur.

Anjuran Galleani akan kekerasan adalah pemikiran yang pertama kali diletakkan ke dalam aksi oleh para sohibnya pada tahun 1914. Para Galleanis terlibat setidaknya dalam dua pengeboman di New York setelah polisi dengan membabi buta membubarkan sebuah aksi protes di rumah John D Rockefeller di Tarrytown, New York. Setelah beberapa bulan berikutnya, terjadi pengeboman di wilayah yang berbeda di New York City. Tempat-tempat yang menjadi sasarannya adalah kantor-kantor polisi, gereja, dan paviliun. Pada 14 November 1914, sebuah bom diletakkan di bawah kursi hakim Campbell dari pengadilan militer Tombs. Campbell telah memvonis seorang anarkis muda atas tuduhan memprovokasi kerusuhan. Pada bulan Januari 1915, polisi mempublikasikan sebuah persekongkolan untuk meledakkan Katedral St Patrick di New York. Polisi juga menemukan salinan "Kesehatan Ada di Dalam Dirimu!" di rumah salah seorang tersangka.

Seorang Galleanis asal Chicago, Nestor Dondoglio, meracuni sekitar 200 tamu di sebuah perjamuan pada tahun 1916 sebagai penghargaan terhadap Archbishop Mundelein. Dari keduaratus tamu yang diracuni tersebut, tak ada seorang pun yang mati dan Dondoglio sendiri tak pernah tertangkap. Setelah meninggalkan serangkaian olok-olok bagi polisi, Dondoglio melarikan diri ke Pesisir Timur (East Coast), di mana dia disembunyikan oleh para Galleanis lainnya sampai dia meninggal pada tahun 1932. Pada tanggal 6 Desember 1916, seorang Galleanis lainnya, Alfonso Fagotti, tertangkap karena membacok seorang polisi dengan pisau jagal selama kerusuhan di Boston North Square. Dalam usaha balas dendam, para Galleanis meledakkan sebuah bom di jalan utama dari kantor polisi pelabuhan Boston di hari berikutnya. Pada akhirnya, Fagotti dideportasi ke Italia.

Beberapa penulis juga mencurigai para Galleanis berpartisipasi pada Persiapan Hari Pengeboman (Preparedness Day Bombing) di San Francisco tahun 1916. Meskipun tak pernah didakwa ataupun dijatuhi hukuman secara resmi di pengadilan atas keterlibatan dalam serangan tersebut, beberapa sejarawan telah mencatat bahwa Persiapan Hari Pengeboman tersebut telah menjadi sebuah komponen dari serangan bom para Galleanis, secara spesifik aktifitas pengeboman dari Mario Buda.

Pada 24 November 1917, di Milwaukee, Mario Buda berpikir untuk mengkonstruksikan sebuah bom bubuk hitam besar[2] dengan air keras sebagai penunda detonator yang meledak pada kantor polisi Milwaukee di mana bom bubuk hitam besar tersebut baru saja dipindahkan setelah penemuannya di dalam lantai dasar sebuah gereja. Ledakan dari bom tersebut membunuh sembilan orang polisi dan seorang perempuan sipil. Kejadian bom tersebut adalah insiden kekerasan teroris terburuk di Amerika Serikat sampai waktu itu. Bom tersebut sebenarnya dirancang bukan untuk polisi, tapi ditanam di sebuah gereja Katolik Italia kiranya untuk membunuh patriotis, pembantu pendeta sayap-kanan. Terdapat insiden-insiden yang morat-marit dari keberhasilan dan kegagalan pengeboman di New York City, San Francisco, Washington DC, Boston, dan Milwaukee, yang mengacu pada para sohib Galleani. Meskipun begitu, tak ada pengaduan kriminal yang mengiringi. Pada waktu tersebut, Kongres dan publik secara luas telah memulai aksi tuntutan melawan anarkis-anarkis militan dan para penganjur kekerasan fisik lainnya.

Pada tanggal 17 Januari 1918, seorang gadis Galleanis berusia 19 tahun, Gabriella Segata Antolini, ditangkap karena mengantarkan sebuah tas kecil yang penuh dijejali dengan dinamit. “Oleh-oleh” itu ia peroleh dari Carlo Valdinoci dalam rangkaian kereta Chicago[3]. Ketika diinterogasi, ia menyebutkan nama palsu dan menolak untuk bekerjasama dengan penguasa ataupun menyuplai mereka dengan informasi apa pun; dia pun dikirim ke penjara selama 14 bulan sebelum akhirnya dilepaskan. Selama di penjara, Antolini bertemu dengan anarkis tersohor Emma Goldman, yang dengannya lah Antolini menjalin persahabatan.

Bulan Februari 1918, para penguasa Amerika Serikat menggerebek kantor “Kronik Subversif”. Mereka membredel terbitan dan memenjarakan editor-editornya. Daftar pelanggan telah disembunyikan oleh para staff, tapi penguasa mendapatkan lebih dari 3000 nama dan alamat para pelanggan dari isu yang akan diterbitkan, yang telah dibundel untuk dikirimkan.

18 Oktober 1918, Kongres menerbitkan sebuah peraturan baru yang bertujuan untuk melarang penduduk terlibat dalam gerakan anarkis ataupun organisasi politis revolusioner, yakni Anarchist Exclusion Act[4]. Untuk merespon itu, Galleani dan para sohibnya mendeklarasikan perang terhadap Pemerintah Amerika Serikat dan dengan sengaja mengabarkan tujuan mereka melalui publikasi flyer: “Deportasi tak akan mampu menghentikan badai yang sedang menghampiri. Badai ini tertanam dan dengan segera akan menerjang, menyerang dan membinasakan dirimu dalam darah dan api... Kami akan meledakkanmu!” Serangan mereka diikuti oleh sebuah pengeboman berantai terhadap bisnismen dan pegawai terkemuka, termasuk sebuah bom yang ditaruh di rumah Hakim von Moschzisker, yang telah memvonis empat anarkis Italia dengan hukuman penjara yang sangat lama pada tahun 1908.

Sehari setelah mendengarkan orasi Galleani yang berapi-api, yang sedang menunggu keputusan deportasinya, pada tanggal 27 Februari 1919, empat orang Galleanis tewas ketika bom dinamit yang rencananya mereka pasang di Franklin, Massachusetts, meledak secara prematur mengenai wajah mereka[5].

Di akhir bulan April tahun 1919, sekitar 30 paket bom berisi dinamit dikirimkan melalui surat kepada para politikus, pegawai pengadilan, dan pemodal (termasuk John D Rockefeller). Satu bom bahkan ditujukan pada seorang agen FBI yang ditugaskan untuk mencari beberapa Galleanis yang sedang diburu, termasuk Carlo Valdinoci. Para Galleanis merancang bom mereka untuk dikirimkan pada Mayday, sebuah hari internasional bagi solidaritas para komunis, anarkis, dan sosialis revolusioner. Hanya beberapa paket saja yang terkirim, karena komplotan tersebut lalai memasang perangko yang memadai. Salah satu paket bahkan terdeteksi, dan tanda-tanda yang berbeda dari paket tersebut memungkinkan sergapan terhadap mayoritas dari mereka. Tak ada seorang pun yang terbunuh dengan paket bom yang telah dikirimkan tersebut, tapi ada kecelakaan yang terjadi. Seorang pelayan dari Senator Hardwick (salah seorang pendukung Anarchist Act) tangannya meledak ketika membuka paket yang dikirimkan ke rumah sang Senator di Georgia.

Para Galleanis merencanakan untuk meledakkan delapan bom ukuran besar yang secara simultan berdekatan di beberapa kota berbeda di Amerika Serikat, di bulan Juni 1919. Target-targetnya termasuk rumah para hakim, bisnismen, walikota, inspektur imigrasi, dan sebuah gereja. Rupanya mereka menyadari bom pertama mereka tidaklah berkekuatan memadai, karenanya bom baru yang mereka siapkan menggunakan dinamit sampai dengan 20 pon, dibungkus dengan besi dari serpihan granat yang telah meledak. Di antara korban-korban yang menjadi target, terdapat para politisi yang mendukung Undang-Undang Anti-Subversi (Anti-Sedition Law) dan deportasi, atau hakim yang telah mengirimkan para anarkis Galleanis ke dalam penjara. Rumah Walikota Cleveland Harry L Davis, Hakim WHS Thompson, Perwakilan Negara Bagian Massachusetts Leland Powers, Jaksa Agung A Mitchell Palmer (sebelumnya telah menjadi target dari bom surat para Galleanis), semuanya diserang oleh para Galleanis. Tak ada seorang pun dari para petinggi tersebut yang terbunuh. Tapi bom tersebut memakan korban seorang penjaga malam, seorang wanita yang melewati rumah salah satu korban, dan seorang Galleanist, Carlo Valdinoci, yang juga mantan editor Kronik Subversif. Meskipun tak terluka, Palmer dan keluarganya sangat terguncang akibat ledakan tersebut.

Carlo Valdinoci, yang juga teman dekat Galleani, terkena ledakan hingga tubuhnya terceraiberai tepat di depan rumahnya Palmer, yang merupakan target dengan kerusakan terparah. Valdinoci terbunuh entah karena tersandung bom yang dia bawa, atau bomnya meledak secara prematur ketika dia meletakkannya di beranda rumah Palmer. Semua bom tersebut dikirimkan bersama sebuah flyer, yang berjudul Kata-Kata Sederhana (Plain Words). Kata-Kata Sederhana memperingatkan: “Perang, Perang Kelas, dan kamu merupakan bagian pertama yang melaksanakan hal itu di bawah selimut dari institusi kekuasaan yang kamu sebut tatanan, dalam kegelapan hukum-hukummu. Hal tersebut akan menjadi pertumpahan darah; kami tidak akan menghindar; harus ada yang menjadi pembunuh: kami akan membunuh, karena hal tersebut penting; harus ada penghancuran; kami akan menghancurkan untuk mengeliminasi dunia dari insitusi-institusi kejam milikmu.”

Para penguasa menangkap seorang tukang set huruf cetak, Andrea Salsedo dan Roberto Elia, seorang perakit. Mereka tertangkap karena salah satu flyer tertinggal bersama sebuah paket bom, dan penguasa berhasil melacak flyer tersebut ke percetakan di mana Salsedo bekerja. Salsedo diinterogasi secara intensif (beberapa mengatakan sambil disiksa juga) oleh agen federal. Tapi setelah memberi beberapa informasi, ia semakin murung. Salsedo tewas setelah lompat (atau didorong keluar) dari lantai 14 sebuah gedung di mana dia ditangkap. Walaupun Salsedo mengakui dirinya seorang anarkis dan dia mencetak flyer bom, tak ada seorang pun yang ditangkap atau divonis dalam pengeboman berikutnya, sehubungan dengan kurangnya bukti-bukti dan penolakan para Galleanis lainnya untuk memberikan informasi kepada penguasa. Elia kemudian dideportasi. Merujuk pada pengacaranya, dia menolak sebuah tawaran yang memperbolehkan dia tetap tinggal di Amerika Serikat jika dia dapat memutuskan hubungannya dengan para Galleanis.

Setelah kematian Valdinoci, Ferrucio Coacci dan Nicola Recchi muncul untuk mengambil peran yang menonjol dari grup tersebut; keduanya adalah perakit bom. Nicola Recchi sendiri telah kehilangan tangan kirinya karena ledakan prematur, tapi dia tetap merakit bom.

Di bawah undang-undang sebelumnya, Departemen Kehakiman yang dikepalai oleh Jaksa Agung Palmer tidak memiliki kekuasaan untuk mendeportasi penduduk asing; hanya Departemen Imigrasi yang dapat melakukannya. Sampai pada titik tersebut, para anarkis tergugat dapat dan telah melakukan penundaan deportasi mereka dengan permohonan legal secara terus menerus. Dengan publik dan media mainstream yang mengeluhkan pemerintah untuk mengambil tindakan, Palmer dan pegawai pemerintah lainnya memulai rangkaian investigasi menggunakan penyadap telepon tanpa garansi, mengulas catatan langganan dari publikasi-publikasi radikal, dan cara-cara lain untuk menginvestigasi ribuan anarkis, komunis, dan radikal-radikal lainnya. Dengan bukti-bukti di tangan, dan setelah kesepakatan bersama Departemen Imigrasi, Palmer dan Departemen Kehakiman mulai membulatkan jumlah dan mendeportasi sebanyak mungkin para radikal yang dapat dikenai Anarchist Act—sebuah gelombang penangkapan dan deportasi besar-besaran yang dikenal sebagai Palmer Raids (Penggerebekan Palmer)[6].

DEPORTASI

Luigi Galleani dan delapan sohib karibnya dideportasi ke Italia pada bulan Juni 1919, tiga minggu setelah pengeboman gelombang 2 Juni. Meskipun penguasa tidak memiliki cukup bukti untuk menyangkutkan Galleani, mereka tetap mendeportasi Galleani sebagai seorang penduduk asing yang secara terang-terangan menganjurkan kekerasan untuk meruntuhkan pemerintah dan pernah menulis sebuah buku panduan membuat bom. Setelah sampai di Italia, dengan segera Galleani mendapatkan perhatian dari penguasa, yang memaksa dirinya eksil ke sebuah pulau di luar Italia. Pasca Mussolini berkuasa, Galleani mendapat pengawasan ketat dari polisi pemerintah Fasis. Kemudian, dia diperbolehkan untuk kembali ke daratan Italia, tapi pengawasan polisi tetap berlanjut. Galleani wafat karena serangan jantung di usia 70 pada 4 November 1931. Insureksioner satu ini adalah seorang anarkis abad 20 yang paling terkenal dalam menginspirasi dan mengadvokasi rangkaian pengeboman di Amerika Serikat pada tahun 1919. Galleani dapat dideskripsikan sebagai salah seorang anarkis-komunis dan anarkis-insureksioner terbaik.

KETERANGAN TAMBAHAN

Para sohib Galleani tidak mengikuti deportasinya dengan baik, maupun berita bahwa temannya, Sacco dan Vanzetti didakwa untuk kasus pembunuhan. Sebuah gelombang pengeboman mengiringi pengadilan mereka. Satu atau lebih sohib Galleani, terutama Mario Buda, dicurigai sebagai pelaku pengeboman Wall Street[7] pada tahun 1920, yang menyebabkan 33 orang meninggal. Pengeboman para Galleanis berlanjut setelah vonis bersalah dan eksekusi dari Sacco dan Vanzetti pada tahun 1927. Sejumlah pengadilan dan pegawai penjara secara spesifik menjadi target, termasuk hakim pengadilan, Webster Thayer, dan juga pengeksekusi, Robert Elliott.

Setelah Galleani dan para sohibnya kembali ke Italia, Ferrucio Coacci dan Nicola Recchi kemudian menyusul pindah ke Argentina. Di sana, dengan cepat Coacci bergabung bersama seorang anarkis Argentina yang mempromosikan kekerasan, Severino Di Giovanni. Dideportasi dari Argentina setelah eksekusi Di Giovanni, Coacci kembali ke Argentina setelah Perang Dunia Dua. Mario Buda juga kembali ke Italia lebih cepat setelah pengeboman Wall Street, di mana dia hidup sampai kematiannya di tahun 1963.



CATATAN

[1] Undang-undang Makar 1918 (The Sedition Act of 1918) adalah undang-undang yang dibuat oleh kongres Amerika Serikat, yang disahkan ke dalam hukum oleh Presiden Woodrow Wilson pada tanggal 16 Mei 1918. Undang-undang tersebut melarang penggunaan bahasa yang mengungkapkan "ketidaksetiaan, vulgar, kasar, atau makian-makian” terhadap pemerintah Amerika Serikat, benderanya, atau tentara atau yang menyebabkan orang-orang memandang jelek pemerintah Amerika atau institusi-institusinya. Lahirnya undang-undang ini memicu lahirnya undang-undang spionase di tahun yang sama, dan beberapa undang-undang yang secara khusus dibuat untuk menghambat gerakan anarkis.

[2] Balousek, Marv, dan Kirsch, J. Allen, 50 Wisconsin Crimes of the Century, Badger Books Inc. (1997).

[3] Avrich, Paul, Anarchist Voices: An Oral History of Anarchism in America, Princeton: Princeton University Press (1996).

[4] The Anarchist Exclusion Act adalah undang-undang yang mengatur pengusiran orang-orang asing yang menetap di Amerika Serikat pada tahun 1906. Undang-undang ini dibuat segera setelah pembunuhan Presiden William McKinley oleh Leon Czolgosz, seorang anak imigran Polandia yang lahir di Amerika.

Pasca undang-undang ini disahkan, banyak anarkis dan para militan radikal yang diusir dari Amerika karena aktifitasnya. Beberapa di antaranya adalah John Turner, anarkis Skotlandia, yang merencanakan mimbar bebas untuk memperingati para martir Haymarket; para anarkis militan yang berasal dari beberapa negeri seperti Italia dan lainnya; juga para imigran radikal yang tidak mengklaim dirinya anarkis.

Emma Goldman, sang anarkis-feminis, pernah mengorganisir Liga Mimbar Bebas (Free Speech League) untuk menentang undang-undang ini dan deportasi para imigran. Liga yang diorganisir Emma Goldman ini secara khusus diorganisir untuk membela Turner.

[5] Avrich, Paul, Sacco and Vanzetti: The Anarchist Background, Princeton University Press (1991).

[6] Penggerebekan Palmer (The Palmer Raids) adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman Amerika untuk menangkap dan mendeportasikan para radikal sayap kiri, terutama para anarkis, dari Amerika Serikat. Penggerebekan dan penangkapan berlangsung dari bulan November 1919 sampai bulan Januari 1920 di bawah kepemimpinan Jaksa Agung A Mitchel Palmer. Penggeberekan ini berhasil mendeportasi lebih dari 500 warga asing, termasuk para pemimpin terkemuka gerakan kiri.

[7] Pengeboman Wall Street terjadi pada tanggal 16 September 1920 di distrik keuangan kota New York. Ledakan ini mengakibatkan 38 orang meninggal dan 143 orang mengalami luka serius. Pengeboman ini lebih mematikan dari pengeboman gedung Los Angeles Times pada 1910.

Read More......

TOTALITAS BAGI KAUM MUDA

SEBUAH SEJARAH SINGKAT SITUATIONIST INTERNATIONAL


INTRODUKSI

“Sesuai dengan apa yang engkau cari, pilih sebuah negara, kota yang kurang lebih banyak populasinya, jalan yang kurang lebih ramai. Bangun sebuah rumah. Beri perabotan. Gunakan berbagai dekorasi dan menghias sekelilingnya sebagus mungkin. Pilih musim, hari dan waktunya. Kumpulkan bersama orang-orang yang paling cocok, dengan musik dan minuman yang juga tepat. Pencahayaan dan obrolan juga harus tepat dengan suasananya, sebagaimana musim atau memorimu.”

Saat pertama kali membaca kutipan di atas, mungkin sangat tidak mengesankan, apalagi saat berbicara mengenai sejarah sebuah organisasi yang revolusioner—yang biasanya dipenuhi oleh kutipan-kutipan pernyataan dari organisasi tersebut yang sangat berapi-api dan membakar. Tetapi hal sederhana tersebut akan berbeda apabila kalian para pembaca sebelumnya telah memahami soal ide-ide yang dikembangkan oleh Situationist International, yang mungkin ide sederhana yang tak lain adalah terjemahan dari artikel Permainan Psykogeografi Minggu Ini di atas akan menjadi sangat menarik. Para pemain didorong untuk ‘membangun’ sebuah situasi, yang jelas sangat simpel, bukan sebuah event politis yang tampak sangat radikal, melainkan sebuah momen dari kehidupan nyata, sebuah momen yang lebih tinggi dalam kehidupan nyata. Hasratlah yang dijadikan racikan paling mendasar bagi terciptanya sebuah revolusi. Sebuah dorongan untuk hidup secara langsung, sebagai lawan dari bentuk hidup yang teralienasi yang disodorkan oleh masyarakat kapitalis dewasa ini.

Psikogeografi, sebuah kritik politis atas masyarakat melewati pemetaan mental (melalui kritik atas arsitektur), adalah alasan-alasan dasar yang paling menarik dari hasil-hasil kerja para Situationist. Hal ini jugalah yang tak akan pernah ditemui sebelumnya dari karya-karya revolusioner sebelumnya, yang biasanya hanya melihat ketertindasan ekonomi sebagai faktor utama yang perlu diperhatikan dalam ‘mengorganisir’ sebuah momen insureksional.

Tetapi toh berbicara mengenai Situationist International (SI) jelas berbicara mengenai organisasi revolusioner, tentang politik, tentang Debord, tentang Situationist International Kedua, tentang seluruh aktifitas harian para anggotanya. Hal tersebut dapat diterangkan melalui fakta bahwa seluruh anggotanya aktif secara politis, tetapi biografi-biografi yang ditulis oleh para sejarawan tak pernah menggambarkan mereka dengan baik.

Sepintas tulisan-tulisan SI memang memusingkan dan kabur apabila dibaca tanpa beberapa pamahaman dasar tentang konteks yang ingin mereka kembangkan. Dengan demikian, sebelum sejarah mengenai mereka mulai dibaca di halaman-halaman berikutnya, kami lampirkan juga terlebih dahulu sebuah catatan singkat.

Catatan

Seluruh teks dari Situationist International dan teks-teks yang berhubungan dengannya bebas dari hak cipta. Tak ada terjemahan teks-teks mereka dalam bahasa Indonesia, jadi apabila para pembaca ada yang lantas tertarik untuk mempelajarinya lebih mendalam, di akhir artikel ini akan kami bubuhkan beberapa buku yang paling signifikan untuk dipelajari lebih lanjut.

BAB I
PRA-SITU DAN AKAR-AKARNYA
(PERANG DUNIA II — 1957)

Situationist International (SI) dibentuk pertama kali pada tahun 1957 di pedesaan Italia bernama Cosio d’Arroscia yang merupakan sebuah peleburan dari grup avant-garde ‘International Movement for an Imaginit Bauhaus’ (IMIB), Lettrist International (LI) dan London Psychogeographical Association. Organisasi tersebut hidup dan berjalan selama 15 tahun hingga berakhir di Paris pada tahun 1972; bergerak dari bidang seni radikal yang merupakan bidang tempat mereka bermula, hingga pada politik revolusioner yang sama sekali tidak mengalienasi.

Dalam pembentukan awalnya, SI memiliki akar yang kuat baik secara literer ataupun artistik, pada tradisi avant-garde yang apabila ditarik ke belakang merunut pada ideologi yang dianut Dada dan Surrealisme. Tradisi ini dibawa ke dalam organisasi tersebut melalui Asger Jorn dan Constant. Dua orang anggota terkemuka dari The International of Experimental Artist, yang kemudian dikenal sebagai COBRA dan juga merupakan anggota IMIB—salah satu grup yang membentuk SI.

COPENHAGEN BRUSSEL AMSTERDAM (COBRA)

COBRA, atau lebih dikenal dengan The International of Experimental Artist, adalah sebuah grup avant-garde yang berisi penulis, arsitek dan pelukis dari Belgia, Belanda dan Denmark. Grup ini dibentuk tahun 1949, saat anggota-anggota Revolutionary Surrealist Group, Host dan Die Experimentele Groep dari Belanda bertemu dalam sebuah kongres seni di Paris. Grup-grup yang disebutkan terakhir tadi dibentuk begitu Perang Dunia II berakhir, yang mengalami masa stagnansinya setelah Surrealisme meraih sukses komersil dan mendapatkan pukulan telaknya dalam masa perang.

Belgian Surrealist Group (Grup Surrealis Belgia), yang dipimpin oleh Christian Dotremont, adalah sebuah faksi pecahan dari kelompok tandingannya di Perancis. Perpecahan ini muncul setelah tahun 1945 saat Andre Breton, tokoh kunci Surrealist Group, kembali dari pengungsiannya selama perang di Amerika Serikat. Breton yang memulai perpecahan itu, berkeinginan untuk memfokuskan aktifitas grup seniman tersebut lebih pada mistikisme, dan melupakan militansi politis yang selama ini melekat pada setiap aktifitas grup. Ia memutuskan untuk keluar dari Partai Komunis dan berharap semua orang mengikuti langkahnya (Surrealist dan Partai Komunis semenjak dari awal telah memiliki ikatan yang kuat). Sementara Breton mengungsi ke Amerika Serikat selama perang berlangsung, Dotremont dan anggota-anggota Surrealist Group tetap tinggal di Eropa dan mengambil bagian aktif dalam semua aktifitas melawan Nazi. Mereka bahkan juga membentuk Revolutionary Surrealist Group yang bermarkas di Brussel.

Sementara grup Host adalah kelompok pelukis, penulis dan arsitek yang terbentuk di seputar majalah Helhesten yang aktif antara tahun 1941 dan 1944.

Die Experimentele Groep di Belanda juga merupakan kelompok yang serupa, anggotanya adalah para pelukis, penulis dan arsitek. Mereka mempublikasikan majalah bertitel ‘Reflex’ yang penuh berisi teks-teks dan puisi.

Tahun 1948, beberapa delegasi dari ketiga grup tersebut bertemu saat berpartisipasi dalam sebuah konferensi bertajuk International Centre For The Documentation Of Avant-Garde Art di Paris. Para delegasi ketiga grup tersebut adalah mereka yang kecewa dalam tingkat diskusi yang berlangsung di sana, yang dengan segera mempublikasikan pernyataan oposisional mereka:

Satu-satunya alasan yang ada dalam aktifitas internasional kami adalah kolaborasi yang organik dan eksperimental, yang jelas menghindari kesakralan teori dan dogmatisme.

Dalam pernyataan tersebut mereka telah mulai membuat dasar bagi platform atas kolaborasi ketiga grup. Sebagian platform tersebut didefinisikan lebih lanjut dalam sebuah manifesto yang hadir beberapa saat kemudian di salah satu edisi majalah ‘Reflex’ sebagai berikut:

Keterputusan kultur klasik Barat adalah sebuah fenomena yang hanya dapat dipahami dengan cara mengkontraskannya pada sebuah evolusi sosial yang dapat berakhir dengan keruntuhan total sebuah prinsip masyarakat yang telah bertahun-tahun dikenal, untuk digantikan dengan sebuah sistem yang mana hukum-hukumnya didasarkan pada tuntutan langsung dari vitalitas manusia [...].

Kolaborasi dari ketiga grup tersebut menghasilkan sebuah majalah yang berbentuk sebuah forum di mana praktek dan ide-ide mereka dipertukarkan sekaligus diperdebatkan. Majalah tersebut dinamai COBRA (dari inisial kota-kota Copenhagen, Brussel, Amsterdam). Berbagai eksibisi dan event mulai direncakan serta dihadirkan. Sang Belgia Dotremont, Constant dari Belanda dan Asger Jorn dari Denmark adalah tiga tokoh kunci dari grup tersebut yang muncul secara alamiah dari aktifitas-aktifitas para pelukis, arsitek, penulis, penyair dan teoris-teoris di seputaran grup tersebut.

Mereka semua menolak baik seni realisme maupun seni abstrak, dan memilih sebuah bentuk ekspresi langsung yang cenderung primitif, yang dikembangkan melalui berbagai eksperimentasi. Secara politis, dalam melakukan semua aktifitas tersebut jelas mulai beroposisi dengan Partai Komunis yang hanya mendukung satu jenis seni: realisme sosial. Mengambil jarak semakin jauh dari Surrealisme dengan mengkritisi fokus gerakan tersebut yang hanya berputar di sekitar alam ketidaksadaran dan psikis. Di saat yang sama, mereka juga membawa ke muka sebuah ide tentang pembentukan lingkungan urban yang baru, sesuatu yang lebih ‘irasional’, yang jelas membawa mereka bertentangan dengan rasionalisme LeCorbusier. Constant kemudian mengambil dan mengembangkan konsep ini ke dalam Situationist International, yang mana teori tersebut semakin berkembang di bawah nama Urbanisme Unitarian.

COBRA membubarkan diri pada tahun 1951 setelah selama terbentuknya selalu ditolak oleh ideologi seni yang telah mapan—walaupun toh tujuh tahun kemudian para anggota COBRA (Jorn, Constant dan Appel) meraih sukses komersial sehingga mendadak seluruh ide-ide mereka ‘diketemukan’ dan ‘dicanangkan’ sebagai sebuah gerakan avant-garde yang paling penting.

Jorn dan Constant, yang kemudian menjadi anggota SI yang saat itu baru terbentuk, menulis tentang rekuperasi atas COBRA sebagai berikut:

Di tahun 1958, beberapa konspirasi berusaha untuk meluncurkan sebuah gerakan avant-garde ‘baru’, hal yang sama telah ditolak 7 tahun sebelumnya. [...] Grup-grup dalam gerakan COBRA telah setuju untuk memproklamirkan sebuah riset eksperimental tentang kultur. Tetapi intensi positif ini, yang diguncang oleh kebingungan ideologis, dijaga agar tetap hidup oleh sebuah komponen yang kuat dari neo-Surrealist. Maka satu-satunya yang berhasil dicapai oleh COBRA adalah kreasi sebuah gaya melukis yang baru.

GERAKAN LETTRIST DAN LETTRIST INTERNATIONAL (LI)

Selama berlangsungnya Perang Dunia II, Isidore Isou, seorang penyair muda Romania, mengelaborasikan teori yang ia kembangkan ke dalam bentuk puisi. Merunut pada puisi ini, seperti juga semua seni melalui dua fase dialektis, fase ekspansi dan fase pemahatan. Setelah para Dadais ‘menghancurkan’ kata-kata, puisi kini telah mencapai fase pemahatan akhirnya. Peran Isou dalam hal ini adalah melengkapi fase tersebut dengan menghancurkan huruf, dan menginisiasikan sebuah periode ekspansi yang baru.

Saat waktunya dirasa tepat, ia pergi ke Paris, ibukota kultur Barat, untuk memproklamirkan penemuan besarnya pada dunia. Hasilnya sangat mengecewakan, karena nyaris tak seorangpun peduli pada penemuannya tersebut. Tetapi bukannya mundur, Isou yang egosentris malahan mempersenjatai dirinya dengan dua cara yang dapat membuat suaranya didengar: melalui skandal dan mengumpulkan pengikut.

Gerakan Lettris dengan demikian mulai lahir. Nama mereka meroket melalui berbagai skandal seperti publikasi dan distribusi masif sebuah pamflet berjudul ‘Kediktatoran Lettrist’ (mungkin tidak terdengar menarik saat ini, tetapi bayangkan saat ini terjadi adalah Paris tahun 1946, hanya setahun setelah Jerman menduduki kota tersebut), juga melalui sebuah interupsi mendadak di tengah pembacaan puisi Tristan Tzara dan yang paling berhasil adalah pembacaan pamflet ‘Tuhan Telah Mati’ di sebuah misa di Notre Dame (para perusuh tersebut berpakaian seperti pendeta, dan mereka tidak selesai saat melakukan pembacaan karena seorang penjaga berusaha membunuh mereka).

Atas skandal-skandal yang ditimbulkannya, sekelompok pemuda usia 20-an banyak berkumpul di sekitar Isou dan kafe-kafe di Left Bank tempat para Lettrist biasa berkumpul. Guy-Ernest Debord bergabung dengan kelompok ini pada tahun 1950 bertepatan setelah upaya yang dilancarkan para Lettrist untuk mengacaukan Festival Film Cannes. Mereka memproduksi puisi bunyi Lettrist, lukisan Lettrist yang menjadikan huruf sebagai subyeknya, beserta beberapa film Lettrist.

Tahun 1951, film Isou yang bertajuk The Drivel dan Eternity Treatise justru memenangkan penghargaan Avant-Garde Award dalam Festival Film Cannes. Padahal film tersebut bertujuan untuk menyiratkan sebuah akhir dari fase pemahatan dalam dunia perfilman, yang mana sebagian film tersebut digores, dicabik sementara sebagian isinya benar-benar kosong. Debord juga mengambil tema yang sama beberapa tahun ke depan dengan film kosongnya yang bertajuk Howling in favor of the Sade.

Berkaitan dengan perkembangan para situasionis selanjutnya, sebuah poin menarik dari teori-teori Isou adalah analisanya atas anak muda sebagai sebuah kelas sosial. Ia melihat bahwa kelas ini tereksploitasi dan tak terepresentasikan, tetapi karena kelas tersebut tidak terikat oleh hal-hal semacam keluarga dan kerja, anak muda disituasikan untuk berada di luar pasar dan relatif bebas dari kekuatan-kekuatan kapitalis yang mengontrol baik pasar maupun orang-orang yang berada di dalamnya. Isou sangat berjasa sebagai orang yang pertama kali melihat potensi revolusioner dari ‘kelas’ ini. Tahun 1950-an memperlihatkan tanda-tanda pertama dari kemarahan yang datang dari kaum muda, dengan beberapa gerakan seperti ‘the Angry Young Men’ di Inggris dan ‘Les Blouson Noir’ di Perancis.

Tahun 1952 Debord dan beberapa lainnya memisahkan diri dari gerakan Isou dan membentuk Lettriste International (LI). Perbedaan yang ada sebenarnya telah terjadi beberapa saat sebelumnya. Momen yang menandai pemisahan diri tersebut adalah demonstrasi yang diinisiasikan oleh Debord dan beberapa lainnya untuk melawan konferensi pers Charlie Chaplin di Paris, sebuah aksi yang dikutuk oleh Isou.

Selama 5 tahun eksistensinya, LI tetap menjadi sebuah grup yang relatif kecil dan tidak dikenal. Majalahnya yang bertitel ‘Potlach’ didistribusikan cuma-cuma. Nomor perdananya dicetak sebanyak 50 eksemplar sementara nomor terakhirnya mencapai 500 eksemplar. Mereka mendedikasikan diri mereka untuk secara serius mempelajari permasalahan waktu luang, kebanyakan melalui eksperimentasi praktik tentu saja.

Pengorganisiran waktu luang—pengorganisiran kebebasan keberagaman yang tidak terlalu dikendalikan oleh kesinambungan kerja—adalah sebuah kebutuhan bagi negara-negara kapitalis sebagaimana juga bagi para penerus Marxis. Di manapun juga seseorang dibatasi oleh degradasi berbagai stadium program televisi. [...] kami berusaha secara serius untuk mendedikasikan diri kami hanya pada waktu luang [...] Konstruksi berbagai situasi akan menjadi realisasi yang berkesinambungan dari sebuah permainan besar, sebuah permainan di mana para pemainnya telah dipilih untuk memainkannya.

LI menerapkan arsitektural dan teori-teori perilaku dalam ‘praktik eksperimental’ mereka, sesuatu yang juga telah digarisbawahi oleh gerakan Lettrist. Hal-hal tersebut membawa mereka untuk mengembangkan konsep Unitary Urbanism (Urbanisme Uniter) dan bidang studi mereka adalah Psikogeografi. Poin awal mereka adalah ide bahwa arsitektur mempengaruhi kehidupan orang-orang yang hidup di dalamnya jauh lebih besar daripada yang biasa diperkirakan. Sebuah kritik terhadap arsitektur dengan demikian membuka sebuah jalan untuk mengkritisi hidup secara keseluruhannya.

Tahun 1953, seorang pemuda berusia 19 tahun bernama Ivan Chtcheglov menulis sebuah esai bertitel ‘Formulasi bagi Urbanisme Baru’ (pertama kali dipublikasikan 5 tahun kemudian dalam nomor perdana Internationale Situationiste) yang merupakan sebuah tulisan pendek penuh gairah untuk segera ‘mempersenjatai’ konsep baru tentang urbanisme, yang diawali dengan tulisan berikut:

Tuan yang terhormat, aku datang dari negeri lain. Kami bosan di kota, (karena) tak ada lagi Kuil Matahari.

Kalimat tersebut menjadi pembuka jalan bagi psikogeografi. Chtchelglov mengkritik kota-kota modern yang

tak memiliki musik dan geografi. Imajinasi-imajinasi kami tetap berada jauh dari mesin-mesin duniawi. (Maka) hacienda, dan kota baru harus dibangun.

Ia terus mendeskripsikan visinya, yang merupakan hasil atas gambaran masa depan arsitektur baru yang mana seseorang akan harus mempelajari berbagai eksperimentasi pola perilaku, desainernya secara bersamaan juga harus mengkonstruksi berbagai situasi. Idealnya, kota tersebut akan menjadi kota yang dapat dimodifikasi.

Yang mana bangunan-bangunannya dinyalakan oleh kekuatan yang mampu membawa kembali kenangan dan imajinasi, struktur-struktur simbolisnya merepresentasikan berbagai hasrat, setiap orang akan hidup dalam katedral personalnya, begitu juga saat mereka berbicara. Distrik-distrik kota ini akan saling berkorespondensi dengan seluruh spektrum atas berbagai perasaan yang berbeda-beda yang bisa seseorang dapatkan melalui adanya berbagai kesempatan dalam hidup keseharian.

LI mencanangkan formulasi dari Chtcheglov, khususnya dalam tikungan-tikungan eksperimentasi yang disebut psikogeografi. Tahun 1955 Debord menulis sebuah esai bertitel ‘Introduksi pada sebuah Kritik atas Geografi Urban’ yang dalam berbagai sisi merupakan sebuah pengembangan dari ide Chtcheglov.

Psikogeografi dapat membangun dirinya sendiri dalam studi mengenai hukum-hukum dan efek-efek yang spesifik atas lingkungan geografis, baik yang terorganisir secara sadar atau tidak, tentang emosi-emosi dan perilaku seorang individu.

Peta psikogeografis mengekspresikan insubordinat yang lengkap yang mempengaruhi kebiasaan diujicobakan. Kota dan berbagai pengaruhnya atas mood para penghuninya dieksplorasi melalui derive, atau berjalan kaki dalam rute-rute memutar yang sistematis, dan permainan psikogeografis diujicobakan dengan menjelajahi sebuah kota tetapi dengan cara mengikuti alur peta kota lain. Riset ini akan diakhiri dengan penciptaan sebuah suasana baru yang mengarah pada cara hidup yang baru dan lebih menyenangkan.

Teori lain yang juga dikembangkan dalam tahun-tahun tersebut adalah teori Detournement, yang pertama kali digarisbawahi dalam esai karya Debord dan Gil J. Wolman bertitel Metoda-Metoda Detournement. Mereka berangkat dari poin bahwa:

Fase perang sipil yang kami canangkan melalui seni dan kreasi harus melayani kepentingan-kepentingan para partisannya dan dengan demikian maka sangat penting untuk mengakhirinya dengan penciptaan nilai-nilai baru atas kepemilikan personal di area-area tersebut. Detournement adalah sebuah penjarahan cuma-cuma dan adaptasi bagi kreasi-kreasi lain. Detournement adalah penggantian konteks.

Hal tersebut dilakukan tanpa menjelaskan bahwa tak ada batas dalam mengkoreksi sebuah hasil kerja atau untuk mengintegrasikan berbagai fragmen yang terpisah dari hasil-hasil kerja yang kuno ke dalam sebuah hasil kerja baru; seseorang juga dapat mentransformasikan makna berbagai fragmen tersebut dalam cara yang dianggap perlu, meninggalkan para imbesil yang terus memelihara “kutipan-kutipan” yang memperbudak.

Tahun 1957 LI menggabungkan diri bersama International Movement for an Imaginist Bauhaus (IMIB) ke dalam bentuk Situationist International (SI).

THE INTERNATIONAL MOVEMENT FOR AN IMAGINIST BAUHAUS (IMIB)

Pasca bubarnya COBRA, Asgern Jorn meneruskan aktifitasnya sebagai seorang ‘seniman eksperimental’, organisator gila dan pembangun kontak. Dalam perioda tersebut ia bertemu dengan seorang pelukis sekaligus pelopor Nuclear Art Movement bernama Enrico Baj. Mirip dengan COBRA, para seniman nuklir tersebut melawan seni abstrak maupun realis serta yakin bahwa eksperimentasi adalah satu-satunya cara untuk membawa pembaharuan-pembaharuan di bidang seni lukis.

Jorn juga membangun kontak dengan Max Bill, seorang arsitek Swiss yang sedang bekerja untuk proyek New Bauhaus. Berdua, mereka mengeksplorasi lahan-lahan yang mungkin dibangun untuk kolaborasi, tetapi dengan segera Jorn kecewa dengan rasionalisme Bill. Ia menuduhnya sebagai seorang yang hanya menginginkan sebuah akademi tanpa lukisan, tanpa riset imajinatif, fantasi, tanda dan simbol. Dalam sebuah suratnya kepada Enrico Baj, Jorn menegaskan intensinya untuk membentuk International Movement for an Imaginist Bauhaus (IMIB). Baj bergabung dengan grup yang baru terbentuk tersebut, juga mantan seniman COBRA seperti Christian Dotremont dan Appel. Dalam tahun ini juga, Jorn pindah ke kota pinggir laut di Italia, Albisola.

Selama pelaksanaan festival lokal di tahun 1954, Jorn bertemu dengan pelukis politis, Giuseppe Pinot-Gallizio dan seorang mahasiswa filsafat, Piero Simondo. Kedua orang tersebut sangat tertarik dengan intensi dan ide-ide IMIB. Setahun kemudian, studio Gallizio yang terletak di kota lembah yang penuh kebun anggur, Alba, menjadi Laboratorium Eksperimental IMIB. Semua orang bekerja dan bereksperimentasi dengan sesamanya dalam disiplin pelukisan, arsitektur dan musik. Sementara itu, Jorn terus secara aktif membangun kontak dengan gerakan-gerakan avant-garde Eropa Barat, yang antara lain juga grup LI di Perancis.

Bulan September 1956, Jorn dan Gallizio mengorganisir even “Kongres Dunia Pertama dari Seniman-Seniman yang Terbebaskan”. Gil J. Wolman hadir untuk merepresentasikan LI. Atas pengaruh dan argumen-argumen yang diajukannya, Baj diusir di hari pertama pertemuan.

Kongres tersebut menghasilkan sebuah resolusi yang ditandatangani oleh semua peserta, mendeklarasikan sebuah, “kebutuhan untuk sebuah konstruksi integral dalam lingkungan melalui sebuah urbanisme uniter yang harus menggunakan seluruh seni dan teknik modern,” serta “memahami saling ketergantungan esensial antara urbanisme uniter dan gaya hidup masa depan.”

Sebuah eksibisi dari hasil-hasil kerja dalam Laboratorium Eksperimental IMIB yang juga memamerkan “Keramik-Keramik Futuris 1925—1933” diorganisir bersamaan dengan diselenggarakannya kongres.

Constant tinggal di Alba pasca kongres untuk meneruskan studinya tentang urbanisme dan ruang. Ia merencanakan sebuah konstruksi bergerak bagi beberapa kamp gypsi yang berada di tanah milik Gallizio. Menggunakan tembok-tembok terpisah yang dapat dibongkar-pasang, eksperimentasi ini juga lantas digunakan untuk model kota baru yang berdasarkan pada prinsip kepemilikan umum, dinamis dan kemungkinan-kemungkinan modifikasi berkesinambungan dari lingkungan hidup urban.

Sementara itu, Gallizio mengerjakan ‘Lukisan Industrial’. Nama yang digunakan tersebut tidak dipilih atas teknik produksi lukisan-lukisan tersebut. Semua lukisan tersebut dibuat dengan menggunakan tangan, untuk kemudian dieksperimentasikan oleh Gallizio dengan menggunakan berbagai material seperti lem, cat, wax, assiline, pasir, karbon dan apapun yang dianggap mungkin olehnya. Terminologi ‘Industrial’ tersebut dipilih atas kuantitas produksi kerjanya. Gallizio, atas subsidi dari anak lelakinya, Jors Melanotte, ‘mengecat’ gulungan kanvas sepanjang 70 hingga 90 meter dan menjualnya per meter, menggunakannya untuk membuat pakaian, layar pemisah dan arsitektur bergerak. Ide tersebut diajukan untuk menghajar dogma produksi massal yang dianggap sebagai kemajuan.

Di sekitar tahun yang sama, sebuah eksibisi psikogeografis diselenggarakan di Brussel oleh Walter Korun dan Guy Debord.

Bulan Mei 1957, Debord menulis apa yang selanjutnya menjadi sebuah dokumen persiapan bagi konferensi yang diselenggarakan dua bulan kemudian. Pamflet tersebut berjudul Laporan tentang Konstruksi Situasi-Situasi dan tentang Kecenderungan Internasional Situasionis dalam Organisasi dan Aksi yang dimulai dengan kalimat, “Pertama-tama kita semua harus berpikir bahwa dunia ini mesti diubah,” lantas disambung dengan sebuah analisa sejarah avant-garde, Futurisme, Dada dan Surrealisme, menentukan latar belakang yang dapat didiskusikan dalam tradisi tersebut.

Program surrealis, menegaskan keragaman hasrat dan kejutan, mengajukan sebuah kegunaan baru atas hidup, yang jauh lebih kaya dalam mengkonstruksi berbagai kemungkinan daripada yang dikira oleh umum [...] tetapi errornya adalah [...] keyakinannya bahwa ketidaksadaran pada akhirnya akan ditemukan oleh kekuatan kehidupan [...].

Menurut Debord, para avant-garde telah terhisap kembali ke dalam sistem dominan dan kehilangan potensi mereka sebagai kekuatan revolusioner. Debord mengingatkan kembali tentang penciptaan berbagai situasi, yang dideskripsikan sebagai:

[...] konstruksi lengkap atas alunan-alunan hidup momenter dan transformasinya menuju sebuah kualitas superior yang penuh hasrat. Situasi-situasi yang menjadi kebalikan dari spectacle, bentuk hidup teralienasi yang merupakan hasil dari kapitalisme-lanjut. Makna spectacle akan dikembangkan dalam perioda-perioda SI selanjutnya.

Pamflet tersebut adalah sebuah panggilan untuk melakukan aksi kolektif.

Kita telah mengeliminasi sektarianisme di antara kita yang beroposisi dengan aksi kesatuan dalam aliansi-aliansi yang mungkin bagi tercapainya tujuan-tujuan khusus dan menghalangi infiltrasi organisasi-organisasi paralel.

Dalam konferensi, Gallizio, Jorn, Olmo, Simondo dan Verrone merepresentasikan IMIB, sementara Debord dan Michelle Bernstein merepresentasikan LI. Ralph Rumney dari Inggris hadir dan diberi tahu bahwa ia harus merepresentasikan sebuah grup apabila ia ingin berpartisipasi dalam ‘unifikasi’ tersebut. London Psychogeographic Association yang saat itu sama sekali belum terbentuk, dibentuk mendadak di sana dan lantas juga semakin menegaskan terminologi ‘Internasional’ yang dicantumkan dalam grup unifikasi yang baru terbentuk tersebut, yang bernama Situationist International.

BAB II

SITUATIONIST INTERNATIONAL
(1957 — 1972)

HARI-HARI AVANT-GARDE (1957—1962)

Selama tahun pertama eksistensi mereka, para situasionis menghasilkan beberapa terbitan dan memecat beberapa anggotanya. Di bawah ini akan dibeberkan perjalanan awal yang sangat menentukan tersebut dalam poin-poin pentingnya:

• Olmo, Verrone dan Simondo dipecat atas pembuatan tulisan tentang Musik Eksperimental, yang oleh Debord dianggap sebagai, “pemikiran Sayap Kanan.”
• Rumney dipecat tak lama kemudian karena gagal menyelesaikan laporan psikogeografis tepat pada waktunya. Ironisnya, ia mengirimkan essaynya tepat dua hari sebelum mendapat kabar tentang pemecatannya dari Paris.
• Chapter Jerman yang hanya beranggotakan satu orang dibentuk. Seorang tersebut adalah Hans Platscheck, yang dipecat setahun kemudian.
• Bulan April 1958 International Assembly of Art Critics diselenggarakan di Brussels. Sebuah publikasi berjudul Proklamasi Situasionis yang menyerang penyelenggaraan tersebut dan menegaskan posisi mereka, diproduksi dan didistribusikan selama penyelenggaraan. Ini adalah aksi SI yang pertama kali, yang dianggap sebagai sebuah “serangan langsung yang penting” dalam nomor perdana Internationale Situationiste (Juni 1958), majalah grup SI.
• Ironisnya, dalam waktu yang kurang lebih sama dan bahkan juga di kota yang sama, lukisan-lukisan Jorn dipamerkan sebagai bagian dari 50 dans l’Art moderne, sebuah eksibisi seniman-seniman baru yang mulai menanjak. Eksibisi ini menjadi awal dari sukses komersial besar bagi Jorn. Semenjak dari momen tersebut, Jorn menjadi penyandang dana bagi seluruh gerakan, termasuk bagi para individu yang terlibat di dalamnya, melalui hasil penjualan seluruh lukisan-lukisannya baik secara langsung maupun tak langsung.
• Gallizio memamerkan karyanya yang berjudul Industrial Painting di galeri Notizie, Torino, pada bulan Mei 1958 yang diikuti oleh eksibisi keduanya di galeri Montenapoleone di Milan dan eksibisi perdananya di jalanan kota Paris. Menghadapi sukses komersial Gallizio yang dapat mencoreng muka para situasionis, mereka berusaha mendeskripsikan hal tersebut sebagai sebuah upaya defensif dari dunia seni komersial atas serangan SI. Respon SI tersebut justru melipat gandakan harga lukisan-lukisan tersebut di pasaran seni komersial empat kali lebih besar dari harga awal.
• Chapter Italia melancarkan sebuah kampanye bagi pembebasan pelukis Nunzio Van Guglielmi dari rumah sakit jiwa. Guglielmi ditangkap karena menyerang eksibisi lukisan Rafael The Wedding of the Virgin. Jorn memuji Guglielmi karena telah menyerang “ideal-ideal artistik lampau yang palsu”.
• Grup Jerman, Spur (berarti Jejak) yang ditemui oleh Jorn di tahun 1958, bergabung dengan SI dan diresmikan menjadi chapter Jerman. Bersama seorang seniman eks-COBRA, Constant, grup tersebut mengembangkan konsep permainan dan kenikmatan, yang menjadi titik pusat dari program-program SI.
• Di bawah Constant dan partisipasi mayoritas chapter Belanda, Bureau of Unitary Urbanism dibentuk, yang beranggotakan sekelompok seniman, arsitek dan sosiologis. Grup ini melakukan penelitian tentang pengkonstruksian atmosfir unitarian.
• Bulan April 1959, film berjudul Sur le Passage des Quelques Personnes a Travers Une Assez Corte Unite de Temps karya Debord dirilis.
• Di bulan yang sama, Konferensi SI ke-3 bertempat di Munich (kota yang juga menjadi lokasi Konferensi ke-1, sementara Konferensi ke-2 bertempat di Paris tak lama setelah Konferensi ke-1 diselenggarakan).
• Beberapa perbedaan mulai menajam antara Debord dan Constant atas proyek Urbanisme Unitarian (UU). Debord bersikeras bahwa UU hanya sekedar instrumen dan jalan masuk pada kreatifitas revolusioner yang terpisah dari kultur yang eksis saat itu. Sementara Constant juga tetap bersikeras bahwa peran utama UU adalah sebuah cara alternatif untuk membebaskan kreasi dan tak dapat dilihat sebagai prakondisi sebuah revolusi sosial. Masalah tersebut tidak terselesaikan, sehingga setahun kemudian Constant mengundurkan diri bersama pindahnya markas Biro dari Belanda ke Brussels di bawah koordinasi dari Kotànyi.
• Bulan Mei 1959 Gallizio melakukan eksibisi di galeri Réné Druouin di Paris atas karyanya berupa gulungan lukisan Industrial Painting yang merupakan bagian dari proyek penciptaan lingkungan unitarian. Di bulan yang sama Jorn memamerkan lukisan-lukisan Detourned di galeri Rive Gauche di Paris, sementara Constant memamerkan model-model pembangunan UU di museum Stedelijik, Amsterdam.
• Tahun 1960, pasca 3 eksibisi lukisan, Gallizio dan Melanotte dipecat karena dituduh telah, “berkolaborasi dengan kekuatan-kekuatan yang secara ideologis tak dapat diterima.” Sayangnya, SI baru memahami tujuan-tujuan personal sang seniman saat ia menemui kematiannya secara mendadak pada tahun 1964.
• Bulan September 1960, Konferensi SI ke-4 diselenggarakan di London. Satu dari pusat perdebatan adalah penentuan hingga di tingkat mana SI menjadi sebuah gerakan politis dan kekuatan-kekuatan mana saja yang dapat dihitung untuk berkolaborasi. Chapter Jerman mengajukan keraguan mereka atas potensi revolusioner kelas pekerja yang terlalu terikat dengan komoditi. Tetapi bagaimanapun, setelah sebuah respon diajukan oleh Debord, yang menggarisbawahi tentang bagaimana di negara-negara kapitalisme-lanjut pemogokan-pemogokan liar telah semakin intens, maka grup Jerman tersebut tak merespon lebih lanjut. Konferensi tersebut juga memutuskan tentang introduksi sebuah model organisasi baru, yang mana sampai pada kesimpulan bahwa SI telah menjadi sebuah federasi dari chapter-chapter nasional. Walaupun konferensi tersebut masih menyimpan kompetensi organik bagi perdebatan teoritis lebih lanjut, sebuah Komite Pusat dibentuk. Segera sebuah manifesto diadopsi, yang menegaskan perpindahan program dasar SI dari UU menuju pembebasan permainan. Aktivitas-aktivitas pembebasan yang penuh permainan dianggap dapat mentransformasikan pendivisian lama antara waktu kerja dan waktu luang. Pertanyaan tentang bermain tersebut adalah pertanyaan tentang pengorganisiran waktu luang, yang di bawah masyarakat kapitalisme-lanjut oleh para situasionis dianggap sebagai bagian dari waktu kerja. Pembebasan waktu luang menjadi dasar bagi penciptaan revolusi harian.
• Martos melihat bulan-bulan tersebut sebagai sebuah titik perputaran SI. Ia melihat kisah keseluruhannya sebagai sebuah pendewasaan progresif dari sekedar kritisme atas seni, menjadi sebuah kritisme atas kehidupan harian yang selanjutnya akan meningkat menjadi kritisme atas masyarakat secara keseluruhan yang akan membawa konsekuensi-konsekuensinya sendiri. Ia lupa untuk mengungkapkan bahwa proses ini banyak diprakarsai oleh chapter Perancis yang telah berusaha untuk mengomandoi keseluruhan grup SI.
• Chapter Perancis mencoba mengelaborasikan pemikiran-pemikiran politis di bawah pengaruh Henry Levebvre yang berjudul Critique of Everyday Life. Debord dan Vaneigem menghadiri kelas-kelas sosiologi Levebvre di universitas Nanterre selama tahun-tahun akademik 1957—1958, yang berujung pada perkawanan dengan sang filsuf, yang selanjutnya juga berujung pada tuduhan “tendensi komersial” oleh SI atas Levebvre beberapa tahun ke depan.
• Debord juga mulai berkolaborasi dengan grup pasca-Trostskist, Socialisme ou Barbarie, yang dibentuk tahun 1949. Ia bahkan juga menjadi anggotanya untuk sementara waktu. Debord mengambil beberapa teori dari grup tersebut ke dalam SI, seperti redefinisi proletariat yang mengidentifikasikan keseluruhan proletarian sebagai siapapun yang tak memiliki kontrol atas hidup mereka sendiri. Grup tersebut juga mendefinisikan Uni Soviet sebagai sebuah kapitalisme negara, yang mana masyarakat dipisahkan oleh kelas birokrasi yang berkuasa dengan kelas proletarian yang teralienasi.
• Radikalisasi progresif dari chapter Perancis semakin mempertajam perbedaan antar grup-grup yang bernaung di bawah SI. Situasi semakin memburuk dengan pengunduran diri Jorn pada bulan April 1961, yang mana grup di bawah Jorn semakin meraup sukses komersial dalam dunia seni, yang dianggap sebagai sesuatu yang memalukan bagi keseluruhan SI.
• Pada pembukaan Konferensi SI ke-5 di Goteborg, Swedia, 28—30 Agustus 1961, Raoul Vaneigem (yang bergabung dengan SI di awal tahun tersebut) berkata bahwa, “Tak ada kerja-kerja seni situasionis atau juga situasionisme, sebagaimana prospektif tersebut tak berarti apapun, atau juga berhubungan langsung dengan praktik revolusioner, dengan kehendak untuk mengubah arti hidup. [...] posisi kita adalah sebagai musuh di antara dua dunia—satu yang tidak kami ketahui, satu lagi yang belum eksis.” Posisi grup Jerman, Spur, (yang didukung oleh kebanyakan para Skandinavian) pada soalan revolusi dan seni, jelas berbeda dengan grup Vaneigem, yang mana perbedaan itu semakin menajam semenjak Konferensi ke-4. Spur tetap tidak yakin bahwa para pekerja cukup mampu untuk dianggap memiliki potensi revolusioner. Hadir juga perbedaan pendapat tentang perealisasian dan penekanan atas seni yang dicanangkan oleh Debord. Konferensi mengadopsi sebuah resolusi dari Kotànyi yang menyerukan agar seluruh kreasi artistik yang dihasilkan oleh para anggota SI sebagai sebuah anti-situasionis—seruan yang tak menyelesaikan kontroversi yang timbul hingga berakhirnya konferensi.
• Bulan Februari 1962, 6 bulan pasca Konferensi ke-5, seluruh grup Spur dipecat oleh Komite Pusat.
• Bulan Maret 1962, chapter-chapter Skandinavia memisahkan diri dari SI dan mencanangkan pembentukan SI ke-2. Mereka berkumpul di sekitar Nash (adik termuda Jorn) dan di rumah peternakan di Swedia selatan yang dinamai Drakabygget (Situationist Bauhaus), yang selanjutnya menjadi markas seluruh aktivitas grup SI ke-2.

DARI PERPISAHAN HINGGA KEBANGKITAN (1962—1968)

Konferensi SI ke-6 diselenggarakan di Anvers pada tanggal 12—16 November 1962. Konferensi tersebut berusaha meredefinisikan dan mereorganisasikan mereka yang tersisa pasca perpisahan. Konferensi dimulai dengan secara resmi ‘memecat’ para Nashis (terminologi yang ironis mengingat bahwa grup-grup Skandinavia di bawah Nash tidak dipecat, melainkan memisahkan diri dan membentuk SI ke-2). Konferensi juga berusaha mendefinisikan secara tepat relasi yang terjadi dengan organisasi-organisasi eksternal yang selama ini berkolaborasi dengan mereka. Lebih jauhnya lagi, konferensi memutuskan untuk menghapus seluruh struktur grup-grup nasional dan memutuskan bahwa jurnal Internationale Situationiste yang dipublikasikan oleh grup Perancis menjadi publikasi utama SI. Konferensi juga memproklamirkan bahwa teori-teori mereka adalah teori praktik terbaik untuk dapat meninggalkan abad ke-20 serta menghargai diri mereka sendiri karena tak pernah tersedot sukses komersial yang didapat oleh beberapa anggota sebelumnya.

Sementara itu, Jorn tetap mendukung baik SI dan SI ke-2. Kedua grup SI tersebut memang bergantung pada Jorn dalam segi finansial dan keduanya cukup bijak untuk tidak mengungkit-ungkit seputar hal tersebut. Patut dicatat, bahwa Jorn adalah satu-satunya mantan situasionis yang tidak diserang sekali pun atau dipecat oleh Debord.

Grup Spur dengan segera bergabung dengan SI ke-2, menggelar berbagai eksibisi dan aksi, termasuk pemenggalan kepala patung putri duyung yang menjadi simbol nasional di teluk Kopenhagen. Grup SI ke-2 ini juga mempublikasikan majalah berjudul ‘Drakabygget’ dan ‘Situationist Times’, tetapi aktivitas mereka sedikit demi sedikit menghilang dalam tahun yang sama.

Tanpa kontribusi dari sisi artistik, grup SI (ke-1) tampak mulai menghentikan segala bentuk eksperimentasi dan penelitian praksis, serta mulai berkonsentrasi pada berbagai aspek langsung kehidupan, pada garis politis yang semakin tegas. SI dengan segera mulai berusaha untuk mengkonstruksi teori revolusioner modern serta semakin serius menggarap, mendistribusikan jurnal dan berbagai terbitan lainnya.

Konferensi SI ke-7 diselenggarakan di Paris pada bulan Juli 1966, nyaris 4 tahun pasca penyelenggaraan konferensi sebelumnya (penanda signifikan atas perpindahan kekuasaan dari konferensi ke dalam Komite Pusat). Poin-poin perdebatan berkisar di seputaran struktur organisasi revolusioner, pengembangan relasi antara SI dan kekuatan-kekuatan revolusioner kontemporer, revolusi yang terjadi di berbagai negara dunia ketiga, sistem ekonomi yang berkembang dan semacamnya.

SI juga mengorkestrasikan beberapa skandal. Martin memang cakap dalam hal seperti ini sehingga ia mendapat masalah dengan hukum di Denmark atas penerbitan dan pendistribusian beberapa komik erotis yang politis. Beberapa aksi skandal tersebut jelas menuai sejumlah ‘penggemar’ di seputaran SI. Tahun 1966, sebuah grup yang berhasil menginfiltrasi badan organisasi mahasiswa resmi serta terpilih sebagai ketua dewan pengurus di Serikat Mahasiswa universitas Strasbourg, mengubungi SI. Grup ini meminta bantuan SI untuk “melakukan sesuatu”. SI menyarankan agar mereka menulis sebuah kritik atas universitas pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Maka tak lama kemudian terbit pamflet On the Poverty of Student Life--Considered in its Economic, Political, Psychological, Sexual, and Particularly Intellectual Aspects, and a Modest Proposal for Its Remedy yang disusun berdasarkan draft yang ditulis oleh seorang anggota SI, Mustafa Khayati. Pamflet tersebut berangkat dari kritik atas kehidupan harian mahasiswa dan bergerak menuju kritik atas masyarakat secara keseluruhan. Dicetak dengan menggunakan seluruh dana milik Serikat Mahasiswa, 10.000 eksemplar pamflet tersebut didistribusikan saat inisiasi mahasiswa baru sedang diselenggarakan di kampus. Skandal yang muncul jelas meroketkan nama SI, sementara para mahasiswa yang dianggap sebagai salah satu dalang skandal tersebut diajukan oleh birokrasi kampus ke pengadilan. Kritik yang dilontarkan dalam pamflet tersebutlah yang juga dapat dianggap hadir di saat yang tepat, yang memungkinkan SI untuk menjadi popular di kalangan mahasiswa selama even kebangkitan yang terjadi kemudian di bulan Mei 1968.

Tahun 1967, 4 orang anggota Alsatian dalam SI dipecat karena kedapatan merencanakan plot rahasia yang akan mengkontraskan kepemimpinan Debord dan kelompok Paris-nya. 4 orang yang dipecat tersebut lantas bergabung dengan para mahasiswa dari kasus skandal Strasbourg, yang kecewa karena SI tidak menyertakan mereka sama sekali dalam publikasi mereka pasca skandal.

Di tahun yang sama, buku karya Debord berjudul La Société du Spectacle dipublikasikan bersamaan dengan karya Vaneigem yang berjudul Traité de Savoir Vivre á l'Usage des Jeunes Générations. Kedua karya tersebut merupakan karya final dalam mengelaborasi konsep-konsep tentang spectacle, yang sesungguhnya telah dimulai semenjak nyaris 10 tahun ke belakang dan dibawa serta sepanjang keberadaan SI. Buku karya Debord tersebut penuh dengan kutipan-kutipan yang disubvert dari karya-karya penulis lain, terutama Hegel. Alur tulisannya tampak sangat berubah-ubah dan tak jelas, khususnya apabila dibaca terpisah dari proses pembacaan teks-teks situasionis secara keseluruhan. Tetapi walaupun demikian, apabila karya tersebut ditempatkan sebagai sebuah konteks dalam keseluruhan pengalaman perjalanan SI dan perkembangan teori mereka, maka karya itu adalah sebuah karya yang sangat jelas dan menjadi sebuah analisa yang sangat valid atas kehidupan harian masyarakat kapitalisme-lanjut. Garis besarnya, dalam buku tersebut kapitalisme dilihat telah berhasil mentransformasikan fase produksi dan dominasinya atas kelas yang tereksploitasinya melalui kekerasan dan kelaparan kepada fase yang lebih mapan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan dominasi kapitalisme-lanjut di negara-negara di mana dominasi dilakukan melalui komodifikasi dan alienasi yang dikembangkan berdasarkan waktu kerja dan waktu luang. Dengan demikian, masyarakat secara keseluruhan telah bergerak dari sebuah fase produksi ke dalam fase spektakular, yang mana nyaris seluruh ‘kehidupan nyata’ kini teralienasikan ke dalam bentuk-bentuk spektakular.

Segala sesuatu yang sebelumnya secara langsung dihidupi, kini telah bergerak menjadi sebuah representasi

Spectacle, ditegaskan juga, harus dibedakan dari pembawa bibit-bibitnya: media massa. Bagi Debord, seluruh kehidupan modern kita kini telah didominasi oleh spectacle.

Spectacle bukanlah sekumpulan citra, melainkan sebuah relasi sosial antar manusia yang dimediasikan melalui citra-citra.

Konsep tersebut dalam berbagai sisi juga merupakan hasil elaborasinya dengan karya-karya awal Karl Marx tentang alienasi pekerja, yang disusun ulang sesuai dengan bentuk baru kapitalisme yang mendasarkan dirinya pada bidang konsumsi, tidak lagi sekedar bidang produksi. Saat teknologi modern telah mengakhiri perjuangan alamiah melawan kekuatan alam, alienasi sosial dalam bentuk sebuah hirarki antara majikan dan budak, terus berlanjut. Mayoritas manusia tetap diperlakukan sebagai obyek pasif oleh minoritas yang berkuasa. Setelah sebelumnya kapitalisme mendegradasikan ‘menjadi’ ke dalam ‘memiliki’, masyarakat spectacle berhasil mendegradasikan lebih jauh dari ‘memiliki’ ke dalam ‘tampilan’. Hasilnya adalah sebuah perbedaan kontras antara kemiskinan spiritual dan psikologis dengan kemiskinan ekonomis.

Siapa yang menginginkan sebuah dunia yang menjamin bahwa kita tak akan mati karena kelaparan, justru berbuntut pada resiko mati karena bosan?

DARI KEBANGKITAN HINGGA PEMBUBARAN (1968—1972)

Even kebangkitan Mei 1968 adalah sebuah titik kedua terpenting dalam perjalanan sejarah SI. Karena saat mereka melihat bahwa teori-teori mereka terbukti benar, mereka juga justru mengalami kekagetan saat menyadari bahwa organisasi mereka tidak siap menghadapi hal tersebut.

Ledakan ekonomi pasca-perang telah meroketkan ekonomi Perancis di akhir dekade 1960-an, beriringan dengan meledaknya juga angka pengangguran dan kemiskinan yang semakin gencar. Berbagai ketidakpuasan tersebut telah tampak pada beberapa pemogokan besar di tahun 1967. Para mahasiswa di kampus-kampus juga gencar melancarkan protes atas fasilitas yang tak memadai. ‘Masalah’ yang dimulai oleh hal-hal remeh di Universitas Nanterre di luar kota Paris dengan segera bergerak menginvasi Universitas Sorbonne yang terkemuka, yang juga dengan segera menjalar ke kampus-kampus lain. Para mahasiswa mulai melakukan pemogokan dan pendudukan kampus, bertempur di jalanan melawan polisi dan menyerukan agar para pekerja bergabung dalam pemberontakan. Berbagai barikade mulai didirikan dan—mengesampingkan pendapat para elit serikat pekerja resmi, ribuan pekerja bergabung dalam aksi-aksi pemogokan di pabrik-pabrik—secara harfiah berhasil mengguncang negeri tersebut beberapa minggu. Pemberontakan mencapai puncaknya saat perdana menteri Perancis, Charles de Gaulle meninggalkan Paris, untuk kembali keesokan harinya bersama kekuatan militer yang bersiap menyapu bersih pemberontakan. Sebuah pemilihan umum diadakan beberapa minggu setelahnya, yang memperlihatkan dukungan besar bagi de Gaulle dari kalangan reformis yang menuntut agar pemberontakan pekerja-mahasiswa segera disapu bersih.

Para anggota SI yang bergabung dengan para revolusioner menjadi bagian dari Komite Pendudukan Sorbonne di mana mereka menyerukan agar sesegera mungkin dibentuk Dewan-Dewan Pekerja. Peran langsung SI di tengah pemberontakan memang masih terbuka untuk diperdebatkan, tetapi pengaruh mereka jelas terlihat dan jelas juga mereka bisa dianggap bertanggung jawab atas maraknya grafiti di seluruh Paris yang berisi slogan-slogan yang diambil dari pemikiran-pemikiran mereka.

Pasca-pemberontakan Mei 1968, popularitas SI semakin menanjak daripada sebelumnya. Ratusan orang menyebut diri mereka sebagai situasionis. Orang-orang tersebut, yang kemudian disebut sebagai ‘pro-situ’ seringkali memiliki pemahaman yang samar tentang SI tetapi sangat gencar dalam mengajukan diri untuk menjadi anggota SI. Debord meninggalkan posisinya sebagai editor jurnal Internationale Situationiste. Dalam Konferensi ke-8 di Venice tahun 1969, antusiasme para pro-situ semakin meningkat.

Setengah dari para partisipan yang berjumlah sepertiga dari jumlah anggota yang pernah ada, jelas menegaskan kesamaran yang ditegaskan oleh pembicara sebelumnya [...] yang mana tiap kamerad hanya berusaha untuk mendemonstrasikan dirinya sebagai seorang situasionis, sebagaimana yang lainnya juga.

Konferensi menghasilkan aturan-aturan dasar lain, yang mana SI dideskripsikan sebagai

sebuah asosiasi internasional atas individu-individu yang setara dalam segala aspek manajemen demokratisnya [...] yang mana keputusan-keputusan mayoritas diambil oleh semua, maka minoritas harus mundur apabila dianggap bahwa oposisi terhadapnya berkaitan dengan masalah fundamental.

Pasca-Konferensi ke-5, debat panjang muncul di tengah SI. Tujuannya adalah untuk meredefinisikan arah pasca-Mei 1968, yang mana menurut para situasionis tersebut teori-teori mereka telah terbukti benar, tetapi metoda mereka sama sekali tidak siap untuk hadirnya even semacam itu. Selama proses ini juga terjadi beberapa pemecatan dan pengunduran diri, sehingga penerbitan jurnal kembali terhambat. Tetapi bagaimanapun, SI mulai tampak semakin dalam terpuruk.

Tanggal 11 November 1970, Debord dan sisanya mengumumkan kehendak mereka untuk “mengakhiri SI”. Vaneigem mengundurkan diri 3 hari kemudian setelah menyatakan bahwa 10 tahun terakhir eksistensi SI sebagai sebuah error fatal.

Tahun 1972 sebuah serangan pahit terhadap Vaneigem berjudul A Propos de Vaneigem yang merupakan jawaban atas pernyataan Vaneigem dipublikasikan dalam La veritable scission dans l'Internationale yang ditulis oleh Debord dan Sanguinetti. Buku tersebut adalah publikasi terakhir SI. Buku tersebut juga menyertakan sebuah pandangan optimis akan hadirnya sebuah era baru.

Sebuah (era baru) yang sadar secara revolusioner, yang mana bahasa kekuasaan menjadi jelas-jelas reformistis.

Buku tersebut juga menyertakan sebuah serangan yang membinasakan para pro-situ, yang mana situasionis sejak awal telah menyerang ide apapun yang akan menjadikan teori-teori SI sebagai dogma, -isme lain, dan anggapan bahwa situasionis dapat disebut sebagai ‘gerakan’.

Hal ini jelas sebuah demonstrasi yang tidak menyenangkan [...] menuduh SI mencanangkan sebuah organisasi yang mendominasi saat kami telah melangkah jauh agar membuat perekrutan anggota SI menjadi sesuatu yang tak mungkin dilakukan [...] kami tak akan pernah mempertukarkan ‘prestise intelektual’ kami dengan lingkar-lingkar apapun dari intelektual dan borjuis [...] atau dengan beradu pengaruh bersama para sekte Kiri demi kontrol dan dukungan publik mahasiswa yang menyedihkan. [...] dalam kenyataannya hal tersebut karena kami mengejutkan orang-orang tertentu dengan cara menolak membangun kontak dengan mereka, atau bahkan menolak permintaan mereka untuk bergabung dengan SI, yang mana kami dituduh sebagai ‘elit’ dan memiliki aspirasi untuk mendominasi mereka yang bahkan kami pun tak ingin tahu!

Buku tersebut secara tegas juga menyatakan bahwa tak ada lagi perlunya Internasional karena semenjak hari itu, “situasionis telah berada di mana-mana dan tujuan-tujuan mereka juga telah ada di mana-mana.”

BAB III
PASCA SITUATIONIST INTERNATIONAL DAN WARISANNYA
(1972 — ...)

Langit belum runtuh saat hanya tersisa dua orang anggota SI, yaitu Debord dan Sanguinetti, memutuskan untuk mengakhiri SI. Secara politis, SI mungkin adalah kolektif terpenting yang berusaha untuk mengajukan sebuah kritik atas bentuk dominasi modern yang terlihat jelas di Perancis pada masa tersebut (dan juga tersebar ke seluruh penjuru dunia setelahnya) pasca Perang Dunia II yang menggaris bawahi pada proses konsumerisme. SI jelas telah membuat kritik revolusioner atas kondisi-kondisi kapitalisme terkini.

Kritik-kritik yang dilancarkan oleh para pro-situ sebenarnya juga patut diperhatikan. SI juga berusaha untuk menghindari kematian normal sebuah organisasi vanguard: mati karena usia tua. Walaupun masih dapat diperdebatkan, bahwa pembubaran SI pada tahun 1972 sebagaimana juga pemecatan-pemecatan yang dilakukan sebelumnya, adalah sebuah upaya untuk menghindari akhir yang memalukan. Debat dan diskusi seputar ide-ide SI masih terus bergulir hingga hari ini di berbagai negeri, yang kadang juga cenderung menggunakan label ‘situasionis’ untuk mendefinisikan grup-grup politis yang meraup hasrat provokasi a la Dada untuk setiap aksinya. Grup-grup pro-situ yang setidaknya tercatat banyak mengadopsi ide-ide SI antara lain Dutch Provo di Belanda (yang diinisiasikan oleh mantan situasionis, Constant), Kommune 1 di Berlin (yang menjadi bibit terbentuknya gerilyawan urban Jerman RAF—Red Army Faction atau Baader-Meinhof), Angry Brigade di Inggris, King’s Mob Echo di Inggris (yang dibentuk pasca pemecatan chapter Inggris dari SI), The Black Mask dan The Motherfuckers di Amerika Serikat. Hubungan-hubungan yang terjadi dapat dilihat dari garis yang terhubung antar grup dan gerakan tersebut. Di Inggris sendiri, SI telah menjadi sumber inspirasi bagi munculnya subkultur punk di sekitar pertengahan akhir dekade 1970-an, yang mana dalam era awalnya beberapa individu yang aktif dalam penciptaan skandal melalui subkultur punk adalah juga individu-individu yang merupakan anggota dari King’s Mob Echo. Sementara SI sendiri sebenarnya telah memberikan opini tentang King’s Mob Echo ini dalam jurnal Internationale Situationiste nomor 12, “sebuah gerombolan yang menamakan dirinya King Mob hadir, dan secara salah, ditafsirkan sebagai pro-situasionis.” Hingga saat ini, para mantan anggota SI tercatat masih cukup aktif dalam berbagai aktivitasnya, walaupun tidak semeledak saat mereka menjadi anggota SI.

BIBLIOGRAFI

Association Federative generale des etudiants de Strasburg. 1966. De la misére en milieu Ètudiant, considere sous ses aspects economique, sexuel et notamment intellectuel et de quelques moyens pour y remedier. Strasbourg, Paris: AFGES. Dicetak ulang oleh Champ Libre, Paris 1977. Terjemahan bahasa Inggris dilakukan oleh Situationist International (chapter Inggris) sebagai Of Student Poverty, considered in its Economic, Psychological, Political, Sexual and particulary Intellectual aspects, and a modest proposal for its remedy, Ten Days that shook University, SI, London. Dimuat juga dalam antologi yang disusun oleh Ken Knabb.

Atkins, Guy. 1977. Asger Jorn, The Crucial Years: 1954-1964. London: Lund Humphries.

Bandini, Mirella. 1977. L'Estetico/Il Politico, da Cobra all'Internazionale Situazionista 1948-1957. Roma: Officina Edizioni.

Barrot, Jean.1987. What is Situationism: Critique of the Situationist International. London: Unpopular Books.

Bernstein, Michelle. 1964. About the Situationist International, the Times Literary Supplement, No. 3262, 3 September, hlm. 781.

_______1958. Eloge de Pinot Gallizio Torino: Ed. Notizie. Teks tentang Industrial Painting Gallizio dipublikasikan dalam katalog eksibisi di galeri Notizie, Torino.

Berreby, Gerard (ed.). 1985. 1948-1957: Documents relatifs á la fondation de l'Internationale Situationiste. Paris: Allia. Sebuah koleksi dari banyak material orisinal yang diproduksi oleh grup-grup yang kemudian bergabung menjadi SI, termasuk teks-teks dari Reflex, Ion, Ur, Internationale Lettriste dan Eristica.

Blazwick, Iwona (ed.). 1989. An Endless Adventure... an endless passion... an endless banquet, London: ICA/Verso. Katalog yang menyertai eksibisi keliling On the Passage of a few people through a brief period of time yang diselenggarakan oleh ICA pada tahun 1989 (juga di Paris tahun 1989 dan Boston tahun 1990, yang tiap kota hadir dengan katalognya sendiri). Komentar-komentar negatif dari Debord tentang eksibisi ini tertulis dalam Cette mauvais reputation... yang juga disusul oleh komentar dari Dumontier.

Caute, David. 1988. 68: The Year of the Barricades. London: Hamish Hamilton.

_______1980. Cobra 1948-1951. Paris: Ed. Jean-Michel Place. Sebuah koleksi faximili dari majalah yang dipublikasikan oleh COBRA.

Debord, Guy. Juni 1957. Rapport sur la construction des situations et sur les conditions de l'organisation et de l'action de la tendance situationniste internationale. Paris: dipublikasikan sendiri. Tulisan untuk persiapan Konferensi Cosio d’Arroscia. Diterjemahkan ke dalam bahasa Italia oleh Pinot-Gallizio. Direproduksi oleh Bandini's and Berreby's.

_______ 1967. La societe du spectacle. Paris: Buchet-Chastel. Dipublikasikan ulang oleh Champ Libre, Paris tahun 1972. Terjemahan bahasa Inggris oleh Fredy Perlman sebagai The Society of the Spectacle, dipublikasikan oleh Black & Red, Detroit tahun 1977. Diterjemahkan ulang oleh mantan situasionis, Donald Nicholson-Smith dan dipublikasikan oleh Zone Books, New York tahun 1995. Diterjemahkan ulang oleh Ken Knabb dan dipublikasikan oleh Rebel Press, London tahun 2004.

_______ 1972. Ouvres cinematographiques completes: 1952-1978, Paris: Champ Libre. Koleksi lengkap naskah-naskah film Guy Debord. Dua naskah, On the passage of a Few Persons Through a Rather Brief Period of Time dan Critique of Separation diterjemahkan dan dimuat dalam Antologi yang disusun oleh Ken Knabb.
_______ 1979. Preface a la quatrieme edition italienne de La Societe du Spectacle. Paris: Champ Libre. Terjemahan bahasa Inggris oleh F.Parker dan M. Forsyth sebagai Preface to the Fourth Italian Edition of The Society of the Spectacle, diterjemahkan oleh Chronos, London tahun 1979.

_______ 1985. Considerations sur l'assasination de Gerard Lebovici. Paris: Gerard Lebovici.

_______ 1988. Commentaires sur la Societe du Spectacle. Paris: Gérard Lebovici. Terjemahan bahasa Inggris oleh Malcolm Imrie sebagai Comments of the Society of the Spectacle, dipublikasikan oleh Verso, London tahun 1991.

_______ 1989. Panegyrique I. Paris: Gérard Lebovici. Bagian pertama dari otobiografi Guy Debord.

_______ 1993. Cette mauvais réputation... Paris: Gallimard. Buku ini adalah sebuah analisa atas seluruh tuduhan pers melawan Guy Debord di antara tahun 1988 dan 1992, yang berujung dengan pembunuhan misterius Gerard Lebovici, penulis dan kawan Debord.

Debord, Guy dan Jorn, Asger. 1957. Fin de Copenhague, Copenhagen: Le Bahaus Imaginiste, Permild & Rosengreen. Kerja-kerja tulisan yang disubversikan. Dicetak sebanyak 200 eksemplar. Dicetak berwarna oleh Berreby dan sebagian hitam-putih oleh Bandani.

_______ 1959. Memoires Copenhagen: Internationale Situationniste, Permild & Rosengreen. Buku eksperimental dengan sampul kertas pasir. Sebagian direproduksi oleh Berreby and Bandini.

Dumontier, Pascal. 1990. Le Situationnistes et mai '68. Theorie et pratique de la revolution (1966-1972). Paris: Gerard Lebovici.

Fišera, Vladimir. 1978. Writing on the Wall, France, May 1968: A documentary Anthology. London: Allison & Busby

Gray, Christopher. 1974. Leaving the Twentieth Century: The Incomplete work of the Situationist International. London: Free Fall Press.

Home, Stewart. 1988. The Assault on Culture: Utopian Currents from Lettrisme to Class War. London: Aporia Press and Unpopular Books.

Internationale Situationiste. Internationale Situationiste. Paris: Gerard Lebovici. Edisi faksimili 12 nomor jurnal SI. fac-simile edition of the 12 numbers of the omonimous magazine. Terjemahan bahasa Italia sebagai
Internazionale Situazionista 1958-69, dipublikasikan oleh Nautilus, Torino tahun 1994. Terjemahan bahasa Inggris sebagai Situationist International Anthology oleh Ken Knabb.

_______ 1972. La veritable scission dans l'Internationale — Circulaire publique de l'Internationale Situationniste (ditulis oleh Guy Debord dan Gianfranco Sanguinetti, anggota aktif SI saat itu), Paris: Champ Libre. Terjemahan bahasa Inggris sebagai The veritable Split in the International, dipublikasikan di London: oleh Chronos tahun 1990. Catatan: judul tersebut merupakan sebuah detournment dari teks Karl Marx saat perpisahan dengan faksi anarkis pada Internasional Pertama.

Isou, Isidore. 1947. Introduction á une nouvelle póesie et une nouvelle musique. Paris: Gallimard.

Jorn, Asger (Jorgensen). 1958. Pour la Forme — Ebauche d'une méthodologie des arts. Paris: Internationale Situationniste. Koleksi tulisan yang dipublikasikan antara tahun 1953—1957.

_______ 1974. Les jardin de Albisola. Torino: Pozzi. Dengan kata pengantar oleh Guy Debord.

Knabb, Ken. 1981. Situationist International Anthology, Berkeley: Bureau of Public Secrets.

Lambert, Jean Clarence. 1983. Cobra un art libre. Paris: Chene/Hachette.

Lefebvre, Henry-Francois. 1947. Introduction a la critique de la vie quotidienne. Paris: Grasset.

_______ 1978. Les Levres Nues 1954-1958. Paris: Plasma. Edisi faksimili.

Luther Blissett. 1995. Guy Debord é morto per davvero. Italia: Quaderni operativi, CRASH edizioni, Feltre (BL).

Marcus, Greil. 1989. Lipstick Traces, A secret history of the 20th century. London: Secker & Warburg Ltd. Sejarah kultur bawah tanah dari Dada hingga punk, dari kelompok heretik tahun 1400 hingga Lettrisme, tetapi nyaris semua hubungan yang ada secara jelas telah terdistorsikan.

Martos, Jean-François. 1989. Histoire de l'Interntionale Situationniste. Paris: Gerard Lebovici.

Plant, Sadie. 1972. The most radical gesture: the Situationist International in a postmodern age. London: Routledge.

_______ 1990. The Situationist International, a case of spectacular neglet, Dimuat dalam Radical Philosophy no. 55, edisi musim panas, hlm. 3—10.

Potlatch 1954-1957. Paris: Gérard Lebovici. Koleksi faksimili jurnal LI.

Raspaud, Jean-Jacques and Voyer, Jean-Pierre. 1971. L'Internationale Situationniste: protagonistes, chronologies, bibliographie (avec un index des noms insultés). Paris: Champ Libre.

Robertson, George. 1988. The Situationist International: its Penetration into British Culture. Dimuat dalam Block no. 14, hlm. 38—54.

Sanguinetti, Gianfranco. 1975. Rapporto Veridico sulle oppurtunitá di salvare il Capitalismo in Italia. Milano: Ugo Mursia. Ditulis dengan nama samaran Censor, Sanguinetti menganalisa negara dan peran negara sendiri di balik pengeboman Piazza Fontana (yang kemudian dikambinghitamkan pada para anarkis) yang membawa nama Sanguinetti semakin menanjak. Tetapi berkembang anggapan, bahwa apabila memang penulis tahu banyak mengenai hal tersebut, maka ia pasti memiliki kaitan erat dengan pihak pemerintah sendiri. Diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh Guy Debord sebagai Véridique Rapport sur les Derniéres Chances de Sauver le Capitalisme en Italie. Dipublikasikan oleh Champ Libre, Paris tahun 1976.

_______ 1979. Del Terrorismo e dello Stato, la teoria e la pratica del terrorismo per la prima volta divulgata. Milano: dipublikasikan sendiri.

Stokvis, Willemijn. 1987. COBRA. An International Movement in Art after the Second World War. Barcelona: Ediciones Poligrafa.

Vague, Tom.1988. The Twentieth Century and how to leave it: the Boy Scout's Guide to the Situationist International. Dimuat dalam Vague no. 16/17, hlm. 13—46.

Vaneigem, Raoul. 1967. Traité de savoir-vivre a l'usage des jeunes générations. Paris: Gallimard. Terjemahan bahasa Inggris oleh John Fullerton dan Paul Sieveking sebagai The Revolution of Everyday Life, dipublikasikan oleh Rising Free Collective, London tahun 1979. Diterjemahkan ulang dalam bahasa Inggris oleh Donald Nicholson-Smith dengan judul yang sama dan dipublikasikan oleh Left Bank Books dan Rebel Press, London tahun 1983.

Viénet, René. 1968. Enragés et Situationnistes dans le mouvement des occupations, Paris: Gallimard. Diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai The Enragés and Situationists in the Occupation Mouvement, May-June 1968, dipublikasikan oleh Tiger Papers Pubblications, New York tahun 1968 dan dipublikasikan ulang oleh Semiotext(e), New York tahun 1990.

Read More......

Minggu, 03 Oktober 2010

PROTES BAGI PARA LIBERTARIAN MASA KINI DAN MASA DATANG TENTANG KEKALAHAN 1937

Seperti banyak dikatakan, apabila kaum Kiri memiliki Revolusi Russia 1917 sebagai kebanggaan mereka (walaupun bagi kami, tak ada yang patut dibanggakan dari berkuasanya Bolshevik), maka para anarkis dan anti-otoritarian boleh memiliki Revolusi Spanyol 1936. Revolusi Spanyol, atau juga yang lebih dikenal dengan Perang Sipil Spanyol, sesungguhnya berlangsung sejak awal dekade 1930-an hingga pertengahan akhir dekade tersebut. Tahun 1936 adalah puncak dari kebangkitan tersebut, di mana selanjutnya kekuatan revolusioner disapu sedikit demi sedikit oleh pasukan fasis Franco—yang antara lain akibat pengkhianatan kaum Kiri dan sebagian lagi, adalah keputusan yang keliru dari para ‘pimpinan’ revolusi yang mencoba membentuk struktur pemerintahan baru.

Banyak catatan mengenai Revolusi Spanyol tersebut, termasuk pro dan kontra kebijakan CNT-FAI (federasi serikat buruh yang dominan saat itu) untuk bergabung dengan pemerintah. George Orwell, seorang penulis kenamaan, pernah menuangkan kisah pengalamannya selama bergabung dengan Brigade Internasional dan POUM (kelompok Marxis), dan turut bertempur di garis depan bersama para anarkis, dalam bukunya Homage to Catalonia. Buku tersebut adalah catatan personal yang begitu jujur dan memperlihatkan situasi dan kejatuhan Revolusi, dari tangan pertama. Tapi terus terang, buku tersebut terlalu panjang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sementara, teks berikut ini, jauh lebih singkat tetapi mampu memberikan gambaran mengenai Revolusi tersebut. Begitu personal, emosional dan menyentuh, sekaligus memberikan visi yang jelas tentang apa yang ideal yang diharapkan tak pernah pudar tentang bagaimana revolusi seharusnya berjalan.

Aslinya ditulis dalam bahasa Spanyol, oleh Incontrolado (Yang Tak Terkontrol), nama samaran dari seseorang yang menjadi bagian dari Kolom Besi, teks ini dipublikasikan secara bersambung dalam sebuah harian anarkis yang terbit di Valencia pada Maret 1937. Teks tersebut diterjemahkan dari bahasa Spanyol oleh “dua afiliasi yang tak berkualitas”, yaitu Guy Debord dan Alice Becker-Ho. Dipublikasikan dalam bahasa Prancis oleh Editions Gerard Lebovici pada Desember 1979. Diterjemahkan dari bahasa Prancis dengan mengacu beberapa dari bahasa Spanyol oleh Not Bored! pada Juni 2007. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia dari bahasa Inggris dengan mengacu beberapa dari bahasa Prancis oleh Piranha pada September 2010.


Piranha, 2010



Catatan Pembuka


Pernyataan ini1 ditulis oleh sorang milisi anarkis tak dikenal, yang merupakan bagian dari “Kolom Besi” yang terkenal, hadir—bahkan hingga hari ini—sebagai naskah yang paling jujur dan indah yang ditinggalkan oleh revolusi proletarian Spanyol. Komposisi revolusi ini, niat dan praktiknya dipaparkan dengan kepala dingin dan penuh hasrat di dalamnya. Sebab-sebab prinsipil kegagalannya diketengahkan: mereka yang mengikuti aksi-aksi kontra-revolusioner yang konstan dari para Stalinis melepaskan kekuatan borjuis yang sebelumnya pernah terlucuti di bawah kekuasaan Republik, dan hak-hak istimewa kontan para pemimpin CNT-FAI (di sini secara pahit diberikan istilah “bagian dari kami”) dalam rentang waktu Juli 1936 hingga Maret 1937. Mereka yang dengan bangga, sekaligus terendahkan, menyandang titel incontrolado (yang tak terkontrol) terbukti memiliki sensibilitas historis dan strategis yang terbaik. Sebagian telah membuat revolusi setengah-setengah, lupa bahwa waktu tidak pernah berhenti. “Kemarin, kami adalah penguasa segalanya; hari ini, mereka.” Di masa tersebut, para libertarian dalam “Kolom Besi” tak dapat lagi “bergerak terus hingga akhir,” bersama-sama. Setelah menjalani hidup di sebuah momen besar, hal tersebut tak dapat lagi “memisahkan kami, saling meninggalkan, tak bersua lagi satu sama lain.” Tetapi pada selanjutnya semua yang menolak tunduk dikalahkan.

Naskah ini, yang dikutip dalam karya Burnett Bolloten2, dipublikasikan dalam Nosotros, sebuah koran harian anarkis di Valensia, pada 12, 13, 15, 16 dan 17 Maret 1937. Pada 21 Maret, “Kolom Besi” diintegrasikan ke dalam “Tentara Popular”-nya Republik di bawah nama Brigade ke-83. Pada 3 Mei, kebangkitan bersenjata para pekerja di Barcelona dipatahkan oleh para pemimpinnya, yang mana seluruhnya berhasil ditundukkan pada 7 Mei. Apa yang tersisa kemudian adalah dua kekuasaan berorientasi negara dari pihak kontra-revolusi, yang terkuat yang di akhir Perang Sipil keluar sebagai pemenang.


Guy Debord
1979


Catatan akhir:
1 Naskah Protes terhadap Para Libertarian Masa Kini dan Masa Depan tentang Kekalahan di 1937 oleh seorang “Yang Tak Terkontrol” dalam Kolom Besi.
2 Burnett Bolloten. The Great Camouflage. 1961. Dipublikasikan pada 1977 oleh Ruedo iberico dengan judul The Spanish Revolution, the Left and the Struggle for Power.



PROTES BAGI PARA LIBERTARIAN MASA KINI DAN MASA DATANG TENTANG KEKALAHAN 1937


Aku adalah salah satu dari mereka yang diselamatkan dari San Miguel de las Reyes, penjara menyeramkan yang dibangun oleh monarki untuk mengubur hidup-hidup orang-orang yang—karena mereka bukanlah pengecut—tak pernah tunduk pada hukum-hukum tertinggi yang didiktekan oleh para penguasa kepada mereka yang tertindas. Mereka membawaku kemari, seperti banyak orang lainnya, karena telah melakukan sebuah pelanggaran, karena memberontak melawan penghinaan di mana seluruh desa menjadi korban: dengan kata lain, karena membunuh seorang cacique1.

Dulu aku muda, dan kini aku masih muda, semenjak aku memasuki penjara pada usia 23 dan aku keluar—karena para anarkis membukakan pintu—saat aku berusia 34. Sebelas tahun tunduk pada hukuman sebagai bukan manusia, sebagai benda, sebagai sebuah nomor!

Bersamaku keluar juga banyak orang, yang telah menanggung banyak hal, yang juga membekas melalui perlakuan-perlakuan buruk yang mereka alami semenjak lahir. Beberapa dari mereka berpencar begitu kaki mereka menginjak trotoar jalanan; sementara yang lainnya bergabung dengan para pembebas kami, yang memperlakukan kami seperti kawan dan mencintai kami seperti saudara. Bersama mereka, sedikit demi sedikit, kami membentuk “Kolom Besi”; bersama mereka, dalam langkah-langkah besar, kami melancarkan sebuah serangan ke barak-barak dan mendistribusikan senjata-senjata pada milisi sipil yang tak pernah ragu-ragu; bersama mereka, setelah serangan-serangan tersebut, kami memukul mundur para fasis hingga sejauh cekungan pegunungan, di mana mereka masih berada. Terbiasa mengambil apa yang kami butuhkan, memburu para fasis, kami mengambil dari mereka ransum dan senapan. Dan kami menyegarkan diri sejenak dengan apa yang disuguhkan oleh para petani, dan kami mempersenjatai diri walau tak seorang pun menghadiahi kami sebuah senjata, tapi dengan apa yang kami rampas dengan kekuatan tangan-tangan kami, ataupun yang dibagikan oleh tentara-tentara insurgen. Senapan yang kugenggam dan kuelus, yang telah menemaniku semenjak aku meninggalkan penjara, adalah milikku, inilah bagian dari diriku; apabila aku mengambil sesuatu—seperti seorang lelaki—apa yang kumiliki di tanganku dan dimiliki juga oleh nyaris semua kamerad-kameradku di tangan mereka, adalah milik kami, benar-benar milik kami.

Tak seorang pun, atau nyaris tak seorang pun, yang pernah memberi kami respek. Melihat kami meninggalkan penjara, mentalitas borjuis tidak berakhir dan telah menyebar ke setiap orang, bahkan pada momen seperti ini, dan hasilnya, bukannya mengabaikan dan membantu kami, mendukung kami, tapi mereka malah memperlakukan kami seperti bandit, mereka menuduh kami tak terkontrol: karena kami tidak tunduk pada ritme hidup, kami ingin dan (masih) ingin menjadi bebas, dari tekanan orang-orang yang dengan bodoh dan angkuhnya menganggap diri mereka pemilik orang-orang lainnya hanya karena mereka menjadi bagian dari sebuah dewan atau komite; dan karena, di desa-desa yang kami lalui—setelah mengambil kepemilikan para fasis—kami mengubah pola hidup, membasmi para “pemimpin” kejam yang menyiksa eksistensi para petani, dengan cara merampok mereka dan mengembalikan kekayaan yang ada ke tangan-tangan mereka yang tahu bagaimana menciptakannya: ke tangan-tangan para pekerja.

Tak seorang pun, aku dapat meyakinkanmu, tak ada seorang pun yang menggabungkan dirinya dengan mereka yang tak berpunya, yang membutuhkan, dengan mereka yang terampok dan terhukum seumur hidup mereka, lebih baik dari kami, yang tak terkontrol, para bandit, para pelarian dari penjara. Tak seorang pun, tak seorang pun—aku menantang siapa pun yang dapat membuktikan sebaliknya—yang pernah jauh lebih memberikan kasih sayang dan tanggung jawab terhadap anak-anak, para perempuan dan orang-orang lanjut usia; tak seorang pun, sungguh tak seorang pun, dapat menyanggah bahwa Kolom ini, walau sendirian, tanpa bantuan—dan bahkan harus dikatakan dihalang-halangi—telah menjadi garda depan sejak awal; tak seorang pun dapat menuduh kami tak memiliki solidaritas atau pun adanya despotisme, apatisme atau kepengecutan saat dipertanyakan soal pertempuran, atau tentang perlakuan kami terhadap para petani, atau lemahnya semangat revolusioner; karena ketegasan dan keberanian dalam bertempur telah menjadi norma kami, kebaikan penuh respek pada mereka yang dikalahkan adalah hukum kami, pertemanan yang hangat pada saudara kami adalah moto kami, dan kemurahhatian serta respek adalah kriteria untuk membuka hidup kami.

Ada apa dengan kabar buruk yang orang-orang tiupkan ke arah kami? Ada apa dengan prasangka tak berdasar yang menjatuhkan nama kami, saat kejatuhan kami, walaupun memang tak mungkin, hanya akan membawa prasangka pada sebab-musabab revolusioner dan perang (sipil) itu sendiri?

Demikianlah adanya—kami, adalah orang-orang yang berasal dari penjara, yang jauh menderita dari siapapun di atas muka bumi, kami tahu pasti soal itu—demikianlah, kukatakan, sebuah borjuisasi yang ekstrim telah mengudara. Borjuisasi jiwa raga, yang setengah-setengah atau malah tunduk sepenuhnya, gemetar mendengar ide soal kehilangan kenyamanan, cerutu-cerutu dan kopi mereka, banteng mereka, teater mereka dan relasi mereka yang mirip pelacur; dan saat mereka mendengar sesuatu tentang Kolom kami, tentang Kolom Besi ini, tentang dukungan pada Revolusi di kawasan Levant, atau saat mereka mendapati bahwa Kolom tersebut telah menyatakan kedatangannya menuju Valencia, mereka gemetaran seperti daun, berpikir bahwa Kolom tersebut datang untuk mengoyak hidup mereka dari kesenangan-kesenangan mereka yang menyedihkan. Dan para borjuis—terdapat borjuis di setiap kelas yang berbeda dan di banyak posisi—tumpang tindih, tanpa henti, dan hanya para borjuis, yang akan dan masih dapat merusak aktivitas kami, kebangkitan kami dan hasrat kebebasan penuh kegilaan yang membawa hati kami, hasrat untuk bebas seperti elang-elang di tempat tertinggi atau singa-singa di belantara terdalam.

Bahkan saudara-saudara kami sendiri, yang juga menderita bersama kami di ladang-ladang dan tempat kerja, mereka yang tereksploitasi oleh para borjuis, membiarkan diri mereka menggaungkan ketakutan memuakkan dan bahkan mulai percaya pada mereka, karena beberapa orang—yang menemukan ketertarikannya untuk menjadi pemimpin—berkata bahwa kami, orang-orang yang berjuang dalam Kolom Besi, adalah bandit dan orang-orang tak berjiwa; hasil dari kebencian ini, yang seringkali hadir dalam bentuk fanatisme yang kejam dan mematikan, menyebarkan kerikil di jalan kami, sehingga menghalangi kemajuan kami melawan fasisme.

Pada beberapa malam yang gelap gulita—dengan senjata di tangan dan telinga yang waspada—aku beringsut masuk semakin dalam ke sekeliling negeri dan juga ke dalam misteri, aku tak menemukan penghiburan lain, sebagai sebuah mimpi buruk, dibanding berdiri tegak, tak terlindungi. Dan hal ini bukan sekedar untuk mengobati perutku yang keram, yang akan mengeras karena telah melewati proses yang menyakitkan, melainkan untuk menggenggam senjataku dengan lebih geram, merasakan sepenuhnya hasrat untuk menembak, tidak hanya ke arah musuh yang bersembunyi setidaknya 100 meter dariku, tetapi juga ke arah musuh lain, yaitu ke arah mereka yang mana aku sendiri tak dapat melihatnya, ke arah mereka yang bersembunyi di pihakku, yang dalam momen tersebut masih memanggilku kamerad walaupun pada dasarnya ia telah menjelek-jelekanku, semenjak tak ada kegagalan yang lebih pengecut dibandingkan seseorang yang terlibat dalam pengkhianatan. Dan aku merasakan hasrat untuk menangis dan tertawa, untuk berlari sepanjang ladang sambil berteriak dan mematah-matahkan leher dengan jemari besiku, sebagaimana aku pernah mematahkan dengan jemariku leher seorang “pemimpin” yang kejam, dan meledakkan—hingga hanya tersisa reruntuhan—dunia yang menyedihkan ini, dunia yang mana teramat sulit untuk menemukan tangan-tangan bersahabat, yang mengelap keringatmu dan mengeringkan darah dari lukamu saat engkau kembali dari medan tempur dengan rasa lelah dan penuh luka.

Berapa malam, orang-orang berkumpul bersama, dan hanya membentuk sekelompok kecil saja, saat aku ingin mengekspresikan pada kamerad-kameradku, para anarkis, tentang derita dan kesedihanku, yang kutemukan di sini, di tengah kerasnya hawa sisi pegunungan, berhadapan dengan musuh yang berbaring menunggu kami, sebuah suara bersahabat dan lengan-lengan penuh kasih sayang yang dapat membuat aku mencintai hidupku kembali! Kemudian, akan kulemparkan seluruh penderitaanku pada angin, seluruh masa laluku, seluruh kengerian dan derita yang membekas di tubuhku, seakan itu semua terjadi di masa yang lain, dan akan kutinggalkan diriku dengan keriangan mimpi-mimpi petualangan, menyadari demam imajinasiku akan sebuah dunia yang berbeda dari dunia yang kuhidupi saat ini, dunia yang kuhasrati: sebuah dunia yang berbeda dengan dunia saat ini yang dihidupi orang-orang, sebuah dunia yang diimpikan oleh banyak orang. Dan waktu akan berlalu bagiku seakan ia dapat terbang dan kelelahan tidak lagi menggangguku, dan antusiasku berlipat ganda, menggerakkanku tanpa takut dan membuatku meninggalkan titik inspeksiku di hari tersebut sehingga menemukan musuh dan... semuanya untuk mengubah hidup; untuk memasuki ritme lain hidup ini yang menjadi milik kami; sehingga orang-orang, dan aku di antaranya, dapat bersaudara; sehingga, setidaknya pada akhirnya, keriangan, meledak dari hati kami, memupuki daratan; sehingga Revolusi ini, Revolusi yang telah menjadi kutub dan moto Kolom Besi, dapat segera dituntaskan.

Mimpiku akan melenyap seperti awan putih tipis di atas kami, melayang melewati pegunungan, dan aku kembali pada kekecewaanku. Lantas aku akan kembali pada mimpiku, di waktu lain, di malam hari, pada kebahagiaanku. Dengan demikian, di antara kesedihan dan kebahagiaan, antara kesedihan dan linangan air mata, kulewati hidupku, dengan rasa bahagia saat berhadapan dengan bahaya, dibandingkan dengan hidupku yang gelap dan sengsara di penjara yang gelap dan menyedihkan.

Tetapi suatu hari—hari yang kelabu dan menyedihkan—di puncak pegunungan, tersiar berita yang hadir seperti angin bersalju: “Kita harus memiliterisasi diri kita sendiri.”2 Bagaikan belati, berita tersebut mengoyakku. Aku semakin merasakan derita yang sebelumnya sudah terasa begitu pilu. Kala malam turun, kala aku berada di perlindungan, aku mengulang-ulang berita tersebut pada diriku sendiri: “Kita harus memiliterisasi diri kita sendiri...”

Kamerad di sampingku, yang berjaga sementara aku beristirahat, meskipun aku tak juga bisa menutup mata, adalah delegasi dari kelompokku, yang kini akan menjadi seorang letnan, sementara beberapa langkah dariku, tidur di tanah yang sama, merebahkan kepalanya di atas setumpuk bom, sedang terlelap delegasi centurion3, seseorang yang akan menjadi seorang kapten atau kolonel. Sementara diriku... aku akan terus menjadi diriku, anak negeri ini, seorang pemberontak hingga akhir hayat. Aku tidak ingin, dan masih tidak mau, palang atau strip atau komando. Aku adalah seperti adanya diriku, seorang petani yang belajar membaca di dalam penjara, yang telah melihat kesedihan dan kematian dari jarak dekat, yang menjadi seorang anarkis tanpa menyadarinya, dan kini setelah menyadarinya, menjadi lebih anarkis dibanding masa lalu, saat aku membunuh demi kebebasanku.

Hari tersebut, hari di mana berita turun dari cekungan pegunungan seperti angin dingin yang mengoyak jiwa, akan menjadi hari yang tak terlupakan, sebagaimana hari-hari lain dalam hidupku yang penuh kesedihan. Hari tersebut... ah!

Kita harus memiliterisasi diri kita sendiri!

Hidup mengajarkan manusia jauh lebih banyak daripada semua teori, daripada semua buku. Mereka yang ingin mempraktekkan apa yang mereka pelajari dari sesamanya dengan cara mereguk dari apa yang tertulis di buku-buku, adalah mereka yang menipu diri mereka sendiri; mereka yang menyimpan ke dalam buku apa yang mereka pelajari dalam tiap kelok jalan kehidupan, mungkin akan membuat karya menakjubkan. Kenyataan dan khayalan adalah dua hal yang terpisah. Bermimpi adalah sesuatu yang baik dan indah, karena mimpi nyaris selalu berupa antisipasi tentang bagaimana sesuatu itu seharusnya; tetapi menyalurkannya adalah sebuah hidup yang indah, menghidupkannya, mengkongkritkannya, adalah sebuah kerja yang indah.

Aku, aku telah menjalani hidupku dalam kecepatan tinggi. Aku tidak merasakan masa muda yang, dari apa yang kubaca, penuh kebahagiaan, manis, baik. Di penjara, aku hanya mengenal kesedihan. Tapi itu adalah muda apabila ia diukur dari jumlah usiaku, kenyataannya aku adalah seorang yang tua berdasar semua yang pernah kuhidupi, berdasar semua yang pernah kutangisi, berdasar semua derita yang pernah kutanggung. Karena, di penjara, seseorang jarang tertawa; di penjara, walaupun seseorang berada di bawah naungan atap ataupun langit, seseorang selalu menangis.

Membaca buku di penjara, terpisah dari kontak dengan sesama manusia, adalah bermimpi; dengan membaca buku tentang kehidupan, saat halamannya menghadirkan dirinya padamu, tak peduli siapa yang memenjarakanmu, melecehkanmu ataupun memata-mataimu, dirimu sedang melakukan kontak dengan kenyataan.

Suatu hari aku membaca, aku tidak tahu di mana atau oleh siapa, sang penulis tak dapat merasa yakin tentang bumi yang bulat tanpa ia sendiri pernah menjelajahinya, mengukurnya, merasakannya: menemukannya. Beberapa prakiraan tampak konyol bagiku, tetapi kalimat-kalimat pendek tersebut tetap tercetak dalam ingatanku, di mana kadang, selama obrolanku dengan diriku sendiri di tengah heningnya selku, aku memikirkannya. Hingga suatu hari, seakan aku sendiri telah menemukan sesuatu yang menakjubkan dari sesuatu yang sebelumnya tersembunyi dari seluruh pandangan umat manusia, aku merasakan dengan jelas kepuasan karena telah menemukan, dengan caraku sendiri, bahwa bumi itu bulat. Dan pada hari tersebut, seperti penulis kalimat-kalimat tersebut, aku menjelajahi, mengukur dan merasakan planet ini, dalam imajinasiku cahaya membentuk dirinya sebuah ‘visi’ di mana bumi menjadi ruang yang tak terbatas, sebuah bagian yang harmonis dari keseluruhan alam semesta.

Hal yang sama terjadi juga saat membicarakan sakit. Adalah sesuatu yang penting untuk menimbangnya, mengukurnya, merasakannya, merasainya, memahaminya, menemukannya, untuk mendapatkan penjelasan yang jernih tentang apa itu jiwa. Di sampingku, menarik sebuah kereta, sementara di ketinggian yang lain bernyanyi dan bergembira, kulihat orang-orang, seperti diriku, bertingkah seperti keledai. Mereka tidak menderita; mereka tidak mengeluhkan protes dari bawah; mereka melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang masuk akal bahwa orang-orang tersebut, sepanjang menjadi penguasa, adalah mereka yang memegang tali kekang dan menggenggam cambuk, dan bahwa semua itu adalah sesuatu yang masuk akal, walaupun sang penguasa, dengan cara menarik kekang, telah melukai wajah mereka. Seperti binatang, mereka akan melenguh, menekankan kakinya ke tanah dan mulai mencongklang. Setelahnya, oh, begitu sarkastisnya! Saat sang penguasanya melepas kekangnya, mereka akan menjilati tangan yang telah mencambuk mereka seperti anjing-anjing penurut.

Tak seorang pun yang, dihinakan, disakiti, dibuat marah—yang merasa dirinya menjadi makhluk paling tak beruntung di atas muka bumi, pada saat yang sama merasa mulia, terbaik, layak menjadi manusia, dan siapa yang di saat yang sama sekaligus, mengalami ketidakbahagiaan serta merasa dirinya bahagia dan kuat, karena merasakan di punggung dan wajahnya, tanpa peringatan, tanpa motif apa pun, melainkan demi kesenangan menyakiti dan menghina, kepalan dingin makhluk yang buas—tak seorang pun, yang telah diseret ke dalam penjara karena melakukan pemberontakan, dan karenanya, ditampar wajahnya dan ditundukkan, mendengar tulang belulangnya berderak dan melihat darahnya mengalir hingga ia terjatuh ke tanah seperti sebuah benda berat—tak seorang pun, setelah menerima siksaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh orang lainnya, dipaksa merasakan ketidakberdayaannya, yang mengutuk dan menyumpah serapah atas hal tersebut, yang di kemudian hari mulai merasakan kekuatannya kembali menyatu—tak seorang pun, yang menerima hukuman dan kemarahan, karena sadar akan ketidakadilan hukuman dan kejinya kemarahan, dan berbekal kesadaran ini, mengusulkan untuk mengakhiri hak-hak istimewa yang menjamin beberapa orang saja untuk dapat memberikan hukuman dan kemarahan—tak seorang pun, pada akhirnya, yang telah terkurung di penjara atau terkurung di dunia, memahami tragedi di mana orang-orang dikutuk untuk patuh dalam keheningan dan secara buta menerima perintah—tak ada seorang pun yang tidak mengetahui dalamnya derita untuk diam dan patuh. Menghasrati kebebasan untuk berbicara dan untuk tetap diam, menghasrati kebebasan untuk bernyanyi dan untuk tetap diam, menghasrati kebebasan untuk tertawa dan untuk, dengan terpaksa, mengunci derai tawa di mulut, menghasrati kebebasan untuk mencintai dan untuk dikutuk berenang di lumpur kebencian!

Aku berjalan melewati barak-barak, dan di sana aku belajar untuk membenci. Aku berjalan melewati penjara, dan di sana, di antara air mata dan penderitaan, anehnya, aku belajar untuk mencintai, mencintai dengan sepenuh hati.

Di barak-barak, aku nyaris kehilangan personalitasku, begitu kerasnya perlakuan yang kualami, karena seseorang ingin menanamkan dalam diriku sebuah disiplin yang bodoh. Dalam penjara, melalui banyak perjuangan, aku menemukan kembali personalitasku, setiap kalinya semakin penuh pemberontakan pada apa pun yang hendak dicekokkan kepadaku. Sebelumnya, aku belajar dari kebencian, dari tingkat terendah seluruh hierarki; tetapi di penjara, di tengah derita yang paling menyedihkan, aku belajar untuk mencintai mereka yang tak beruntung, saudara-saudaraku, saat aku kembali, dengan murni dan jernih, membenci hierarki yang dicanangkan di barak-barak. Penjara-penjara dan barak-barak adalah hal yang sama: despotisme dan bebas lepasnya perilaku buruk beberapa orang, yang dibayar dengan penderitaan semua orang. Barak-barak tidak mengajarkan apa pun yang tidak merusak kesehatan fisik dan mental; dan penjara juga tidak pernah mampu memperbaiki.

Dengan sudut pandang ini, dengan pengalaman ini—pengalaman yang didapat karena hidupku bermandikan kesedihan—saat aku mendengar, di kaki gunung, perintah untuk militerisasi yang hadir dengan ganas, secara instan aku merasakan diriku hancur, karena aku dengan jelas telah melihat keberanian gerilya Revolusi akan segera mati. Dan aku melihat betapa eksistensi barak dan penjara akan terus berjalan, melucuti seluruh personalitasku; seakan kembali lagi ke dalam jurang kepatuhan, ke dalam hipnosis kejam yang dihasilkan oleh barak dan penjara, sesuatu yang malah dihargai baik oleh barak maupun penjara. Dan, menggenggam senapanku dengan penuh amarah, menatap perlindunganku, melihat lawan dan “kawan”, melihat di hadapan dan di balik garis pertempuran, aku mencampakkan kutukan yang mirip dengan yang kucampakkan saat, sebagai seorang pemberontak, hal tersebut membawaku ke ruang bawah tanah. Aku menahan air mata, yang mirip dengan hal-hal yang tercerabut dariku, saat tak seorang pun memperhatikan, yang membuktikan ketidakberdayaanku. Dan aku melihat dengan jelas para munafik yang berhasrat membuat seisi dunia berisi barak dan penjara, adalah orang yang sama, orang yang sama, orang yang sama yang, kemarin, di ruang-ruang bawah tanah, menghancurkan tulang belulang kami, kami, manusia—manusia.

Barak-barak... penjara-penjara... hidup yang memalukan dan menyedihkan.

Orang-orang tidak memahami kami, dan karena mereka tidak memahami kami, mereka tidak mencintai kami. Kami berjuang—tidak perlu menyederhanakannya sama sekali seperti saat ini, karena tidak ada gunanya—kami berjuang, kuulangi, sebagaimana yang kami lakukan. Tempat kami selalu ada di garis depan, untuk alasan yang baik, maka di sektor kami, sejak hari pertama, kamilah satu-satunya yang berada di sana.

Bagi kami, tidak pernah ada yang melegakan atau... apa yang bahkan lebih buruk, tak ada padanan katanya. Baik yang ini ataupun yang lainnya, para fasis dan anti-fasis, dan bahkan di antara kami sendiri4—alangkah memalukannya!—setiap orang memperlakukan kami dengan penuh antipati.

Orang-orang tidak memahami kami. Atau, apa hal paling tragis dalam tragedi yang kami hidupi, mungkin karena kami tidak membuat diri kami mudah dipahami; semenjak di bahu kami, kami telah menanggung beban caci maki dan kekejaman dari mereka yang berada di pihak hierarki kehidupan, kami ingin hidup, bahkan dalam masa perang, sebuah kehidupan libertarian, di mana yang lain malahan mengikuti kereta Negara dengan mengikatkan diri mereka padanya, yang merupakan ketidakberuntungan mereka dan juga kami.

Hal yang tidak bertautan ini, yang telah menyebabkan kesulitan yang besar bagi kami, yang telah menjahitkan ketidakberuntungan di jalan kami; dan tak hanya para fasis, yang kami perlakukan seperti selayaknya, yang melihat adanya bahaya pada diri kami, melainkan juga mereka yang menyebut dirinya anti-fasis dan meneriakkan anti-fasisme hingga suara mereka parau. Kebencian yang telah terbangun di sekeliling kami ini telah membawa kami pada konfrontasi-konfrontasi yang menyakitkan, di mana yang paling memalukan—hingga kepahitan tersebut terbawa ke mulut dan membuat seseorang mengokang senjata—adalah yang terjadi di Valencia, saat ‘anti-fasis merah yang otentik’ menembaki kami. Kemudian... ah!... kemudian patut kami tekankan hal tersebut, hari ini, bahwa kontra-revolusi telah terbangun.

Sejarah, yang mencantumkan hal-hal baik dan buruk yang telah dilakukan manusia, akan berbicara satu saat nanti.

Dan kemudian sejarah akan berkata bahwa Kolom Besi mungkin adalah satu-satunya di Spanyol yang memiliki sebuah visi yang jernih tentang bagaimana seharusnya Revolusi berjalan. Sejarah juga akan berkata bahwa Kolom inilah yang melakukan penentangan terbesar terhadap militerisasi. Dan, lebih jauh lagi, akan dikatakan juga, bahwa karena Kolom ini menolak militerisasi, telah terjadi momen-momen di mana Kolom ini ditinggalkan pada takdirnya, di tengah peperangan, sebagaimana sebuah unit berisi enam ribu orang diputuskan dengan pedas untuk dibiarkan kalah atau terbunuh, ditinggalkan di medan pertempuran sehingga musuh dapat menghabisinya.

Begitu banyak yang akan sejarah katakan, dan betapa banyak tokoh-tokoh yang yakin dirinya berjaya, akan dibenci dan dikutuk!

Penentangan kami terhadap militerisasi didasarkan pada apa yang kami ketahui mengenai tentara. Penentangan kami saat ini didasarkan pada apa yang kami ketahui saat ini mengenai tentara.

Militer profesional dibentuk, saat ini seperti juga biasanya, di sini sebagaimana juga di Rusia5, sebagai sebuah kasta. Ia adalah kasta yang memberi komando, sementara sisanya melakukan tak lebih dari sekedar mematuhi perintah. Para pemimpin militer profesional membenci seluruh pasukannya, dan sejauh apa pun pertanyaan mengenai saudara sebangsa setanah air diajukan, ia akan tetap menganggap pasukannya sebagai bawahannya.

Aku sendiri telah melihat—aku memang selalu menatap seseorang pada matanya—bagaimana seorang perwira gemetar karena marah atau jijik, saat berada dihadapanku, aku menganggap dirinya secara setara, dan aku tahu contoh-contoh dewasa ini, bahkan dari masa sekarang ini, di mana batalyon-batalyon yang menyebut diri mereka proletarian, di mana para perwira korps, yang telah melupakan asal muasalnya, tak mengijinkan seorang milisi berbicara dengannya secara setara—ada hukuman bagi yang melakukannya.

Pasukan ‘proletarian’ tidak menuntut sebuah disiplin yang, pendeknya, menjadi eksekusi perintah untuk perang; melainkan menuntut ketertundukan, kepatuhan buta, pembunuhan personalitas orang-orangnya sendiri.

Hal yang sama, hal yang sama saat, dulu, aku berada di barak. Hal yang sama, hal yang sama saat, tak berapa lama kemudian, aku berada di penjara.

Kami, di parit pertahanan, hidup dengan bahagia. Kami jelas melihat kamerad-kamerad yang semenjak awal Perang Sipil berada di samping kami berjatuhan; kami tahu, lebih jelasnya lagi, bahwa sebuah peluru secara langsung dapat membuat kami lumpuh di medan pertempuran—inilah kompensasi yang seharusnya dapat diharapkan oleh seorang revolusioner—tetapi toh kami hidup dengan bahagia. Kami makan hanya saat ada yang dapat dimakan; saat yang hidup semakin sedikit, kami saling berbagi makanan. Dan semua orang merasa puas. Mengapa? Karena tak ada seorang pun yang lebih tinggi posisinya dibanding yang lain. Semua adalah kawan, semua adalah kamerad, semua adalah gerilyawan bagi Revolusi.

Sekelompok atau delegasi centurion tidak dipilihkan bagi kami, tetapi ia dipilih oleh kami, dan ia tidak merasa dirinya menjadi seorang letnan atau kapten, melainkan tetap seorang kamerad. Para delegasi bagi Komite Kolom tidak pernah seorang kolonel ataupun jenderal, melainkan seorang kamerad. Kami makan bersama, kami bertempur bersama, kami tertawa dan menyumpah serapah bersama. Kami tidak dibayar sekian lamanya dan mereka memang tidak memiliki uang. Dan saat di tangan kami terdapat 10 pesetas6, mereka juga memiliki 10 pesetas.

Satu-satunya yang kami nilai adalah kemampuan mereka yang telah terbukti dan itu adalah alasan mengapa kami memilih mereka; sejauh kemampuan mereka benar terbukti. Merekalah para delegasi kami. Tak ada hierarki, tak ada superioritas, tak ada perintah-perintah keras: yang ada adalah simpati, kasih sayang, persahabatan; sebuah hidup yang membahagiakan di tengah bencana perang. Dan dengan demikian, di antara para kamerad, kami katakan bahwa seseorang berjuang karena dan demi sesuatu, di mana perang menyenangkan kami dan kami menerima kematian dengan lapang dada. Tetapi saat engkau menemukan dirimu di antara para tentara, di mana segalanya hanyalah perintah dan hierarki; saat engkau melihat di tanganmu bayaran menyedihkan yang engkau usahakan dengan susah payah untuk dapat memenuhi kebutuhan keluargamu yang engkau tinggalkan, dan saat engkau melihat bahwa letnan, kapten, komandan dan kolonel mengantongi tiga, empat, atau sepuluh kali lebih banyak daripada dirimu, saat antusiasme, pengetahuan, atau keberanian mereka tidak lebih darimu, hidup menjadi pahit bagimu, karena engkau melihat dengan jelas bahwa hal ini, hal ini bukanlah Revolusi. Melainkan sebuah perilaku di mana sekelompok kecil orang mengambil keuntungan dari sebuah ketidakberuntungan situasi, yang hanya berlaku bagi orang-orang yang telah ditentukan.

Aku tak tahu bagaimana kami akan hidup kemudian hari. Aku tak tahu apakah kami dapat membiasakan diri mendengar kata-kata menyakitkan dari seorang kopral, sersan atau letnan. Aku tak tahu apakah, setelah kami meleburkan diri sepenuhnya sebagai manusia, kami akan dapat menerima diperlakukan seperti binatang domestik, karena kesanalah disiplin akan mengarah dan itulah yang dihadirkan oleh militerisasi.

Itu semua jelas tak dapat kami lakukan, bagi kami benar-benar tak mungkin untuk sepenuhnya menerima kesewenang-wenangan dan perlakuan yang buruk, karena akan sulit bagi seorang manusia dengan tenang menerima cercaan saat di tangan tergenggam sebuah senjata; setidaknya, kami memiliki beberapa contoh yang mengkhawatirkan di mana para kamerad kami, yang telah dimiliterisasikan, tunduk, seperti sebuah tongkat, pada perintah-perintah yang diamanatkan oleh orang-orang yang seringkali salah dan selalu bersikap bermusuhan.

Kami percaya bahwa kami sedang bergerak menuju emansipasi atas diri kami sendiri, untuk menyelamatkan diri kami sendiri dan kami memiliki resiko terjatuh kembali pada hal ini saat kami bertempur: ke dalam kesewenang-wenangan, ke dalam kekuatan kasta, ke dalam otoritarianisme yang paling mengalienasi dan brutal.

Sementara ini, momennya demikian serius. Kami telah tergiring—kami tak tahu mengapa, dan kalaupun kami tahu, kami sementara ini tetap diam—kami telah tergiring, kuulangi, ke dalam sebuah jebakan. Kami harus meninggalkannya, kami harus melarikan diri darinya semampu kami, karena, bagaimanapun, seluruh medan telah penuh berisi mereka.

Kaum militer, seluruh kaum militer—di kamp kami adalah yang begitu galak—telah mengelilingi kami. Hari kemarin, kami adalah penguasa atas segala hal, hari ini merekalah penguasanya. Tentara rakyat, di mana ‘kerakyatan’ tak lebih daripada fakta bahwa mereka direkrut dari antara rakyat; tetapi yang terjadi selalu saja bahwa mereka tidak menjadi bagian dari rakyat; mereka menjadi bagian dari Pemerintah, dan Pemerintah memimpin, Pemerintah memerintah. Rakyat sekedar diijinkan untuk patuh, dan yang dituntut memang selalu kepatuhan.

Terperangkap dalam jaring-jaring kemiliteran, kami hanya memiliki pilihan di antara dua jalan: yang pertama mengarah pada pemisahan diri, kami yang—hingga hari ini—bersaudara dalam perjuangan, dengan memproklamirkan pembubaran Kolom Besi; yang kedua mengarah pada militerisasi.

Kolom ini, Kolom kami, tidak boleh bubar. Homogenitas yang selalu kami hadirkan begitu kami sayangi—aku hanya berbicara bagi kami sendiri, kamerad—persahabatan di antara kami akan tetap menjadi sebuah contoh dalam sejarah Revolusi Spanyol; keberanian yang telah tampak di sekian ratus pertempuran dapat disejajarkan dengan pertempuran para pahlawan, tak akan dapat lebih baik lagi. Semenjak hari pertama, kami telah memiliki kawan; lebih daripada sekedar kawan, melainkan kamerad dan saudara. Untuk memisahkan kami, untuk saling meninggalkan, untuk tak lagi saling bersua, tak lagi mengalami, apa yang kami masih alami hingga hari ini, hasrat dalam kekalahan dan peperangan—adalah sesuatu yang sepenuhnya tak mungkin terjadi.

Kolom ini, Kolom Besi ini, yang dari Valencia hingga Teruel telah membuat para borjuis dan fasis gemetar, tidak boleh bubar, kami harus terus berjalan sampai akhir.

Siapa yang dapat berkata bahwa yang lain, yang telah dimiliterisasi, menjadi lebih kuat, lebih tegas, lebih pemurah dengan darah mereka di medan pertempuran? Bagaikan saudara yang memperebutkan kebaikan, kami bertempur; bagaikan saudara yang memiliki ideal yang sama, yang kami mimpikan di parit-parit perlindungan; bagaikan saudara yang mengaspirasikan sebuah dunia yang lebih baik, kami maju bertempur dengan penuh keberanian. Membubarkan totalitas kami yang homogen? Tak pernah, kamerad. Sepanjang kami tetap berada dalam satu unit, kami akan bertempur. Sepanjang satu saja masih tersisa dari kami, kami akan meraih kemenangan.

Hal ini akan menjadi yang terbaik dari yang buruk, walaupun keburukan tersebut begitu besar apabila kami menerima seseorang, yang tidak kami pilih sendiri, memberikan perintah pada kami. Setidaknya...

Menjadi Kolom atau batalyon adalah sesuatu yang nyaris sama. Apa yang membedakannya, bagi kami, adalah bahwa yang satu tidak memberi kami respek.

Apabila kami tetap bersama, bersatu, menjadi individu-individu seperti adanya kami saat ini, tak peduli kami membentuk Kolom ataupun sebuah batalyon, tak akan ada bedanya bagi kami. Dalam pertempuran, kami tak membutuhkan seseorang yang akan mendorong kami untuk beristirahat sebagaimana kami juga tak membutuhkan seseorang yang melarang kami beristirahat, karena kami tak akan tunduk pada hal tersebut.

Kopral, sersan, letnan dan kapten akan menjadi bagian dari kami, dalam kasus apa pun kami akan tetap menjadi kamerad, atau mereka akan menjadi musuh kami, di mana akan kami perlakukan juga sebagai musuh.

Bagi kami, Kolom ataupun batalyon, apabila kami inginkan, akan menjadi hal yang sama. Kami, di hari kemarin, hari ini dan hari esok, kami akan tetap menjadi gerilyawan bagi Revolusi.

Apa yang terjadi pada kami setelah ini sepenuhnya tergantung pada diri kami sendiri, pada peleburan yang eksis di antara kami. Tak seorang pun akan mencangkokkan pada kami ritme hidupnya, kamilah yang akan mencekokkan padanya, sebagaimana juga kami akan menjaga perilaku tersebut diadaptasikan pada mereka yang akan berada di sisi kami.

Ingatlah ini, kamerad. Perjuangan membutuhkan kita semua untuk tidak menarik senjata ataupun antusiasme dari perang ini. Dalam sebuah Kolom, yang menjadi diri kita, ataupun juga sebuah batalyon, yang menjadi diri kita; dalam sebuah divisi atau batalyon yang menjadi diri kita, kita semua dituntut untuk terus berjuang.

Apabila Kolom ini dibubarkan, apabila kita berpisah, maka—karena harus dimiliterisasi—kita harus pergi ke mana mereka memerintahkan kita pergi, dan bukan dari mereka yang kita pilih. Dan, sebagaimana kita tak ingin menjadi binatang-binatang domestik, amat mungkin kita akan berbenturan dengan orang-orang yang seharusnya tidak kita perangi: dengan mereka yang, entah buruk atau baik, ada di pihak kita.

Revolusi, Revolusi kita, Revolusi anarkis dan proletarian ini, yang mana kami tawarkan berlembar-lembar kejayaan sejak hari pertama, menuntut kita untuk tidak meninggalkan senjata kita dan tidak meninggalkan ransel yang kita kenakan hingga saat ini, walaupun kita akan disebut dengan nama kolom, divisi ataupun batalyon.



Catatan Akhir:
1 Kata yang diambil dari bahasa Spanyol, yang dapat berarti bos politik lokal atau juga tiran.
2 Dengan kata lain, “Kita harus menjadi bagian dari kekuatan militer profesional.”
3 Pimpinan unit militer yang terdiri dari 100 orang tentara.
4 CNT-FAI
5 Sebuah pilihan menarik dan diekspresikan dengan cara yang juga menarik: apa yang disebut dengan Republik Sosialis Uni Soviet adalah, tentu saja, salah satu dari sekian banyak negara yang terlibat dalam penindasan Revolusi Spanyol.
6 Mata uang Spanyol.

Read More......